Menu 26: If

45.7K 3.7K 85
                                    

Kutatap bayanganku sendiri dicermin, aku sangat tidak ingin terdengar palsu tapi aku harus mengakui, aku sangat cantik hari ini, sampai-sampai sulit rasanya mempercayai aku bisa secantik ini.

Make-up natural tapi elegan ini ditangani sendiri oleh Kareen. Gaunnya amat pas dibadanku, sangat cocok dengan tiara hadiah seluruh staff Gold Feather. Aku belum bertemu Dewa sejak kemarin, aku penasaran apa reaksinya nanti.

Sentuhan emas dikelopak mataku membuatnya tampak lebih hidup dari biasanya, singkat kata, aku cukup layak untuk jadi pusat perhatian hari ini.

Kuremas-remas tanganku karena gugup, keringat dingin sudah membasahi telapaknya sejak tadi, meninggalkan jejak lengket yang mengganggu.

Jika aku saja segugup ini, bagaimana dengan Dewa?, memang sih ia jarang sekali tidak bisa menguasai diri bahkan disaat krusial sekalipun, tapi ia akan mengikatku nanti kan?, maksudku ia yang harus mengucapkan janji pernikahan.

"Maia?"

Badanku sedikit terlonjak karenanya. Suara Papi sedikit bergetar, ini sudah ketiga kalinya ia mengunjungiku.

"Kenapa pi?", duh, belum apa-apa aku sudah ingin menangis.

"Ada yang harus papi omongin..", Papi menggeret kursi kecil agar bisa duduk disebelahku.

"Iya?"

"Dulu waktu Papi sama Mami kamu nikah, kakek kamu-Ayah Mami kasih nasehat ini sama Mami, jadi Papi rasa nggak ada salahnya kalau Papi ngelakuin hal yang sama..", Papi tersenyum lembut.

Papi sangat gagah memakai setelan jas dan tatanan rambut yang rapih. Aku tidak berlebihan saat kubilang Papi sangat tampan.

"Oke, sure..", kurapihkan lipatan kecil didekat lutut.

"Dewa nggak sempurna, kamu juga sama, kalian nggak perlu sempurna. Tapi, kalau Dewa bisa buat kamu tertawa sekali, dan itu bikin kamu ingat hal itu berulang-ulang. Dan kalau dia mengakui kalau dia cuma manusia biasa yang bisa buat kesalahan kapanpun..Pertahankan dia dan kasih dia segala hal yang kamu bisa"

Ucapan Papi terhenti karena aku mengusap keringat yang ada dikeningnya, ia membisikkan kalimat terima kasih lalu kembali membuka suaranya.

"Dewa mungkin nggak akan menyadur puisi manapun, mungkin juga dia nggak akan terus-terusan ingat kamu setiap saat. Tapi, dia berencana untuk kasih kamu bagian dari dia yang jelas Dewa tau bisa kamu hancurkan dengan mudah, Papi nggak ragu lagi, pasti kamu lebih kenal Dewa ketimbang Papi, dia sangat tertutup, sangat menjaga teratorinya"

Kuanggukkan kepalaku cepat, hatiku menghangat saat mengingat hal itu.

"Jangan sakiti dia, jangan ubah dia, dan jangan mengharapkan hal yang mungkin nggak bisa dia penuhi. Jangan berspekulasi..Tersenyumlah saat dia buat kamu senang, tapi kamu juga boleh kok berteriak marah-marah sama dia kalau dia bikin kamu kesal. Jangan lupa untuk merindukan dia saat dia nggak ada disamping kamu", Papi menyelipkan helaian rambut kebelakang telingaku.

"Cintai dia sehebat mungkin saat masih ada cinta untuk dimiliki. Karena lelaki sempurna nggak akan pernah ada..Tapi, selalu ada pria terpantas untuk diri kamu, cuma milik kamu"

Tanpa sadar kuremas tangan Papi erat-erat karena terhenyak atas nasehat Papi tadi. Airmata sudah mengumpul dipelupuk mataku. Bukan, aku tidak sedih, aku sangat terharu Papi bisa mengucapkan nasehat yang tepat dan amat realistik untukku.

Perasaan gamang yang membalut pikiranku seketika hilang begitu saja. Aku lebih siap dari siapapun didunia ini.

"Makasih Pi..", ujarku sungguh-sungguh.

"Ayo, kita harus udah siap sebentar lagi"

Papi mengulurkan tangannya padaku. Detik itu juga aku berjanji, akan selalu menjadi anak perempuan manis Papi, tidak akan berubah sama sekali.

Sweet BlackoutWhere stories live. Discover now