Otherside of Kanketsu-hen Yorozuya yo Eien Nare (Gintoki X Reader)

1.8K 103 14
                                    

Siang dengan panas terik itu, kami berdua melangkah bersama menuju pemakaman. Aku menggenggam tangan mungilnya karena khawatir ia tersandung dan terjatuh.

"Okaachan, apa otouchan sudah meninggal?" tanya anak laki-laki berusia lima tahun itu polos.

Aku menatap buah hatiku itu dengan lembut dan menggeleng sambil tersenyum.

"Hmm, otouchan masih hidup. Okaachan percaya itu," aku menepuk kepala putih yang diturunkan dari gen ayahnya itu.

"Okaachan bilang kita akan bicara dengan otouchan, tapi kenapa malah ke pemakaman?" manik merahnya menatap penuh tanya kearahku. Ya, anak ini memang sangat mirip dengan ayahnya.

"Di sana memang ada batu nisan otouchan, tapi otouchan belum meninggal. Kita kesana hanya karena kita merindukan otouchan dan ingin bicara padanya."

"Ee?" ekspresinya yang kebingungan membuatku tak bisa menahan tawa.

"Fufufu, Gin-chan akan mengerti nanti. Ayo, katanya Otose-bachan juga ke makam otouchan hari ini. Siapa tau kita bisa bertemu dengannya."

Mata bocah kecil itu berbinar. Mungkin ia merindukan sosok Otose-san yang sudah seperti nenek untuknya itu. Dalam perjalanan, kenanganku kembali berkeliaran ke masa lalu di mana aku masih bisa melihat senyum lebar suamiku yang saat ini entah di mana.

Kami berpapasan dengan Otose-san yang baru saja dari pemakaman di tengah jalan. Wanita baya itu bercakap-cakap dengan Ginnosuke dengan lembutnya. Berbeda sekali dengan imej yang sebelumnya selalu suamiku ceritakan.

"Na, (Y/N). Kenapa kau memakai selendang di tengah hari seperti ini? Kau tidak kepanasan?" tanya Otose-san yang kini beralih kepadaku.

"Ah, ini? Tidak, aku hanya ingin memakainya saja. Kemaren aku potong rambut dan ada sedikit kesalahan potongan. Jadi aku ingin menutupinya karena malu," jawabku.

"Hah? Salah potong? Kau bercanda, kan? Padahal rambutmu sangat indah. Hitam lurus, panjang dan lembut seperti itu. Salon mana yang memotongnya? Biar aku tuntut mereka."

"Mou, ii yo, Otose-san. Nanti bisa tumbuh lagi. Ja, kami pergi dulu. Mata ne, Otose-san."

"A, aa. Mata ne, (Y/N). Ginnosuke-chan mo, mata ne."

"Mata ne~~~" bocah kesayanganku itu melambaikan tangannya kepada Otose-san.

Aku sedikit merasa bersalah karena telah berbohong kepada Otose-san mengenai selendang ini. Bagaimana pun, aku tak ingin wanita baik hati itu khawatir.

Kami sampai pada tangga menuju pemakaman lima menit kemudian. Ginnosuke berlari mendahuluiku mendaki anak tangga itu.

"Gin-chan, hati-hati. Kau bisa jatuh." seruku sambil mengejarnya.

Ketika hampir tiba ke puncak tangga, angin musim panas bertiup kencang dan hampir menerbangkan selendangku. Saat aku berusaha menahannya, aku menyadari dua sosok tak di kenal melewatiku.

Aku menatap punggung kedua pria yang menuruni tangga itu. Seorang dari mereka yang berambut putih tengah membopong temannya yang menggunakan setelan jas hitam. Entah kenapa aku merasa getaran aneh ketika mereka melewatiku.

"Okaachan. Hayaku," bocah manik merah itu memanggilku dari puncak tangga dengan cerianya.

"Hai. Matte ne."

Sesampainya aku di pemakaman, aku kembali membimbing tangan Ginnosuke menuju nisan tujuan kami agar ia tidak berlari mendahuluiku lagi. Kami berjalan bersama lalu berhenti di depan sebuah nisan granit yang berukirkan nama orang yang kami rindukan itu, Sakata Gintoki.

Gintama Oneshot CollectionWhere stories live. Discover now