Part 2 [END]

174 17 1
                                    

Cinta ... Jika hatimu sudah mampu mengetahui ketulusannya, kau tak akan berhenti mengejarnya bukan. Diva... Aku menyadarinya sekarang. Tulus itu sungguh membuatku ingin kembali padanya. Aku tahu pasti rasa yang Rangga simpan, tapi dia tidak akan memaksa Diva untuk menerimanya bukan?

Rangga, maafkan aku dan segala keegoisanku. Namun apa bisa dikata, aku pun mencintai Diva. Bukan salah siapa-siapa jika kami berdua mencintainya. Sampai kapan pun, aku akan selalu mempertahankannya. Entah bagaimana caranya, sekalipun harus mempertaruhkan nyawa.

Diva POV

Hari-hariku bersama Rafa menjadi berbeda. Aku merasa senang, tentunya. Namun, entah mengapa ada sesuatu yang mengganjal. Seperti ada yang salah, mungkin? Terlebih, Rangga seakan hilang dari kehidupanku. Dan kini, ia memiliki gelagat yang aneh. Rangga menjadi orang yang tertutup, tak bisa dihubungi lewat apapun.

Tak hanya Rangga, begitupun Rafa. Rafa kini menjadi lebih lembut dan tulus. Aku menyukainya, aku suka Rafa bisa memperlakukanku seperti yang aku impikan.

Pikiranku berputar tak tentu arah, mirip gerakan gelombang air dalam sebuah wadah. Aku merasa senang akan sikap Rafa sekarang, tapi disatu sisi yang lain, aku merasa bingung akan hilangnya Rangga.

Pagi ini, aku berjalan melewati koridor yang terasa lengang. Hawa sejuk menyelimuti kaitan udara yang berhembus menusuk kulit dalamku.

Srek...

Terasa aneh, mengapa aku merasa diawasi. Siapa yang mengikutiku? Aku sungguh takut saat ini, Rafa tak bersamaku saat ini. Tak ada perlindungan yang menjagaku...

Srek...

Aku mengalihkan pandangan ke belakang, "Siapa itu?" Teriakku dalam remangnya koridor ini.

Tidak ada siapa-siapa. Jantungku berdetak cepat. Aku takut, tapi juga penasaran. Aku melangkahkan kaki menuju arah suara berasal.

Tubuh ringanku seperti hanyut mengikuti arah angin. Aku merinding, bergidik ngeri setelah hampir sampai ke arah suara. Aura hitam serasa menyelimuti tempat itu. Aku mengakui bahwa diriku adalah seorang penakut, tapi entah mengapa aku memberanikan diri untuk mendekat.

Tuhan... Sungguh aku tak ingin melihat ketakutanku sendiri sekarang. Gila! Darimana asal keberanian ini.

Dengan langkah perlahan, semakin dekat dan mendekat...

Bugh...

Mata ini terasa tak mampu melihat keadaan, gelap... Sakitnya berhenti menguar saat terasa lunglai tubuh terjatuh membebani lantai dingin.

-

Aku membuka mataku dan melihat cahaya remang-remang menemaniku saat ini. Kosong. Tidak ada siapapun, yang ada hanyalah bohlam yang bersinar dengan malas-malasan.

Dimana ini? Aku merasa asing di tempat ini. Ya Tuhan, siapa yang membawaku ke sini?

Aku mencoba berdiri, tapi ternyata kakiku terikat tali. Begitu juga tanganku. Aku mencoba menggerakkannya, tapi tak berhasil.

"Siapapun, tolong aku," teriakku dengan suara sendu.

Aku takut. Sangat takut. Rafa, datanglah. Tolong aku, Rafa.

Ceklek.

Terdengar bunyi daun pintu yang terbuka, siapa dia?

"Kau sudah sadar Diva ku sayang." Begitu santainya pria misterius itu memanggilku 'sayang'.

Dia semakin mendekat ke arahku, menurunkan bagian wajahnya pada sinar bohlam kecil tersebut. Semakin terlihat---wajahnya---dia... Rangga.

"Rang....ga?" tanyaku kaget.

Astaga. Takdir macam apa ini? Mengapa Rangga menculikku?

"Iya, Diva. Aku Rangga, kembaran Rafa, pacarmu yang sangat kubenci itu," kata Rangga tersenyum sinis.

"Kenapa, Rangga?" Aku mulai terisak. Ya Tuhan, sebenarnya apa yang terjadi?

"Kau tahu, Rafa selalu menang dalam hal apapun. Termasuk perempuan. Dan kini, aku tak akan membiarkan Rafa menang lagi. Diva, kamu akan menjadi milikku sekarang."

Aku memasang wajah siaga saat Rangga mulai mendekat, lagi dan lagi. Rafa, datanglah dan tolong aku. Kumohon, Rafa.

Aku memutar balikkan otakku, memikirkan sejuta alasan agar Rangga menjauh.

"Asal kau tahu Ngga, Rafa sangat menyayangimu seperti dia menyayangiku,"

"Rasa sayang? Tidak. Tidak ada pernah ada rasa sayang untuk aku. Jika dia sayang, kenapa dia harus merebutmu?"

Aku terdiam mendengar pertanyaannya. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Aku terus mengharapkan Rafa untuk datang.

"Sekarang, saatnya kita bersama untuk hidup dalam keabadian, keabadian yang nyata," tambah Rangga dengan senyumnya.

Aku ketakutan. Oh Tuhan, kirimkanlah malaikat penolongmu untukku. Jantungku berdetak semakin cepat. Aku terus mengharapkan kehadiran Rafa untuk menyelamatkanku dari orang gila ini.

Rangga mengambil pisau tajam yang tergeletak di atas meja. Lalu, dia menyentuh tanganku dan meletakkan pisau itu tepat di atas nadiku. Dinginnya pisau terasa menusuk menembus kulitku.

"Tangan yang lembut, maaf sayang. Aku harus melakukan ini, aku ingin kamu menjadi milikku selamanya."

Dengan cepat Rangga menggoreskan pisaunya yang membuat darahku mengucur dengan deras. Perih. Semua harapanku seakan menjadi angan-angan. Kulihat Rangga ikut menggoreskan pisau ditangannya. Dia bunuh diri dan membunuhku.

BRAK!!

Pintu terbuka dengan paksa. Aku mencoba melihatnya dengan pandangan yang sudah mulai mengabur. "Diva!" hanya panggilan itu yang terdengar ditelingaku. Panggilan indah itu menjadi melodi terindah sebelum kematianku.

*The End*
16/01/2016

Love & ObsessionOnde histórias criam vida. Descubra agora