3

20.1K 879 3
                                    

Pain

Cecil yang mendengar suara Rilla langsung menyela,"Cello, kamu bilang? Jadi ini yang namanya Cello?"tanya Cecil memecah kebekuan suasana sambil mengamati Cello dengan tatapan seolah dia sedang menilai pria itu apakah layak atau tidak untuk Rilla..

"Lho Cello? Kebetulan sekali. Apa kamu baru datang atau sudah lama?"tanya Theo berusaha meredakan ketegangan yang ada,"Ah... Wanita itu pasti rekan bisnismu kan? Ternyata, kau memang semangat sekali bekerja, ya?"lanjut Theo yang pertama kali menyadari kalau Cello sedang bersama seorang wanita.

"Oh... Ini yang namanya Cello. Jadi ini yang kamu akui pacarmu. Benar, Rilla?"tanya Cecil lagi sambil terus mengamati Cello dengan cermat hingga membuat Cello gelisah.

Rilla mengangguk pelan,"Ya. Dia Cello. Tidak masalah kan?"tanya Rilla sambil melirik Cecil.

Cecil terdiam, dia kembali mengamati Cello perlahan tapi pasti."Aku mungkin jadi orang pertama yang dengan tegas mengatakan kalau aku tidak setuju, Rilla. Terserah Rissa atau Theo mau setuju atau tidak, atau bahkan Caroline dan James menyukainya. Yang pasti kali ini aku tidak menyukainya, Princess."ucap Cecil pelan sambil menyebutkan panggilan sayangnya untuk Rilla.

"Apa maksudnya ini?"tanya Cello bingung.

Theo langsung berdiri,"Maaf karena ketidaksopanan ini. Ini Cecil teman masa kecil kami dan tunangannya Dennis, kami kebetulan bertemu mereka tadi setelah sekian lama. Dan Cecil, seperti yang kamu ketahui, ini Cello, pacar Rilla, dan..."Theo menghentikan ucapannya saat matanya memandang ke arah Miranda,"Kalau boleh tahu, siapa nama wanita cantik disana agar kami semua bisa mengenalnya."lanjut Theo ramah.

Dennis mendekatkan bibirnya ke telinga Cecil,"Itu Miranda Volans, dan bohong besar kalau Theo mengatakan dia tidak mengenal wanita itu. Aku berani bersumpah kalau mereka sudah pernah bertemu lebih dari sekali di acara rumah lelang."bisik Dennis benar-benar pelan sehingga yang dapat mendengarnya hanya Cecil seorang.

"Dia Miranda Volans... Klienku."jelas Cello enggan sambil melirik Miranda yang tersenyum anggun, sekaligus mantan kekasihku...lanjut Cello dalam hati. Dan Cello sama sekali tidak berniat memberitahukan fakta itu pada Rilla di depan banyak orang.

Rilla memandang Miranda dengan tatapan menyelidik, Wanita yang terlalu cantik dan dia benar-benar menarik. Aku yakin kalau Cello pasti tertarik padanya...bisik hati kecil Rilla.

"Permisi..."ujar seorang pelayan yang ternyata mengantarkan makanan untuk Miranda dan Cello.

"Kamu belum makan?"tanya Rilla lembut pada Cello yang kini berdiri di hadapannya.

Cello menggeleng pelan,"Belum."

"Makanlah... Kami juga akan segera pergi. Maaf sudah mengganggu makan malam kalian."ujar Cecil datar.

"Tunggu!"tukas Cello sambil menarik tangan Rilla,"Bisakah kalian tinggal sebentar lagi?"tanya Cello yang lebih ditujukan pada Rilla.

"Begini saja... Apa semua pekerjaanmu sudah selesai?"tanya Theo cepat.

"Sudah. Kenapa?"ujar Cello balik bertanya.

Theo tersenyum, senyuman yang sanggup melelehkan gunung es sekalipun,"Kau dan Rilla pergi saja. Terserah kalian mau kemana. Urusan Miranda aku yang akan menanganinya. Aku yakin wanita cantik ini tidak akan keberatan kalau malam ini dia harus menghabiskan waktu bersamaku. Bagaimana?"usul Theo dengan kepercayaan diri begitu hebat. Dan itu memang sudah terbukti, tidak ada wanita yang menolak diajak Theo makan malam.

Cello melirik Miranda,"Sekali ini saja. Apa kau bisa?"tanya Cello sedikit memohon.

Miranda tersenyum pada Theo,"Tidak masalah. Lagipula siapa sih yang tidak bersedia diantar pulang oleh laki-laki setampan dia."sahut Miranda ramah.

Love Between UsWhere stories live. Discover now