5. My Princess's Back and Goes

26.5K 444 46
                                    

“Ferris! Ferris!”

Aku mendongakkan kepala, terdapat seorang gadis kecil sedang berada di depan pagar rumahnya. “Apa?” sahutku pelan.

“Sini deh!” katanya sambil melambaikan tangannya agar aku mendatanginya.

Aku menatapnya bingung. Kepalaku masih mendongak dari pagar rumah. Karena mendengar panggilan dia, aku langsung mengambil ember besar lalu menaruhnya tepat di bawah pagar rumahku. Karena aku masih kurang tinggi, aku pun berjinjit sambil mendongakan kepala. “Mau ngapain?” tanyaku.

“Kamunya kesini dong!”

Tanpa menyahut, aku langsung turun dari ember dan mengambil sepeda rodaku dari garasi rumah. Sebelumnya, aku menarik pagar dengan sekuat tenaga. Setelah terbuka cukup lebar untuk aku bisa keluar beserta sepeda roda duaku, aku langsung memasang helm sepeda yang selalu di taruh di stang sepeda dan mengayuhkan sepedaku mendekatinya. Dia masih berdiri dengan manis di depan pagarnya.

Senyumnya mengembang begitu melihat aku mengayuhkan sepeda mendekatinya.

“Ada apa?”

Senyumnya masih mengembang. Pipinya merona merah. “Main yuk.”

“Ayuk,” sahutku langsung. “Mau main apa?”

“Mama-mamaan dan Papa-papaan,” jawabnya.

Aku menatapnya bingung. Aku tidak menyukai permainan itu. “Main kejar-kejaran aja yuk,” ajakku.

Dia menggeleng, rambutnya yang sebahu ikut melambai-lambai. “Nggak mau. Nanti kalau aku yang jaga pasti nggak menang-menang. Kamu larinya cepet sih, apalagi kamu naik sepeda.”

“Yah, yaudah deh main Mama-mamaan,” jawabku. “Mau main dimana?”

“Taman biasa aja,” jawabnya sambil tersenyum senang karena aku mau mengikuti keinginannya.

“Yaudah yuk kesana.”

“Sebentar dong, aku bawa selimut dulu buat kita duduk disana. Aku juga harus bawa boneka buat anak-anakannya. Terus aku harus bawa masak-masakan biar nanti aku masak buat kamu.”

Entah mengapa aku senang mendengar dia ingin masak untuk aku, pokoknya aku senang kalau dia melakukan sesuatu untuk aku. Kali ini senyumku yang mengembang. “Yaudah cepat yah.”

Dia mengangguk semangat, lalu kembali masuk kedalam rumahnya. Aku menunggu sambil memainkan sepedaku, mengayuh-ayuh pedal ke belakang agar sepeda tidak berjalan. Tidak lama dia keluar sambil membawa boneka teddy bear sedang, dengan kain yang di taruh di dalam plastic yang isinya juga perlengkapan masak-masakan. “Yuk pergi.”

Aku mengangguk kemudian mulai mengayuh sepedaku.

“Ferris! Ferris ih!” katanya kesal.

Aku langsung menghentikan ayunan sepedaku dan menoleh kepadanya. Dia tampak cemberut, dan berhenti melangkah.

Karena aku tidak tahu apa yang terjadinya padanya, maka aku melangkahkan kakiku kembali ke arahnya. Aku memutar kembali. “Kenapa?” tanyaku setelah berhenti di hadapannya.

Dia tampak manyun, sepertinya dia ngambek padaku. “Kamu jangan cepet-cepet dong, aku kan nggak naik sepeda!”

“Habis kalau naik sepeda nggak bisa lambat-lambat sih,” kataku.

“Ih masa nggak bisa. Nggak jadi main deh!” ancamnya.

“Iyah iyah aku pelan-pelan, udah yuk berangkat ke taman lagi,” kataku. “Sini aku bawain plastiknya, kamu bawa boneka aja.”

Senyumnya kembali mengembang, pipinya tampak menggembul dengan rona merah menghiasinya. Aku ikut tersenyum kemudian mengambil plastic bawaan masak-masakan sekaligus selimut untuk alas disana. Aku kembali mengayunkan sepedaku dengan pelan.

L'amore è Dolce, Fuzelle!Where stories live. Discover now