Penyesalan Terdalam - Bagian 1

3.6K 51 3
                                    

Aku mengistirahatkan punggungku pada sandaran kursi. Melepaskan sedikit penat. Rasanya sudah belasan jam aku duduk di kantor ini tapi pekerjaanku tak kunjung slesai. Akhir-akhir ini perusahaan yang kudirikan bersama dua sahabatku memang sedang mengalami krisis. Hampir setiap hari kami semua lembur.

Aku mengusap mukaku dengan tanganku. Seketika aku tertegun melihat dua benda berbentuk bulat yang terbuat dari keramik di atas meja kerjaku. Serupa tapi tak sama. Sama-sama berbentuk bulat seperti telur tapi satu telur masih utuh, mulus, dan satu telur lagi sudah tidak utuh. Aku tidak akan lupa pemberian siapa telur-telur itu.

Tanganku terulur mengambil telur keramik yang sudah retak di hampir seluruh sisinya, setelah dengan paksa kusatukan dengan perekat. Telur keramik itu berwarna dasar hitam dengan lukisan kincir angin Belanda yang dilukis dengan dominan cat emas. Ini adalah hadiah dari wanita terpenting dalam hidupku saat ulang tahunku yang ke 13. Ulang tahun terakhir yang ku rayakan bersamanya.

Waktu itu aku tak mengerti mengapa dia menghadiahkan benda berbentuk telur itu padaku. Di saat dia bisa membelikanku benda-benda mewah, tapi kenapa dia hanya menghadiahkan benda kecil berbentuk telur ini.

"Ini melambangkan kalau kau mempunyai kekuatan seperti telur, sayang."

Hanya itu yang dia katakan saat aku bertanya setelah pesta ulang tahunku. Bagaimana mungkin telur dijadikan lambang kekuatan? Bukankah telur itu mudah pecah? Apa itu berarti aku rapuh? Pertanyaan itu tak kunjung aku dapat jawabannya. Hingga suatu hari, di hari-hari terakhir hidupnya dia memintaku untuk selalu menjadi telur. Apakah dia ingin aku menjadi bulat dan rapuh? Segera kutolak mentah-mentah.

Flashback

"Evan sweetheart, Mama bukan ingin kau rapuh. Justru Mama ingin kau menjadi kuat seperti telur." Katanya lembut namun tegas. Meskipun aku tau dia sedang menahan sakit yang luar biasa, tapi dia selalu menyembunyikannya dengan senyuman cantiknya.

"Tapi Evan gak mau jadi telur, Mama!! Dia mudah pecah dan rapuh!!" Bentakku berkeras. Namun segera kusesali karna telah membentak Ibuku sendiri. Bukannya marah, Mama justru menanggapi dengan tertawa.

Kami sedang duduk di bangku taman di halaman belakang rumah Mama. Sebenarnya ini tidak boleh, karna Mama belum benar-benar sehat. Tapi dia berkeras melewatkan sore bersamaku di taman favoritnya. Tempat ini selalu menjadi tempat favoritku dan Mama di saat sore. Kami bisa menikmati matahari tenggelam sekaligus menikmati keindahan taman Mama. Mama sangat menyukai tanaman berbunga. Menurutnya bunga itu lambang wanita. Mama menanam dan merawat sendiri tanaman-tanaman ini. Kadang aku cemburu. Mama lebih perhatian pada tanamannya daripada aku.

"Memang kenapa kalau telur mudah pecah? Mudah pecah bukan berarti rapuh, Bebo."

"Mamksud Mama?"

"Telur itu melambangkan kekuatan dari dalam, sayang. Kamu tau, kalau telur bisa pecah dengan sendirinya jika ada yang memecahnya dari dalam?" Aku mengerutkan dahiku tanda masih tak mengerti. Mama mengambil tanganku dalam genggamannya. Tanpa menunggu jawabanku, Mama melanjutkan.

"Jika telur dipecah dari luar, misalnya kau yang memecahnya, berarti kau telah membunuh kehidupan di dalamnya. Tapi jika telur itu dipecah dari dalam, maka akan ada kehidupan baru."

"Apa sih maksud Mama? Evan masih tak mengerti."

Mama tersenyum dan dengan sabar melanjutkan "Apa yang kau pikirkan saat melihat kelahiran makhluk hidup?"

Kumiringkan kepalaku, berfikir keras. Aku mengangkat bahu "Emm... Hebat?" Jawabku yang terdengar seperti pertanyaan.

Senyum Mama semakin lebar. Oh Tuhan aku mau bertaruh dengan apa saja asal selalu bisa melihatnya tersenyum.

"THIS!! Itu poinnya." Katanya bersemangat. Dan membuatku semakin bingung.

"Maksud Mama, telur itu hebat?"

"Telur memang hebat, Bebo. Tapi bukan itu makna yang Mama mau kamu tau."

"Terus? Apa?" Aku semakin bingung saja.

"Mama mau hal-hal besar yang hebat dan luar biasa, selalu terjadi padamu, Sayang. Dan terjadi karena kekuatan dari dalam dirimu sendiri."

Sebenarnya aku masih tak mengerti. Tapi aku anggukkan kepalaku dan memberinya senyum terindahku. "Baiklah Mama, Evan janji!"

Flashback off

"Mama." Tak sadar aku menggumam. Aku sangat rindu padanya. Matahariku. Pusat duniaku. Aku sudah tak bisa berbagi segalanya lagi dengannya. Aku ingin dia tau, aku sudah sukses sekarang. Tapi aku tak bisa melihatnya tersenyum bangga padaku.

Tanganku kembali terulur mengambil keramik telur yang masih utuh. Mau tak mau mengingatkanku pada kejadian beberapa minggu lalu. Hari dimana untuk kesekiankalinya aku membuatnya menangis. Aku kembali menyakitinya. Kembali menyalahkannya atas penderitaan yang terjadi padaku. Ini salahku. Bukan salahnya.

Apakah aku puas menyakiti dan membuatnya menangis? Jawabannya 'iya'.  Tapi kenapa selalu ada sesuatu dalam hatiku yang ingin menjawabnya 'tidak'? Apakah aku menyesal? Entahlah. Selama ini Ageisa yang selalu ada untukku. Meskipun aku selalu mengacuhkannya, bahkan menyakitinya, dia tetap setia menemaniku. Tapi bayangan kejadian belasan tahun lalu selalu menutupi akal sehatku. Membuatku tidak bersikap yang tidak menyakitinya.

"Ageisa... Di mana dia?"

Sudah beberapa minggu ini aku tak mendengar kabar tentangnya. Dia juga tak datang ke kantorku. Apa dia masih marah? Tak biasanya dia marah selama ini. Apa dia sakit?

Ya Tuhan! Perasaan apa ini? Aku merindukannya saat ini. Aku butuh dia di sini. Naluriku mengatakan untuk mencarinya. Tapi egoku lebih besar dari naluriku.

"Ageisa... Di mana kau?"

"Aku merindukanmu."

Meskiku hanya relakan segalanya pergi

Hatiku tertinggal di sana

Ku minta kau kembalilah di hatiku

Kembalilah

Tak dapat kau artikan

Penyesalan untuk yang terdalam

Hanya untuk dirimu

Semua terucao di saat ku gundah

Penyesalan untuk yang terucap

Memilih tak berkata

Akhirnya ku butuh dirimu

(Penyesalan Terdalam - Geisha)

TBC

Semarang, Mei 2013

Assalamu'alaikum......

Hallo readers.... Akhirnya, setelah melakukan perenungan dan pertapaan saya putuskan untuk menTeruskanlah cerita yang beberapa waktu lalu aku sudah aku publish. Cerita ini bisa dibilang terusan dari cerita kemarin, tapi sebenernya saya buat one shoot. Saya belum pinter buat cerita bersambung yang bung nya sampai berbab-bab. hehehhe.

Sama seperti cerita yang terdahulu (aduh bahasa sayah), saya buat berdasarkan lagu. Jadi mungkin yaa lagu itu buat soundtrack dari cerita ini gitu. Meskipun seharusnya bikin cerita dulu, baru nentukan soundtrack. Tapi saya pengennya menentukan lagu dlu baru bikin cerita. Alasan aja sih, sebenernya biar gampang ngikutin cerita lagunya. xixixixi.

Samanya lagi, saya buat cerita ini di tengah-tengah nulis skripsi. Ternyata cara ini ampuh buat penyegaran pikiran karena tugas akhir atau skripsi. hehehe.

Baiklah, terimakasih buat pembaca yang sudah menyempatkan membaca cerita geje saya ini. Terimakasih juga buat dukungan pada saya untuk melanjutkan cerita ini, sehingga terlahirlah anak kedua saya ini (udah kayak pilgup.. hehe).

Maaf kalau tidak memuaskan para pembaca. Cerita saya masih jauh dari kata bagus. Jadi saya sangat mengharapkan kripik eh kritik dan saran dari para pembaca supaya saya bisa lebih baik lagi.

*peluk satu-satu*

*cium cibi-cibi*

-dc-

Cerita Cinta KitaKde žijí příběhy. Začni objevovat