#8 . Lius yang Hanya Mimpi

7.8K 591 13
                                    


"Ketika orang yang kamu cintai, juga mencintai kamu .... maka itulah sebuah keajaiban"

Mataku terhenti pada sepenggal kalimat itu. Seingatku aku tidak sedang membaca kisah roman kacangan, tidak juga sebuah mimpi berkedok cerita fiksi. Aku sedang membaca diktat kuliah untuk bahan kuis minggu ini. Bagaimana bisa kata-kata segombal ini ada di diktat kuliah anak psikologi? God must be kidding me. But .. wait. Kata-kata ini sebenarnya bukan gombal, kalimat ini mengatakan kejujuran.

Mendadak aku teringat kembali pada sebuah kisah cinta bodoh yang kualami pertama kalinya. Di mana aku merasakan sakit dan bahagia di detik yang sama. Bodoh dan terdengar tidak mungkin memang, tapi itulah kenyataannya.

Namanya Lius, senior di koran sekolah tempatku mengisi kegiatan di kampus. Pertama kali melihat Lius, aku tahu bahwa dia bukan orang biasa. I mean, sorot matanya, caranya bicara, jalan pikirannya, semua hal tentang dirinya tidak seperti orang kebanyakan. Lius adalah bunglon yang mampu menyesuaikan diri dengan cepat pada setiap lingkungan yang didatanginya.

Termasuk beradaptasi dengan cepat setiap kali ada di sampingku.

Entah bagaimana caranya Lius bisa berubah menjadi begitu hebat acap kali kami sedang berdiskusi bersama. Selalu ada hal-hal kecil pada dirinya yang membuatku terbius. "Kadang kita perlu sebuah judul yang membuat geger supaya orang-orang mau menggali informasi lebih dan lebih lagi dari semua artikel yang naik cetak," begitu caranya memprotes sebuah judul artikel yang kuajukan beberapa bulan yang lalu. Matanya beradupandang dengan mataku, namun aku tidak takut. Aku menatap, menyelam, menyusup jauh ke dalam kehitaman matanya.

Dan aku terjebak.

Selalu.

Lius dengan segala kesempurnaannya di mataku telah menjebakku pada sebuah perangkap hebat bernama angan. Boro-boro bisa jadi kenangan. Segalanya harus menguap perlahan. Karena Lius sudah punya seseorang yang bisa jadi sandaran. Ya, perempuan.

Kalian pernah membayangkan sakitnya harus menatap orang yang kita cintai menggenggam tangan orang lain bukan kalian? Jangan pernah dibayangkan! Sakitnya bahkan tidak bisa digambarkan. Lebih lagi ketika kemudian aku menemukan fakta bahwa perempuan itu jauh lebih hebat dari diriku.

Seseorang yang hebat karena bisa begitu pas bersanding dengan Lius.

Perempuan itu pintar, sederhana, dan cantik. Lebih lagi dia orang baik. Bersama Lius, dia bisa membuat sebuah dunia yang penuh dengan perdamaian – aku rasa. Siapakah aku ini harus merasa cemburu dengan perempuan sehebat dia?

Dan segalanya lebih sakit lagi. Menusuk. Menghujam. Tajam dan dalam.

Kini kenyataan yang menendangku ke udara bertemu lapisan demi lapisan ozon itu harus berhenti. Kesadaran mengumpul dalam benakku. Mungkin hingga detik ini keajaiban memang belum terjadi. Mungkin memang bukan dengan Lius keajaiban itu bisa terealisasi, tidak lagi hanya mimpi.

Percaya bahwa suatu saat nanti, pada masanya akan ada keajaiban di mana sebuah figur yang masuk ke hati akan merasakan hal yang sama dengan diri. Bahwa tangis memang harus berhenti agar tangan tak lagi sibuk menyeka pipi dan hari bisa terus berganti.

Siapakah aku? Lius yang mimpi. Sampai bertemu lagi, nanti.

***

Oktober 2014. 

SATU - Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang