Bab 7 - Reason

32K 1.9K 24
                                    

"Setiap hal di dunia ini pasti memiliki alasan. Walau itu hanya sebuah daun yang jatuh dari pohonnya, atau setetes embun yang jatuh dari daunnya, atau bahkan pelangi yang hanya muncul sebentar lalu menghilang. Hal sekecil apapun itu, pasti ada alasannya."
****

Afanin

Ketukan di pintu kamar mengagetkanku yang sedari tadi hanya duduk melamun.

"Wa, mereka sudah datang. Kamu sudah bersiap kan?"

Aku membuka pintu dan mendapati Umi tengah tersenyum kepadaku. "Ayo," ucapnya pelan menggenggam tanganku.

Aku mengangguk kaku. "Tanganmu dingin sekali. Kamu gugup?" Aku kembali mengangguk. Entah sejak kapan aku seperti orang bisu. Aku benar-benar gugup sekarang. Bagaimana aku harus menjelaskannya? Gelisah, takut, cemas, gugup, semuanya menjadi satu.

"Wa ...." Umi menyentuh pipiku, matanya memancarkan kasih sayang menatapku lembut, seketika hatiku menghangat. Ia tersenyum dan berkata semuanya akan baik-baik saja.

Aku pun tersenyum dan kembali mengangguk. Lalu berasama Umi menuju ruang tamu. Setelah beruluk salam, aku menyapa Pak Rafka. Tamu Abi tempo hari itu. Calon mertuaku. Dia nampak sudah tua, namun tetap terlihat berwibawa. Lalu beralih pada seorang laki-laki yang duduk di sampingnya. Saat tatapan kami bertemu aku membeku untuk sesaat.

Ku akui dia tampan, sangat. Tapi saat aku menatap matanya aku tak menemukan apa pun di sana. Matanya terlalu gelap dan dingin. Tidak ada keyakinan, cinta, ambisi, mimpi ataupun harapan dan aku tidak bisa melihat Engkau disana. Dan ... Astagfirulloh .... Aku segera menurunkan pandanganku dan memberinya salam. Lalu duduk di samping Umi.

Ta'aruf ini berjalan sebagaimana mestinya. Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya. Ia seperti tidak terlalu menyimak ta'aruf ini. Saat Abi menyuruhnya memperkenalkan diri, ia diam saja. Dan dari Ayahnya aku tahu dia memiliki kebiasaan buruk seperti itu.

"Maaf, ada yang sedang saya pikirkan," ucapnya.

Dia mengulurkan tangan dan menyebutkan namanya. Aku melakukan hal yang sama tanpa membalas uluran tangannya. Dia kembali menarik tangannya dan melipatnya di depan dada.

"Namamu rumit," komentarnya. Lalu Umi menjelaskan arti namaku dan arti namanya. Alfi Kamali Rafanda. Nama yang berarti seribu kesempurnaan dan kemakmuran. Yah kurasa dia memang sempurna dari segi fisik dan makmur dalam hal kekayaan. Tapi aku meragukan satu hal. Hal yang sejak tadi tidak aku temukan dalam dirinya.

Aku mengatakan nama panggilanku tapi dia memilih nama lain. "Aku akan memanggilmu Huriyah. Tidak masalah kan?" ucapnya.

Aku tersentak dengan pertanyaannya. Huriyah berarti bidadari syurga, dan nama panggilan itu mengingatkanku pada seseorang. Dia yang juga mengomentari namaku rumit. "Tak apa," jawabku pelan.

Kemudian ia bertanya apa aku sudah membaca profilnya. Aku mengangguk. Semalam aku sempat membaca profilnya yang dikirim oleh Ayahnya lewat email. Aku bersyukur saat mengetahui ia seorang muslim. Usianya terpaut tiga tahun denganku. Dan aku tahu satu hal bahwa ia seorang piatu. Ibunya meninggal sejak ia berumur 10 tahun. Dan sampai sekarang Pak Rafka belum pernah menikah lagi. Dia menyelesaikan S1 di London Business School jurusan managemen bisnis dan S2 di Wharton, Amerika. Ia menyelesaikan S2 nya saat umur 23 tahun dan setelah itu ia kembali ke Indonesia yang artinya ia sudah lima tahun di sini.

The Dearest [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now