Bagian 4 (Hadiah yang Tak Diinginkan)

33.1K 1.3K 58
                                    

Senja ini terasa berbeda, saat Radit santai berdua dengan Fera di sebuah gazebo berwana putih yang terletak di halaman belakang rumah mereka. Radit bersandar di bantalan yang ada di gazebo, sementara Fera memilih merebahkan kepalanya di dada bidang sang suami. Fera sangat merindukan masa-masa seperti ini, karena dia sudah lama tidak menghabiskan akhir pekan berdua dengan Radit, menghabiskan akhir pekan yang menurutnya, romantis.

"Tumben kamu pulang siang dan mengajakku untuk bersantai seperti ini, biasanya kamu akan mengatakan sesuatu padaku, atau merajuk menginginkan hal konyol lainnya. Jadi, katakan padaku, apa yang kamu inginkan sekarang? Sebuah honeymoon kedua? Atau berlayar berdua?" tebak Fera dengan mata berbinar, senyumnya tidak pernah pudar dari kedua sudut bibirnya, sementara Radit menampakkan ekspresi sebaliknya.

Wajahnya tegang seolah ingin berkata, atau tidak. Menimbang apakah keputusan yang diambil itu benar, ataukah salah.

"Aku ingin kita honeymoon di—"

"Aku sudah menemukannya." senyum lebar Fera memudar, dahinya berkerut ketika perkataannya disela Radit.

"Menemukan? Menemukan apa? Tempat kita berbulan madu?" Radit menggeleng lemah, wajahnya semakin kalut. Berkali-kali Radit mengacak rambutnya frustasi.

"Jelaskan apa maksudmu dengan menemukan, Dit?" desak Fera, Radit menggenggam kedua bahu istrinya. Menatapnya dengan sendu, mencoba pengertian dari sang istri.

"Aku sudah menemukan... wanita itu," sontak raut wajah Fera berubah drastis, wajahnya tegang dan memerah.

Dia memiringkan wajahnya, setelah itu kembali menatap Radit dengan seulas senyuman yang dipaksa. "Aku yakin akan seperti ini, " ucap Radit, merengkuh tubuh Fera. "Apa aku harus membatalkannya? Dan mengembalikan wanita itu ke tempatnya?" Fera menggeleng kemudian membingkai wajah Radit dengan tangan mungilnya.

Menatap mata hitam legam Radit dengan intens, seolah mencari sesuatu yang begitu dia inginkan.

"Ini keputusan kita, dan aku yang bersikeras melakukannya. Apakah dia cantik? Apakah dia pintar? Apakah dia lemah lembut? Apakah—" ucapan Fera terhenti saat telunjuk Radit menutup bibirnya, kemudian Radit mencium bibir Fera dengan sayang.

"Tidak secantik istriku, tidak sepintar istriku, tidak seanggun istriku, tidak selemah lembut istriku, dan tidak akan kubiarkan hati, akan ku janjikan itu padamu."

"Bagaimana jika sebaliknya?" Radit menarik sebelah alisnya melihat kepanikan di wajah Fera. "Bagaimana jika wanita itu mencintaimu, dan meminta lebih atas dirimu, dan membuatku berpisah darimu?" Radit meraih kedua tangan Fera, mencium jemari mungil itu dengan penuh cinta.

"Handoko sudah mengurusnya, Sayang. Jika itu terjadi kita bisa menuntut dia balik atas semua perbuatan serakahnya." Fera tersenyum puas kemudian dia memeluk suaminya dengan begitu erat. Rasa cemas, takut, khawatir dan cemburu semuanya menyelimuti hatinya.

***

"Silakan turun," Wanda mendongak setelah melangkahkan kakinya keluar dari mobil mewah berwarna hitam mengkilap.

Dia takjub melihat rumah megah yang ada di depannya. Pastilah pemilik rumah ini sangat kaya, terlihat begitu jelas dari furniture rumah yang Wanda yakini pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

"Lewat sini." tunjuk Handoko.

Sontak Wanda mengangkat rok setumitnya yang baru dibelikan Handoko ketika melangkah di lorong belakang rumah itu, dan hal tersebut membuat Handoko terkekeh. Malu-malu Wanda menurunkan roknya lagi, kemudian ragu melangkah di atas sungai kecil yang membentang di bawahnya, ternyata ada kacanya, batin Wanda.

Istri KeDua (REVISI)Where stories live. Discover now