......

40 0 0
                                    

Dress Broken White dengan pallerine collar-nya itu nampak dengan pas membalut tubuh sedangnya. Gadis itu memang tak begitu gemuk dan tak terlalu kurus pula. Dengan surai coklat melampaui bahu yang diikat namun menyisakan anak rambut dikedua sisi wajah bulatnya itu, benar - benar membingkai si pemilik Almond itu dengan apik.
Namanya.....
Choi Jae Na.
Gadis berparas lumayan manis. Ia tak begitu cantik jika dibandingkan gadis - gadis cantik nan mempesona seperti mereka -milik prianya.
Dia juga tak secerdas dan se-serba bisa laiknya mereka. Dia adalah gadis biasa yang hanya menjanjikan ketulusan pada hati yang disandarinya -andai hati itu menyadari.
Choi Jae Na.
Putri kedua dari keluarga Choi itu juga bukanlah center of interest di lingkungannya. Dia hanyalah sosok gadis dengan tingkat IQ sedang yang hanya mampu melanjutkan pendidikan di tingkat ibukota. Dia bukan sang juara yang mampu mengenyam ilmu di bangku Oxford maupun Harvard.
Sekali lagi, Choi Jae Na hanyalah gadis biasa yang sama sekali tak cantik ataupun mempesona.
Slapp, brukk
Ia menutup buku sket-nya. Menghembuskan napas pendek, lalu menggapai ponsel pintar di sisi tubuhnya.
'Aku mengkhawatirkanmu.' cicitnya menatap wajah rupawan di layar ponselnya.
Dia prianya -mungkin.
Pemuda pemilik obsidian sendu yang beberapa tahun silam berhasil mencuri hatinya, hingga kini. Masih terlintas dalam benaknya betapa manisnya moment di senja pantai kala itu. Kala sang cassavona itu mengecup punggung tangannya lembut dengan kalimat cinta memabukkan. Ahh itu lama sekali. Mungkin hanya Jae Na yang ingat moment itu. Nyatanya pemuda yang masih dianggap prianya itu kini telah mengumbar kasih dengan puluhan wanita tanpa memberi kepastian jelas padanya.
Oh Tuhan, jangan salahkan pemuda itu. Dia bukanlah pria bodoh yang akan mengacuhkan wanita cantik nan cerdas yang mengelilinya demi Jae Na si gadis biasa yang tak ada seujung kuku jika dibandingkan dengan mereka.
Tess..
Satu bulir air matanya menitik pelan. Satu jam yang lalu ia menerima kabar pria itu tengah sakit.
Apa kabar dia?
Apa dia baik - baik saja sekarang?
Adakah yang merawatnya disana?
Dulu saat pria itu jatuh itu sakit, Jae Na akan marah sekali dengannya. Gadis itu akan mengoceh panjang lebar untuk menyembunyikan kekhawatirannya. Namun apalah daya Jae Na jika akhirnya pria itu tetap saja tahu jika ocehan itu hanya kamuflase-nya semata. Pria itu begitu hafal dengan Jae Na. Hingga akhirnya sebuah dekapan hangat akan dilayangkan pria itu padanya.
'Oppa baik - baik saja sayang.' dan itulah kalimat yang akan diucapkan prianya dengan kecupan hangat di puncak kepala sebagai penutupnya. Ahh, manisnya. Seuntai masa lalu.
Hatinya mulai gamang. Ingin hati menjenguk pria itu untuk memastikan keadaannya. Tapi mungkinkah?
Bukannya Jae Na takut sakit jika harus melihat adegan pria itu dengan wanita - wanitanya.
Jae Na hafal betul disaat seperti ini pasti banyak sekali wanita berdatangan padanya.
Tapi..
'Apa mereka merawatmu dengan baik?'
Gadis itu tertunduk.
Dia sudah kerap kali menjumpai moment seperti itu. Dan bukan hal itu yang dikhawatirkannya kini. Jae Na hanya takut prianya tak mengiginkan keberadaannya disana. Hanya itu yang ia takutkan.
Tess...tess...
Bulir air matanya semakin meluruh. Menganak sungai seiring lubang kesakitannya terbuka lebar. Sungguh, ia sudah kerap kali menjumpai rasa sakit ini. Dalam keluarga, lingkungan belajarnya dan bahkan sekarang hatinya. Entah kesalahan apa yang pernah diperbuatnya dimasa lalu, sampai ia harus mengalami ini.
Jae Na terisak samar. Sesenggukannya menguar, tangannya meremat erat kertas sket yang sengaja dilepas dari bukunya.
Gadis itu masih merasakan sakit, karena dia juga makhluk hidup yang berhati.
Gadis itu masih bisa menangis, karena dia juga sama seperti gadis pada umumnya.
Gadis itu masih bisa mengeluh, karena dia bukan batu yang hanya membisu saat kau mengukir di lapisan kerasnya.
Dia sama. Sama seperti dirimu.
Dia manusia.
Memiliki organ yang kau sebut hati.
Dia bukan batu yang tak merasakan apapun saat kau sakiti.
"Hikks." tangisnya memecah keheningan. Beriringan dengan lembutnya bayu menerpa ilalang dalam jingganya senja di ufuk sana.
Akan kepada siapa rasa lelahnya ia sandarkan, jika tak ada yang ingin menjadi sandarannya.
'Lee, bisakah kau ajarkan padaku bagaimana caranya bertahan?'
Damn.
Hatinya merindui prianya dengan amat sangat.
Ia biarkan rasanya menguat seiring tangisnya menjadi.
'Lee, aku masih....'

Andai mereka tahu
Saat gelak tawa itu tercipta, maka saat itulah aku benar - benar tak kuasa menahan kesakitanku

Note : Big thanks to Lee Donghae, sumber inspirasi dari berbagai macam tulisan absurd-ku dan menjadi tersangka(?) pelampiasanku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 04, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Choi Jae NaWhere stories live. Discover now