N

11.3K 712 3
                                    

Pertemuan kami dengan pria bernama Alex itu ternyata mempengaruhi suasana hati Mama. Belakangan ini Mama jadi lebih sering melamun dan tak ada gairah. Wajahnya lebih sering dihiasi kerutan, terutama di bagian dahi. Seperti saat ini, Mama tengah duduk di ruang makan dengan tangan kanan menopang pipinya sementara tangan kirinya menggenggam sebuah kartu nama yang diberikan Om Alex beberapa hari lalu.

"Ma. Mama kok nggak kerja, sih?" tanyaku sambil mengisi botol minumku dengan air dari dispenser. Mama melirikku sekilas.

"Mama ngambil cuti. Lagi males ke kantor." jawab wanita yang kucintai itu.

"Mama kenapa?" Aku duduk di sampingnya. Tanganku meremas tangan kiri Mama. Mama menggeleng pelan.

"Ya sudah. Aku berangkat kerja ya, Ma. Mama nggak usah masak soalnya aku mau beli makan dari luar aja." pamitku. Mama melambaikan tangannya sambil berusaha tersenyum.

***

Selama mengajar, pikiranku menari bebas. Kalau betul Om Alex itu adalah sahabat Papa, berarti aku punya kemungkinan untuk bertemu Papa, kan? Seperti apa ya Papa? Bagian wajahku yang mana yang mirip dengan Papa?

"Miss?" Kurasakan tanganku digoncang seseorang. Aku menghela napas.

"Yes, Will?" tanyaku.

"Miss, I'm here." kata William dengan senyumnya yang menggoda. Heee? Apa? senyumnya yang menggoda? Maksudku bukannya aku merasa senyum dia itu menggoda. Maksudku, dia tersenyum padaku dengan senyumnya yang biasa ia pakai untuk menggoda wanita-wanita lainnya. Nah, iya. Itu maksudku.

"I know. " alisku bertautan karena menanggapi pernyataannya yang membuatku bingung.

"Terus kenapa Miss ngelamunin saya?" O-Oh. Anak tengil ini... errrr.

"Seriously? You are over confident, Will."tukasku. Ia mengedikkan bahunya.

" Awww... You don't have to be embarrassed, dear Miss Mel. I know I'm handsome. " Aku memutar bola mataku.

"Oh yeah, whatever Will. Can you just do your exercise?" perintahku. Anak itu berdiri lalu menggeser bangkunya hingga benar-benar menempel dengan mejaku.

"What are you doing?" tanyaku heran.

"So you don't have to day dream about me. I'm right in front of you now." ia tersenyum lagi. "Mel, besok kamu ngajar?"

"Yes. Everyday. why?"
"Pulang jam 7?" tanyanya lagi. Aku mengangguk.

"Okay." Ia lalu menunduk untuk kembali mengerjakan latihan yang ku berikan. Aku menyipitkan mataku. Apa yang anak ini rencanakan sebetulnya? Senyumnya itu begitu mencurigakan

"Nih. Selesai." ia menyodorkan bukunya padaku. Aku memperhatikan tulisannya. Untuk ukuran anak laki-laki kuliahan, tulisannya terbilang rapi. Dan ajaibnya, tak banyak kesalahan dalam penulisannya. Hanya kadang ia lupa untuk menggunakan 'to be'.

"Good job. Here you go. You can go home now." ku berikan buku itu padanya. Anak tengil itu dengan sengaja menyentuh tanganku ketika mengambil bukunya. Mataku melotot padanya namun ia hanya tertawa kecil.

"Mel, you know what? I am going to make you love me." bisiknya. Aku merasakan wajahku memanas karena ulahnya. Kesal, malu, juga...eng... entahlah. Aku jadi merasa seperti anak SMA. Tidak. Pipiku tidak boleh merona. Apa-apaan ini. C'mon Mel! Anak ini masih ingusan. Dia bahkan belum lulus kuliah, belum kerja! Sedangkan kamu? Kamu itu usia matang. Kamu mau nungguin dia kerja? Yaelaaa, kamu bakal keburu tua, Mel!

"Jaga cara bicaramu, Will." akhirnya aku berkata setelah menenangkan diri.

"Mel, lihat saja nanti."

Not Always BlueNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ