Part 16

8.9K 476 5
                                    

Foto-foto itu jatuh di sekeliling kaki Shilla yang mematung, terpaku di tempatnya berdiri. Tangan Shilla gemetar karena perasaan itu, seolah ia tersengat di sekujur tubuhnya.

Ia benar-benar seperti patung untuk sesaat.

Otaknya masih belum mampu mencerna apa yang dilihatnya baru saja, tapi kedua matanya meyakinkannya akan kenyataan.

"Ify?" lirih Shilla, suaranya serak dan pelan

Cakka melihat perubahan dalam diri gadis itu, dan suara itu, baru kali ini ia mendengar Shilla bersuara seperti itu.

Begitu pelan, seolah tenaga untuk bicarapun ia tidak punya.

"Shilla..." Cakka menyebut nama itu sembari melangkah mendekati Shilla saat gadis itu sadar dan segera berjongkok untuk memungut foto-foto yang ia jatuhkan

"Maaf... maaf aku jatuhin... foto... ini."

Cakka sadar betul tangan Shilla gemetar hebat saat ia berusaha mengambil satu-persatu lembaran foto, membuatnya luput beberapa kali.

Cakka meraih kedua tangan itu, dan terkejut merasakan betapa dinginnya telapak tangan Shilla yang berkulit pucat itu.

Shilla berhenti, namun kepalanya menunduk. Tidak sama sekali menatap Cakka.

"Dengar..."

Sontak, Shilla menarik tangannya untuk menutup kedua kupingnya dengan telapak tangan. Ia tidak mau dengar apapun. Tidak satupun kata. Ia tidak mau.

Ia bahkan, tanpa sadar, memejamkan matanya kuat.

Jika ini mimpi... tolong bangunkan aku.

"Shilla..." Cakka meraih kedua tangan Shilla, hendak menariknya turun tapi Shilla menggeleng kuat dan semakin beringsut menjauhi Cakka.

"Gue mohon_"

"Jangan" Shilla menggeleng, menatap Cakka lemah, "Jangan katakan apapun"

Dan jangan menangis Shilla, jangan menangis. Jangan ada air mata.

"Kita harus ngomong." Putus Cakka

Tapi Shilla mengelak, ia beranjak berdiri kemudian melangkah cepat mengitari ruangan untuk meraih pintunya. Namun sebelum Shilla sempat membuka pintu itu, ia merasakan kedua bahunya dilingkupi sesuatu yang hangat.

Begitu nyaman, sampai Shilla tidak mampu bergerak.

"Stay." hanya itu yang dikatakan Cakka. Suaranya pelan dan lembut, begitu memohon di telinga Shilla.

Ada perang di benak Shilla. Perasaannya menyuruhnya pergi, karena mungkin saja hatinya akan diremukkan sampai hancur lebur jika ia tinggal.

Tapi pikirannya, menyuruhnya tinggal. Ia harus tahu semuanya. Ia harus tahu apa yang terjadi selama ini, apa yang tidak diketahuinya, dan... hubungan Cakka bersama Ify.

Perlahan, tangan Shilla melepas gagang pintu kamar Cakka dan Cakka mendesah lega melihat hal itu.

+++

Ify kembali pingsan saat ia baru saja beberapa langkah memasuki kamarnya. Untung ada Ayahnya yang dengan sigap segera membawa Ify ke kamarnya dengan susah payah, karena keadaan pria itu sendiri sedang tidak baik.

Ayah Ify tahu apa yang terjadi pada putrinya.

Cakka... lelaki itu, lelaki yang selama ini menyimpan hati putrinya, pagi-pagi benar datang ke rumah dan menjelaskan semuanya

"Shilla..."

"Ify?" Ayah Ify segera mendekati putrinya yang mulai bergerak, dahinya mengeluarkan titik-titik keringat.

SEASON TO REMEMBER (Book 1)Where stories live. Discover now