Hujan dipergantian tahun

10.7K 685 30
                                    

Hujan, kau datang disaat semua orang sedang menyambut fase baru, dengan rintikmu yang terdengar lembut meski menyakiti setiap inchi tanah yang kau singgahi. Aku tak pernah heran jika melihatmu dan merasakanmu di malam ini, karena kau memang selalu datang disaat kebanyakan orang tak mau merasakanmu. Tapi disini, aku duduk hanya untuk mendengar rintikanmu, yang semakin manis kudengar dikesunyian jalan. Entah kenapa malam ini tak seperti malam pergantian tahun yang lalu. Sekarang terasa berbeda. Atau karena spekulasiku yang menyambut datangnya hujan dengan senang hati, namun seseorang yang kusukai malah sedih karena senjanya sedang dikalahkan oleh mendung hitam dan rintikan deras hujan.

Kemana laki-laki itu? apa dia sama-sama menghilang seperti halnya senja? apa dia sakit hati dengan hujan kesayanganku?
Kenapa kita jauh berbeda, kau diujung sana sedang menunggu senja, sedangkan aku disini sedang menunggu kedatangan hujan.

-Aisya POV-

"Hujan, menyebalkan sekali.."
Gerutu laki-laki yang seharian sedang bersamaku, oh tidak, bukan hanya denganku saja, tapi juga seluruh anggota paskibra sekolah. Dipenghujung pergantian tahun, kami berniat untuk makan bersama disebuah rumah makan lesehan. Tidak terasa ternyata sudah dua bulan aku menjadi anggota paskibra ini, dan nyatanya kegiatan ini tidak semenakutkan apa yang aku fikirkan sebelumnya, kecuali laki-laki berwajah dingin, Kak Syarif. Dan sekarang dia ada disamping Kak Arkhan yang sedang menggerutu karena turun hujan.

"Hujan itu rahmat dari Allah."
Sahut singkat Kak Syarif, yang membuat Kak Arkhan menoleh kearahnya.

"Lo tau nggak Rif, karena hujan, pulang kita jadi tertunda."
Jawabnya yang samar kudengar.

"Jangan nguping."
Ucap Kak Syarif tiba-tiba, aku yang mendengarnya saja heran, apallagi Kak Arkhan yang diajaknya berbicara. Bahasan kemana, jawabannya kemana.

"Aisya, jangaan nguping."
Ucap Kak Arkhan juga. Kenapaa dua orang itu sekarang jadi satu pemikiran, mungkin itu yang namanya tresno jalaran soko kulino, mungkin, mungkin saja. Kenapa tidak, seperti halnya seseorang akan sama menyukai makanan yang disukai orang lain jika mereka sering bersama-sama mencoba makanan itu.

Tapi tunggu... Kenapa tadi aku mendengar namaku disebut?
Oh tidak, aku merasa ada yang tidak beres sekarang.

Tubuhku yang sedang membelakangi mereka berdua sekarang kubalik dengan perlahan menghadap mereka. Dan betapa terkejutnya aku, ketika kedua orang itu sudah stay dibelakang dan memperhatikanku yang sedang menoleh kearah mereka. Ya Allah, tolong aku sekarang, buat mereka berdua kesirep dan berhenti memperhatikan kekonyolanku saat ini.

"Apa yang kamu lakukan?"
Tegur Kak Syarif langsung.

Aku hanya bisa ah-eh-ah-eh saja. Apa yang harus aku jawab? lagian tidak ada kegiatan yang aku lakukan tadi, lalu alasanku apa sekarang? menghitung rumput? sedangkan tempatnya berkeramik. Atau menghitung pasir? aah, kan tempatnya berkeramik. Atau menghitung jari kaki saja? alasan bodoh semua..

"Saya tanya sama kamu. Ngapain disitu? nguping?"
Kak Syarif kembali angkat bicara sebelum pertanyaannya yang tadi belum sempat aku jawab.

"ti...tidak, Kak."
Jawabku, laki-laki itu selalu berhasil mematahkan setiap persendianku dengan kalimatnya yang pedas seperti sambaladoo.

"Kalau tidak menguping, lalu apa yang kamu lakukan tadi?"
Tanyyanya terus. Apa laki-laki itu tidak mwmberiku jeda untuk berfikir mencari alasan.

"Sudah sudah, kenapa dipermasalahkan sih? gue pulang dulu sob, gue gak tahan pengen tidur dirumah kalo ujan gini."
Sela Kak Arkhan, duh terimakasih Kak sudah mau membebaskan aku dari mata intimidasi Kak Syarif.

"Baiklah, hati-hati."
Jawab Kak Syarif.

"Oke, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam warrahmatullah."
Jawabku dengan Kak Syarid bebarengan.

Mataku masih menjelajahi punggung yang mulai berjalan menjauh. Ternyata jarak kita hanya segini ya Kak..

"Kenapa masih disini?"
Suara laki-laki yang sekarang sudah ada disampingku, berhasil membangunkan lamunanku dan membuatku salah tingkah.

"Emm, nunggu jemputan Kak."
Jawabku sekenanya.

"Oh."
Dan laki-laki itu berlalu begitu saja.

Hanya OH? Ya Allah, semiris ini disinisin sama kakak senior.
Aku segera mengusir fikiran kesalku, dan membuangnya jauh-jauh, aku tidak mau terlalu berurusan dnegan laki-laki itu, yang ada malah aku yang disalahkan dan kalah.

Kulangkahkan kakiku kearah depan rumah makan, menyusuri jejak Kak Arkhan yang masih berbekas.

"Aisya, gak pulang?"
Tanya Alfa, teman baruku dikegiatan ini. Dia gadis cantik dan tinggi, sama seperti Ayla, pacar Kak Arkhan. Hanya saja Alfa tidak menyukai dunia permodelan, karena status sosialnya yang tidak memungkinkannya untuk terjun. Masuk kesekolah favorit itu saja sudah membuatnya bangga, apalagi dengan beasiswa yang dia dapat. Ya Allah, kenapa aku tidak bisa menjadi seperti Alfa, gadis yang mau menerima semuanya dengan ikhlas.

"Iya, masih nunggu dijemput. Kamu sendiri gak pulang?" Tanyaku.

"Iya pulang, ini aku bawa jas hujan."
Jawabnya dengan wajah sumringah sembari menunjukan jas hujan yang ada ditangannya.

"Naik sepeda Al?"
Tanyaku sedikit sangsi. Apa dia yakin menerobos hujan dengan sepeda dan jas hujan kreseknya.

"Iya, kenapa tidak? hitung-hitung sambil nikmatin hujan disore hari."
Jawabnya. Yang berhasil membuatku tersenyum simpul, iya ya.. Meski dengan hal sederhana saja, dia bisa menikmati hujan, yang ingin sekali aku jamah.
"Yasudah aku duluan ya Ais, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Gadis itu sudah hilang dengan sepedanya, menerobos hujan yang sedikit deras.

Aku kembali melangkahkan setengah perjalananku menuju depan tempat rumah makan itu. Duduk disebuah bangku dan siap menunggu jemputan ditengah hujan.

Ketika aku sudah terduduk, aroma tanah yang basah karena hujan tercium betul oleh hidungku. Rasanya ingin sekali aku lari di tengah-tengah hujan dan menari disana.

"Masih belum dijemput?"
Suara itu mengagetkanku. Apalagi tempat itu sudah mulai sepi dari pengunjung.

Tatapanku sekarang sudah tertuju pada laki-laki berjaket abu-abu yang sedang berdiri dengan tegapnya diseberangku.

"Be.. Belum Kak."
Jawabku, ketika yang aku lihat adalah Kak Syarif.

"Kenapa sejak tadi, nada suaramu selalu terbata-bata. Apa pita suaramu bermasalah?"
Tanyanya. Pita suara bermasalah? yang benar tingkahku yang bermasalah.

"Ti.. Tidak Kak. Hanya kaget."
Jawabku sekenanya. Dan laki-laki itu mengangkat alisnya sebelah.

"Mmm, Kak Syarif gak pulang?"
Tanyaku mulai menetralkan suara. Agar tidak terlihat salah tingkah.

"Sebentar lagi. Aku tidak mau pulang sebelum anggota paskibraku masih belum pulang. Aku tidak mau dianggap lepas dari tanggung jawab."
Jawabnya, kalau saja Kak Syarif berbicara itu dengan nada yang bersahabat, mungkin aku akan menyukainya. Tapi dia memang pantas menjadi ketua osis, rasa tanggung jawabnya tinggi.

"Dan hanya aku anggota yang belum pulang?"
Tanyaku yang pada kenyataannya memang tinggal aku yang belum pulang.

"Menurutmu?"
Tanyanya balik.

"Iya sih memang tinggal aku doang."
Jawabku lesu, kenapa juga Bunda belum jemput aku. Dan sekilas aku menemukan senyumnya, hanya sekilas.
"Maaf Kak, jadi merepotkanmu."
Tambahku.

"Tidak masalah, aku juga ingin menikmati hujan dipergantian tahun ini."
Jawabnya dengan nada yang lebih lembut dari sebelumnya.
Sembari melangkahkan kakinya ketempat duduk yang ada diteras tidak jauh dari pelataran, disisinya air hujan suudah mengguyur, dan laki-laki itu dengan santainya duduk dan memperhatikan rintik hujan yang melewatinya.

***

mulmed, Syarif ya guys..

Regards

Umi Masrifah

AISYA (COMPLETE)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum