BAB 2

2.1K 141 34
                                    

"Les, gue mau ngasih tau lo sesuatu," Adalah kalimat pertama yang diucapkan Kyla begitu ia duduk di sampingku.

"Hm, apa?" Aku tidak terlalu peduli karena kini tengah mencatat. Nada suara Kyla tampak serius, namun aku tak berminat untuk sekedar mengangkat kepala dari apa yang tengah aku kerjakan.

"Dengerin dulu, gue serius."

"Iya, gue tau. Ngomong aja, gue dengerin kok." ujarku acuh tak acuh.

Kyla tampak lelah menghadapiku yang seperti ini. Ia memperbaiki posisi duduknya dan menghela napas. "Ya udah, dengerin ya,"

Aku mengangguk. "Iya."

"Jangan kaget tapi," ia mewanti-wanti. Aku jadi penasaran, apa yang sebenarnya akan diucapkan Kyla sampai ia sebegitu waswasnya.

"Hm, ngomong aja."

Aku dengar ia menarik napas dengan kencang, seolah sedang memantapkan dirinya sendiri atas apa yang akan ia ucapkan nantinya. Dan hal itu membuatku semakin penasaran.

"Kemarin," dia menjeda dan kembali menarik napas. "Kemarin gue liat Ken jalan sama cewek."

Aku menghentikan pergerakan tanganku di atas kertas putih itu. Kepalaku secara otomatis mengarah pada Kyla. "Apa?" aku memastikan. Takut-takut jika aku salah dengar.

"Kemaren gue liat Ken jalan sama cewek." ucapnya sekali lagi.

Aku menatapnya menyelidik, memastikan apakah dia berbohong atau tidak. Tapi mata Kyla menyorot tegas, seolah menegaskan jika apa yang ia ucapkan memang sebuah kebenaran.

"Terus?" tanyaku berusaha tenang dan mengabaikan ucapan Kyla yang sebenarnya cukup mengusikku. Aku kembali melanjutkan catatanku.

"Terus?" tanya Kyla tidak percaya. "Ken jalan sama cewek lain, Alesha." Kyla terdengar menyabar-nyabarkan suranya.

"Ya kenapa emangnya kalo Ken jalan sama cewek?"

"Ken itu cowok lo, Alesha. Gimana kalo―"

Aku tahu ke mana arah pembicaraan Kyla. Untuk itu, aku menyela ucapan Kyla. "Mungkin aja itu saudara atau temennya Ken, kan?" aku tidak ingin pikiranku mengarah pada suatu yang negatif. Aku tahu Ken bagaimana. Dan dia tidak akan mungkin melakukan suatu hal yang nantinya dapat melukaiku.

"Tapi―"

"Udahlah, Kyl, jangan bikin gue berpikiran negatif. Gue enggak mau nantinya salah sangka dan malah bikin gue dan Ken―lo tau? Gue enggak mau kita salah paham gara-gara pikiran negatif gue dan malah bikin kita berantem."

Kyla tampak ingin protes, namun aku memberi sorot memperingatkan.

"Ya udah, terserah lo. Gue cuma ngasih tau." ucap Kyla dengan wajah cemberut. Ia lalu membuka buku tulisnya dan mulai mencatat.

Aku menatap kosong bolpoin di tanganku. Seketika aku malas melanjutkan catatan di buku tulisku. Pikiran mengenai apa yang baru saja dikemukakan oleh Kyla, cukup mendominasi kepalaku. Aku ingin tidak percaya, tapi aku tidak bisa menyangkal jika kepalaku terus memikirkan perihal itu. perihal Ken dan perempuan yang dikatakan oleh Kyla tadi.

Memang, itu bisa saja hanya teman atau saudara perempuan Ken. Tapi tidak biasanya Ken tidak mengabariku saat ia akan hang out bersama temannya. Dia memang tidak memiliki kewajiban untuk selalu memberiku kabar jika ia akan pergi. Tapi ini terlalu tidak biasa.

Atau mungkin ... Ken lupa mengabariku?

Iya, mungkin saja seperti itu. Aku tidak boleh berpikiran negatif. Ken pasti punya alasan kenapa sampai tidak mengabariku tentang itu.

Berfikir positif Alesha. Berpikir positif.

Aku mencoba memfokuskan pikiranku pada pelajaran yang tengah berlangsung. Sekuat tenaga aku mencoba menghilangkan pikiran negatifku mengenai Ken. Menghilangkan segala prasangka-prasangka buruk yang ada di otakku.

Namun, sekuat itu aku mencoba, sekuat itu pula pikiran tersebut terus bertahan di otakku. Apalagi saat ingat mengenai tingkah laku Ken yang semakin aneh belakangan ini.

Dia kembali sulit dihubungi, dan entah kenapa setiap dia bersamaku, lalu ada yang meneleponnya, Ken selalu mengangkat panggilan tersebut jauh-jauh dariku. Dia seolah menyembunyikan sesuatu, dan tak ingin aku tahu apa yang ia bicarakan. Padahal biasanya, dia cuek saja saat ada yang menelepon. Dia selalu mengangkat telepon di hadapanku. Tanpa ada yang ditutup-tutupi.

"Les, Les, Alesha." Aku mengerjapkan mataku ketika ada sebuat tangan yang melambai-lambai di depanku.

"Eh, kenapa?"

"Lo enggak pulang?" tanya Kyla. Perempuan itu sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. "Udah bel noh." Kyla menggerakkan dagunya, seolah menunjukkan bahwa bel pulang memang sudah berbunyi.

Aku melihat sekeliling kelas. Dan ternyata kelas sudah hampir kosong. Hanya ada aku, Kyla dan beberapa temanku yang lain.

Aku tersenyum malu ke arahnya. Kyla hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil berdecak. "Ngelamun mulu ya, lo."

"Pulang enggak?" tanya Kyla tak sabaran karena aku malah diam.

"Eh, iya." Aku buru-buru membereskan peralatan tulisku dan memasukkan ke dalam tas. Kyla sudah menungguku di depan pintu kelas.

"Lo pulang sama Ken?" tanya Kyla lagi setelah aku ada di hadapannya.

Aku menggeleng karena memang tidak pulang bersama Ken. Tadi Ken menghubungiku dan berkata jika dia tidak bisa mengantarku pulang karena dia sedang ada urusan.

"Ya udah, mau pulang bareng gue?" tawar Kyla.

"Kalo lo maksa." Aku nyengir yang dibalas Kyla dengan dengusan.

==BrokenPieces==

Broken Pieces | √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang