Sky for You

1K 110 13
                                    

"Bagaimana bisa kau merusak benda itu"

"Dasar anak tak berguna"

"Boneka rusak sepertimu tak pantas lagi mengikutiku"

Zora membuka matanya. mendapati warna putih langit-langit rumah sakit. Bau karbol samar memenuhi penciumannya. Petanda kamarnya baru saja selesai di pel.

Tiga hari sudah berlalu sejak ia bangun dari ruangan ICU. Sekarang ia sudah dipindahkan ke ruang VIP oleh ayahnya yang beruntung bekerja di rumah sakit tempat ia dirawat sekarang.

Lagi-lagi ia memimpikan hal itu. Sesuatu yang paling ia takuti di dunia ini kalau seandainya jadi kenyataan. Kepalanya lagi-lagi berdenyut pelan karena mengingatnya kembali. Apa yang akan dikatakan ibunya nanti ketika melihatnya tergeletak di ranjang rumah sakit ini? sampai sekarang wanita itu bahkan belum menemuinya sama sekali.

"Kau baik-baik saja?"

Ia menoleh ke samping ranjangnya. Arifi tengah berdiri di meja sebelahnya tengah meletakkan kantong plastik diatas meja. Menatapnya dengan wajah khawatir.

Cewek itu rajin sekali mengunjunginya. Masih saja cerewet membicarakan apa saja kepadanya. Meskipun ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun, jauh dalam lubuk hatinya ia sangat berterima kasih kepada cewek ini.

Sekaligus merasa bersalah. Sulit untuk menjelaskan bagaimana perasaannya saat ini.

Zora akhirnya memutuskan hanya mengangguk. Selain karena ia mulai agak kesulitan mengeluarkan suaranya, ia juga tak ingin Arifi tau kalau ia tak bisa menyanyi seperti dulu. Sekarang saja Arifi mulai khawatir karena ia tak kunjung mengeluarkan sepatah kata pun sejak pertama kali ia bangun waktu itu.

"Lagi-lagi kau nggak mengeluarkan sepatah kata pun. Kau masih bisa bicara kan. Plis katakan sesuatu'' desah Arifi menggenggam kedua tangannya. Terasa hangat, tapi entah kenapa membuat hatinya ngilu. Suasana berubah hening.

"Kenapa kau... begitu peduli padaku?" katanya akhirnya dengan patah-patah. Suaranya nyaris tak terdengar. "Padahal aku ...rusak" desisnya menunduk.

Arifi terdiam. Memikirkan sesuatu. Tiba-tiba ia menempelkan kedua tangannya ke pipi Zora, memposisikan wajahnya sejajar dengannya. Menatap cowok itu langsung ke matanya dengan wajah gusar.

"Jangan menganggap dirimu seolah robot Zet" serunya tegas. "Aku sudah dengar ceritanya dari Om Satria. Kau memang inti dari Skyru. Tapi kau bukan dia" tambahnya.

Zora membalas tatapan Arifi kosong. Ia bisa menemukan penjelasan melalui mata cewek itu. Sepertinya ayahnya telah membocorkan segalanya kepada cewek itu. Ia tak bisa lagi menyembunyikan masa lalunya sebagai boneka untuk proyek Skyru.

Dia tau apa maksud Arifi, tentu saja. Tapi seberapa pun ia ingin menjadi 'Zora Rukmana' tetap saja ibunya lebih menyayangi mahakaryanya bernama 'Skyru' daripada dirinya. Meskipun ia berusaha melakukan apapun supaya ibunya melihatnya, tapi wanita itu hanya mencintai usahanya. Bukan dirinya.
Mungkin akan lebih baik kalau ia betulan robot. Dengan begitu dia akan dicintai ibunya yang gila science itu.

"Maafkan aku" kata Arifi akhirnya melepaskan tangannya. "Suasananya berubah jelek gini. Haha..." katanya kikuk. Mukanya memerah menahan malu.

"Daripada kamu suram begitu, lebih baik kita keluar yuk. Tenang saja, Om Sat sudah ngasih izin sebelum kesini" katanya kemudian menyunggingkan senyum. "Kau bisa jalan? Atau perlu kuminta kursi roda ke perawat"

Zora menggeleng. Kemudian mencoba bangun, meraih tiang infus di dekatnya. Kemudian mencoba berdiri. Ia sedikit terhuyung, tapi Arifi dengan sigap mengapit lengannya supaya tidak jatuh. Zora menggigit bibirnya, menahan debaran jantungnya sendiri yang tiba-tiba saja bernyanyi. Ia menunduk tak berani menatap wajah cewek itu. Arifi kemudian menuntunnya pelan. Menuju taman rumah sakit, kemudian mendudukkannya di gazebo yang masih sepi.

Sky for YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang