51. Dylan dan Alana

9.7K 512 18
                                    





" Kau sangat menyayangi Alana lebih daripada aku. Aku tahu kau ingin menjaminnya seumur hidupmu, jika kau bisa, kan ?"

Dylan mengangguk dengan tatapan bingung.

"Kalau begitu....mengapa kau tidak menikah saja dengannya !!"

"Mas !! ?"

"Mas ?"

Dua pasang mata menatap ke arahku dengan ekspresi yang sama.

"Mas .. Alana itu adikku...bagaimana mungkin kau....?"

" Ya, tetapi dia adik angkatmu. Seperti yang kukatakan sejak awal, cintamu padanya sudah melebihi batas normal. Dan itu sangat kelihatan bagiku. Aku mengenalmu seperti mengenal telapak tanganku sendiri. Aku tahu kenapa kau kemarin menjadi pucat dan gelisah saat tahu Alana mabuk. Aku juga bisa memahami mengapa kau selalu menemukan cara untuk menjauhkan Al dari setiap lelaki yang mendekatinya. Karena kau tak mau dia menjadi milik orang lain...."

"Tapi itu karena aku ingin melindunginya, dia adikku..."

" Tetapi kelakuanmu bukan seperti seorang kakak kepada adiknya. Seorang kakak tidak mungkin menjadi mabuk berat karena adiknya berkencan dan mendatangi laki-laki yang dilihatnya dekat dengan adiknya, kemudian mengancam untuk membunuhnya...."

"Apa ??"

Alana terkejut, demikian juga dengan Dylan . Kemudian mereka saling barpandangan.

"Kau tidak akan sadar Dylan , karena waktu itu kau mabuk berat. Itukah cinta yang kau rasakan untuk Alana ? "

Dylan tidak menjawab, ia menundukkan pandangannya. Wajah sampai lehernya memerah.

"Dan Alana, kau juga . Selama kau mabuk semalam, kau telah mengatakan sesuatu yang selama ini kau pendam dalam hatimu. Daryl dan Ambar telah mendengarnya dan menceritakan kepadaku. Perasaanmu untuk Dylan , bukan perasaan seorang adik kepada kakak, tetapi lebih dari itu."

Sekarang Dylan yang memalingkan pandangannya ke arah Alana yang mendadak pucat..

"Sekarang kalian mengerti mengapa aku mengajak kalian bicara di tempat terpisah. Karena ini masalah pribadi kalian dan aku ingin kalian yang harus menyelesaikannya. Aku akan keluar dulu, dan kalian keluar dari kamar ini setelah menemukan sebuah solusi."

Aku berdiri dan menatap mereka, yang terlihat canggung dan malu-malu. Ah,  keduanya terlihat lucu... tanpa terasa aku tersenyum. Ya, lucu melihat tingkah mereka yang biasanya kompak dan ramai menjadi malu-malu seperti sekarang. Selain itu aku merasa lega karena tujuanku untuk membuka mata dan hati mereka sudah tersampaikan. Sekarang tinggal aku yang harus memberikan waktu dan ruang buat mereka berbicara.

" Bicaralah dengan jujur dan terbuka. Aku keluar dulu."

Setelah mengatakan itu, aku melangkah menuju pintu... tetapi aku teringat pembicaraanku dengan Papa di Jepang. Sebelum membuka pintu, aku berbalik

" Apapun yang kalian putuskan nanti, aku akan mendukung kalian. Papa dan Mama juga akan menerima apapun keputusan kalian, aku sudah berbicara banyak dengan mereka tentang hal ini. Jadi, kalian tidak perlu memikirkannya. Sekarang yang terpenting kalian berdua harus mengambil keputusan bukan karena emosi, tetapi karena hasil pemikiran kalian. Dylan , aku tahu... kau bisa memutuskan yang terbaik."

Setelah itu, aku kembali berbalik dan membuka pintu. Meninggalkan keduanya untuk melanjutkan apa yang sudah kumulai.

End of Pov.

FIREWhere stories live. Discover now