TBJ - 8. First Fight

93.9K 4.6K 19
                                    

Delapan: First Fight

Ezar's POV

Sebenarnya aku tidak ingin marah pada Lexa. But, hey! Siapa yang nggak marah kalau ada lelaki yang terang-terangan menyukai gadismu dan gadismu malah bertingkah seolah semuanya baik-baik saja? C'mon. Sekalipun aku ini tidak mencintai gadis ini, tapi please dong, dia harusnya jaga sikap sebagai calon istri bos besar?

Oke itu terdengar creepy dan sombong sekali. Tapi benar, kan?

Dan kemarin jika tidak ingat ini acara temanku, Daniel, aku sudah ingin membawanya pulang dan tidak mau berbagi pemandangan indah dengan SIAPAPUN.

"Halo, Ezar? Kok kamu kemarin nggak datang ke rumah Mama sih!",

Suara Mama pun terdengar ketika aku mengangkat telepon itu. Astaga. Bisa-bisanya aku lupa untuk menemui Mama dirumah.

"Maaf, Ma. Kemarin Ezar sama Lexa dapet invitation ke party nya Daniel.", jawab Ezar terus terang.

"Oh, oke. Malem ini kamu bisa dateng nggak? Bawa Lexa juga sekalian. Atau kita mau dinner diluar aja?", sahut mamanya dengan antusias.

"Ya, ya. Mama atur jadwal aja sama Lexa, Ezar nanti sempetin.",

Ezar bisa tau bahwa Mama nya tersenyum diujung sana dan berkata,
"Okeh anak Mama yang paling ganteng, T-O-P. Btw, kamu utang cerita banyak sama Mama dan Papa. Harus cerita!",

Ezar hanya membalas dengan gumaman dan Mama nya pun menutup telepon itu.

---

Ezar masih terdiam hanyut dalam pikirannya sendiri sembari menatap jalanan di kota Jakarta melalui kaca transparan ruangannya. Sampai pintu ruangan itu. Sesosok cewek dengan rok span hitam diatas lutut, pump heels hitam dan kemeja lengan pendek itu pun masuk.

"Kenapa?", ucap Ezar akhirnya dengan dingin.

"Kamu marah padaku?", tanya Lexa berdiri disebelah Ezar. Berusaha melihat ekspresi lelaki itu.

"Menurutmu?", ujarnya lagi.

"Oh God, Ezardi. Aku udah ngejelasin juga kan waktu itu kalau kamu calon suami aku. Puas? Kurang apa lagi, sih!", omel gadis itu lalu melipat tangannya diatas dada.

Ezar menatap Lexa tepat di manik mata hitam gadis itu dan menjawab,
"Kamu sudah sadar kalau kamu CALON ISTERI-ku. Jadi kenapa harus menerima tatapan memuja dari lelaki lain? Harusnya kamu itu jaga tingkah kamu, Alexandra!", hardiknya.

Selama ini, Ezar tidak pernah sekalipun membentaknya dengan nada seperti ini. Membuat Lexa cukup tertegun, marah, kecewa, dan sedih disaat yang bersamaan.

"Jadi, dengan kata lain kamu mengatai tingkahku murahan?!", balas gadis itu tak mau kalah.

Ezar hanya mengangkat bahunya dengan cuek dan menjawab,
"Kamu nggak perlu sok sensi gitu, Lex. Apa kata orang kalau CALON ISTERI dari pewaris Tantradinata's Group masih memiliki affair dengan lelaki lain yang merupakan anak dari teman ayahnya.", dengan nada dingin dan mengintimidasi.

Lexa menahan mati-matian amarahnya untuk tidak menyemprot lelaki angkuh dihadapannya ini.

"OKE, FINE. Aku salah. Tapi kamu nggak perlu menghakimi aku segitunya juga, Zar. Aku tau, aku bukan cewek sempurna dan kehidupanku pun biasa-biasa saja. Tapi kamu nggak berhak ngatain aku murahan, Ezar.", jawab Lexa dengan nada final dan diliputi segala kekesalannya dia melangkahkan kakinya keluar. Semasa bodoh jika dia belum membacakan jadwal kegiatan lelaki itu hari ini. Cari saja cewek lain!

---

"Halo, iya tante? Makan malam hari ini?", Lexa mengernyit bingung apa maksud dari Tante Wina.

"Kamu malem ini jadi dinner kan sama kita? Bilang Ardi makannya di Restaurant Shangri-La Hotel saja. Eh, kamu kok malah bingung sih, jangan bilang Ardi belom bilang ke kamu. Aduhh dasar itu anak!", omel Tante Wina. Seketika Lexa mengerti, Tante Wina dan Om Leo mengajaknya dan Ezar makan malam di rumah, tapi nampaknya lelaki itu lupa memberitahunya, mengingat pertemuan terakhir mereka tidak berakhir menyenangkan belakangan ini.

"O-oh, makan malam? I-iya, jadinya di Shangri-La Hotel, tan? Jam 7? Oke aku nanti bilang ke Ardi, ya. Bye tante!"

Tepat setelah Lexa menutup teleponnya, Ezar memberikan voicemail ke intercom-nya.

"Aku tunggu di kamar sekarang.",

Pft, bossy as hell. Tapi Lexa tetap saja melangkahkan kakinya ke ruangan lelaki itu dan membuka connecting-door yang tersambung langsung dengan kamar Ezar yang ada di kantor.

"Iya, kenapa?", tanya Lexa melihat lelaki itu sedang tiduran di kasur.

"Mama udah bilang masalah dinner nanti malem, kan? Aku jemput jam setengah tujuh. Dan ya, aku nggak bermaksud memarahimu urusan tadi. Jangan terlalu diambil perasaan.",

Lexa melepas heels nya dan berjalan kearah kasur Ezar dalam diam.

"Aku... sejujurnya aku hanya berharap kita bisa bekerjasama dalam hal perjodohan ini, kau tau. Papa nampaknya sangat suka denganmu. Dan menurutku ini nggak ada ruginya, like a total win win solution lah. Apa orangtuamu tidak pernah menanyakan perihal pernikahan?", ucap Ezar lagi setelah dia merasakan bahwa Lexa juga berbaring disebelahnya.

"Sebenarnya, um.. ya. Ibuku juga berharap aku segera menikah. Tapi, like seriously, kau yakin? Gimana kalo kita nggak betah akan satu sama lain? Segalanya akan jadi lebih ribet.", jawab Lexa seraya menghembuskan nafasnya lalu memejamkan matanya dan tertidur.

Ezar yang melihatnya hanya bisa tersenyum dan ikut terlelap. Perkara bodoh sekarang masih jam sebelas pagi. Mungkin pertengkaran mereka membuat mereka sendiri lelah, fisik dan batin?

Nggak ada hubungan yang berjalan mulus kayak rel kereta. Pasti ada lika-likunya. Dan disitulah perjalanan baru dimulai. Itulah yang menjadi pertahanan Lexa sekarang.

---

[REUPLOAD]; The Billionaire's JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang