BAB 4

38.5K 2.9K 83
                                    


"Lo ngapain monyong-monyong gitu."

Suaranya terdengar lebih dingin dari biasa, mungkin efek serak dari batuknya. Tasha yang awalnya duduk diteras didepan kelasnya, sambil nyender ke sapunya langsung berdiri tegak. Matanya mengerjap, dan kemudian pipinya digembungkan. Kalau sebagian orang mungkin mereka bakal kelihatan menjijikan.

Tapi Natasha kayak Nemo, kayak ikan kembung.

Efek dari muka bulatnya dan matanya mungkin yang membuat perempuan itu malah keliatan kayak bocah playgroup. Apalagi badannya cebol gitu, kata Basel dalam hatinya sambil ketawa jahat.

"Capek abisnya," suaranya terdengar seperti bisikan, tapi Basel bisa denger dengan jelas.

Basel menaikkan alisnya. "Apa? Lo bilang capek? Ga jelas gue dengernya"

Dan seperti dugaannya, Tasha langsung menggeleng heboh sendiri.

"Engga Kak bukan capek! Aku tuh lagi latihan bersiul aja," dustanya―beneran goblok kayaknya, soalnya orang dari radius satu kilo juga bisa liat itu monyong bete bukan monyong mau siul-siul. Dan seolah-olah lagi mau bikin dia yakin, Natasha mencobanya. Dan kemudian saat gagal dia meringis. "Tapi gagal mulu."

Pengennya dia jawab kasar lagi atau gimana, tapi ngeliat anak yang ngerjain tugas dia pagi-pagi dengan sangat baik―asumsinya. Dia berubah jadi sedikit gak tega. Pada akhirnya Basel mengangguk-angguk sok percaya.

Dan kemudian hening diantara mereka tercipta, sementara Basel sama sekali gak terganggu, Natasha nampaknya keganggu. Perempuan itu membuang mukanya pas ditatap Basel, kemudian tiba-tiba tangannya keangkat, mau ngegaruk kepalanya―mungkin.

Tapi sebelum tangan itu terangkat mau ngegaruk kepalanya, keburu Basel tahan. Alis kanan Basel terangkat dan dia kemudian menunjuk tangan Tasha dengan dagunya. "Kotor."

Mungkin karena efek coolnya dia―omongan Ilham bukan dia sumpah, muka Tasha malah memerah dengan heboh dan kemudian dia menarik tangannya cepat. Dan dengan gagap ngomong. "O-oh iya, sa-saya mau balik ke kelas. Sekalian...sekalian cuci tangan, dah Kak!"

Tasha melempar sapunya kearah dia dan kemudian ngacir kabur.

Meninggalkan Basel yang tertawa kecil, anak aneh.



"GAESSS AKU DIKERJAIN LAGIKAN ANJAASSS MARA BANGETTT."

Lolongan kecewek-cewekan dia terdengar menggema dibagian belakang kelasnya, beberapa orang yang duduk didepan ngeliatin meja dia-Agung-Tiana-Dion, tapi gak ada satupun yang berani nanya ke dia. Efek mata iblis Tiana yang menghalau tiap kepoers mungkin.

Dia menenggelamkan mukanya diatas meja―dia perasaan makin demen gini sejak kenal Kak Basel. Dan kemudian menjerit dulu beberapa kali sebelum duduk tegak dengan muka datar.

"Anjasanjasanjasanjasanjasanjas kok aku sial sih!" gerutu Tasha.

Tiana yang duduk disebelah dia langsung nepuk-nepuk bahunya. "Duh, sabar ya beb. Lo padahal beruntung, udah dikasih emot senyum sama Kak Basel, dapet LINEnya, pagi-pagi dah dipegang-pegang, irikaaan gue jadinya!"

Mata Tasha melotot ala Suzana. "Apa kamu bilang?"

"Lo-Sangat-Beruntung."

"HEH SATAN YA, AKU TUH GAK BERUNTUNG. KAMAR AJA SETAON SEKALI DIBERESIN INI AKU NYAPU BUAT NGEGANTIIN PIKET ORANG."

"Udah udah jangan berantem kenapa," kata Dion yang paling kalem menengahi, teman sebangku Agung itu sekarang menyender di dinding, dengan muka sok iye dia mengangguk. "Tapi butuh gue akuin untuk ukuran seorang cewek di SMA ini, lo sangat beruntung."

Basel & TashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang