Bab 14

29.2K 2.7K 305
                                    

Oke, pegang rahang masing2. Saya takutnya kalian yang baca bakal cengar cengir kayak saya yang nulis.

Happy reading :D

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Aku menatap wanita yang tengah berdiri sambil menatap sinis padaku itu takut-takut. Dari caranya memandangku, apa yang kulakukan ini tampaknya sulit untuk dimaafkan.

"Dia baru kali ini kok keluar tanpa saya, Tante." Ata melangkah dan berdiri di sebelahku. "Karena kebetulan juga hari ini saya mau tidur seharian karena capek, jadi daripada dia sendirian lebih baik dia pergi sesekali dengan teman-temannya."

Aku berdiri dengan canggung. Ingin rasanya mencium tangan wanita itu sebagai bentuk penghormatan, tapi tatapan tajamnya membuatku merasa serba salah.

"Kamu masih ingat kan sama tante Ratna?" tanya Ata seraya menoleh kepadaku. "Itu lho, adik iparnya Papa."

Kuanggukkan kepala lalu berkata pelan, "Masih ingat kok." Siapa yang akan lupa dengan tante-tante yang penuh aturan ini.

Tante Ratna mendengus keras. Kuberanikan diri untuk maju dan meraih tangannya. "Tante gimana kabarnya? Sehat?" tanyaku setelah selesai mencium tangannya.

"Kamu bisa lihat sendiri kan bagaimana keadaan saya sekarang," jawabnya ketus. "Tidak perlu berbasa-basi. Sekarang coba lihat apa yang kamu lakukan. Suami kamu mengangkat jemuran seorang diri karena kamu tidak ada di rumah. Begitu tugas seorang istri?" tunjuknya pada keranjang pakaian yang tadi dibawa Ata.

"Maafkan saya, Tante," ucapku yang sudah tidak tahu harus mengucapkan apa lagi sebagai bentuk pembelaan diri.

Saat aku merasa berada dalam kondisi serba salah seperti saat ini, seseorang lainnya muncul dan bergabung bersama kami.

"Wah rame ya di sini." Seorang pria tampan dengan senyum ramah muncul dari arah belakang tante Ratna. "Ini istri kamu, Thaf?" tanyanya pada Ata.

Ata mengangguk pada pria itu lalu menoleh padaku. "Ini mas Risyad, sepupuku yang waktu pernikahan kita dulu tidak sempat hadir," jelasnya. "Mas ini istriku," ujarnya memperkenalkan kami.

"Lebih cantik dari yang di foto ya," ucap pria itu dengan senyum jail yang membuat tante Ratna melotot.

"Kamu tidak usah menggoda istri orang, cukup bawakan Mama calon menantu saja," kata tante Ratna ketus.

Oh, jadi mas Risyad ini anaknya tante Ratna. Aku diam mengamati interaksi ibu dan anak itu.

"Sabar, Ma." Mas Risyad menatap ibunya dengan wajah lelah. "Nanti kalau sudah waktunya pasti aku bawa ke Mama kok."

"Emm... Tante sama Mas mau minum apa, biar saya buatkan?" tanyaku yang mendadak merasa tolol karena baru menanyakan hal itu sekarang.

"Tidak perlu," jawab tante Ratna sinis. "Suami kamu sudah menyiapkannya untuk kami tadi."

Aku kembali mengunci mulutku. Kesalahan besar jika mencoba mengeluarkan suara saat ini.

"Ma, kalau Mama capek kita istirahat saja di sebelah. Dari tadi bawannya mau marah-marah melulu."

Tante Ratna menatap anaknya dengan wajah kesal, tapi tak berlangsung lama sebelum ia kembali menoleh ke arahku dan Ata lagi. Siap melontarkan bomnya.

"Sebaiknya kita duduk di dalam saja, Tan, berdiri seperti ini bikin Tante tambah capek." Ata tiba-tiba menyuarakan pendapatnya.

"Tante masih fit, masih sama seperti dulu. Kalian berdua terlalu meremehkan," katanya pada anak dan keponakannya itu.Tapi meskipun berkata demikian, beliau akhirnya berbalik dan melangkah kembali menuju ruang tengah.

Jodoh Gak Kemana [Re-publish]Where stories live. Discover now