3. Kevin

120K 6.1K 39
                                    

BAGIAN CERITA TERSEDIA: PROLOG (AWAL MULA) - PART 8, SISANYA DIHAPUS ACAK.

Pagi yang lain di kota New York. Kesibukkan dan rutinitas yang tak ada habisnya. Hari itu Indy dan Kevin memutuskan untuk berkeliling Central Park dalam rangka mengawali hari. Tak ada kegiatan istimewa yang mereka lakukan. Seperti Car Free Day jika di Jakarta. Bedanya kalau di Jakarta saat siang hari tak seorangpun sudi berjalan kaki di bawah terik matahari dan debu asap kendaraan bermotor. Jika di New York, trotoar tidak akan pernah sepi dengan pejalan kaki. Hari ini mereka sarapan di food truck yang ada di Central Park.

Saat ini mereka sedang duduk di kursi taman dibawah pohon rindang menikmati udara pagi yang menyenangkan. Tertawa dan sesekali menjahili satu sama lain sudah tidak asing bagi mereka berdua. Sangat bahagia.

"Kau ingat saat dulu di Jakarta, kita berdua tak pernah lupa memakai sunblock setiap kali pergi ke CFD?"

Kevin mengatakan itu dalam bahasa Inggris. Ia dan Indy sudah sepakat untuk berbahasa Inggris saat berkomunikasi selama di New York. Biar, sounds like New York-er sejati. Dalam konteks pekerja kerasnya.

"Ya, karena kau selalu mengeluh seperti wanita saat terpapar matahari." Kata Indy.

Kevin berdecak, "kau kan sudah tahu alasannya kenapa."

Tidak pernah sekalipun Kevin akan menggunakan motor di Jakarta saat siang hari. Dia bukannya takut hitam seperti orang Indonesia kebanyakan, tetapi Kevin tidak terlalu cocok dengan matahari tropis. Kulitnya bisa merah-merah seperti orang alergi jika tersengat matahari terlalu lama. Pria itu memiliki kontur wajah dewasa yang sangat menggoda, tubuh proporsional idaman para pria, dan pembawaan diri yang mengagumkan sekali. Tetapi sayang, kulitnya seperti bayi.

"Nah, disini kau pasti senang sekali tak perlu ribet membawa tabir surya kemana-mana kan?" tanya Indy.

"Ya, disini memang tidak sepanas Jakarta. Aku senang tinggal disini," jawab Kevin, "dan kabar baiknya lagi, tak ada tetangga atau orang nyinyir di NY kan?" Kevin tertawa.

"Ya, jika aku menciummu sekarang. Aku tidak akan di potret dan di posting di media sosial lalu dituntut dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan." Balas Indy.

Tak jauh dari posisi mereka, seseorang mendengarkan percakapan keduanya. Dahinya berkerut tidak suka saat mendengar gadis itu ingin mencium pria bernama Kevin itu. Pria itu menaikkan mata abu-abunya yang tajam untuk melihat kearah sepasang manusia itu. Tapi tidak terjadi apapun. Tidak ada adegan ciuman yang akan membuatnya mendidih sampai ke ubun-ubun.

Mereka mulai berbicara lagi.

"Oh, ya. Memangnya kau bernafsu sekali mencium kakak kembarmu sendiri?" jawab pria bernama Kevin itu.

Kalimat itu tak luput dari pendengaran pria yang sedari tadi mengawasi mereka. Ternyata selama ini dia telah salah paham. Selama ini gadis itu, Indy, tak pernah bersama dengan kekasihnya. Kevin, bukan kekasihnya. Pria itu saudara kembarnya. Kejutan yang menyenangkan. Setidaknya kini, tak ada yang akan terluka. Kevin jelas sudah tak lagi masuk dalam hitungannya

Pria itu meraih ponselnya, mencari nama kontak teratas dan memanggilnya.

"Thomas, lupakan rencana semalam," Howard menyeringai. Mata tajamnya cukup munjukkan ada keinginan menggebu akan sesuatu, "aku memiliki rencana lain yang lebih bagus."

---

Di sepanjang perjalanan pulang, orang-orang melihat Indy dan Kevin seolah mereka adalah sepasang kekasih yang sangat bahagia. Saling menempel satu sama lain seperti kembar siam. Bagi Indy dan Kevin hal seperti itu sudah biasa. Sejak masa sekolah, jika ada orang yang belum mengenal mereka pasti akan berpikiran begitu. Namun tak selalu dekat dan penuh kasih sayang, terkadang mereka juga bisa bertengkar sampai saling melempar barang.

Billion Dollar Bride (SELESAI)Where stories live. Discover now