Part 2

81 8 1
                                    

Enam tahun kemudian, setelah kepergian Fani, Rafli pindah ke kota Bandung untuk menekuni usahanya sebagai salah satu pemilik restoran yang sedang berkembang pesat
sekaligus meninggalkan segalanya tentang gadis itu. Rafli merintis usaha restoran yang dia bangun dari nol. Uangnya berasal dari tabungan yang dulu dia impikan untuk pre-wedding bersama Fani.

Restoran milik Rafli terletak di kawasan Dago, setiap harinya selalu ramai pengunjung. Pengunjungnya kebanyakan karyawan kantoran dan anak muda kelas mengah, apalagi saat jam makan siang dan sepulang kerja. Selain itu, di samping restorannya, Rafli membuka distro pakaian yang dijalaninya dengan salah satu temannya yang lulusan International Fashion Academy, Perancis. Distro itu menerusi side job lamanya karena hingga kini Rafli masih gemar mendesain gambar baju ketika mempunyai waktu luang. Temannya mengadaptasikan mode pakaian eropa dengan desain pakaian anak muda Bandung, sehingga desain-desain pakaiannya cukup berbeda dari distro-distro kebanyakan. Kabar baiknya juga, Bandung adalah salah satu kota berkembang yang mengkolaborasikan antara fashion dan musik. Itulah yang membuat distro miliknya juga tak kalah berkembang pesat dengan restorannya.

Sekarang Rafli sukses dengan kedua usahanya di tengah umurnya yang menginjak dua puluh enam tahun. Meskipun waktu terus berjalan, pada kenyataannya, Rafli belum benar-benar bisa melupakan Fani. Dia masih memikirkan kabar dan keadaan Fani. Tanpa gadis itu, dia tidak mungkin karirnya bisa menjadi seperti ini. Pria itu masih mencintai gadis yang mempunyai nama panjang Stefani Christiani tersebut.

Di suatu ketika, saat Rafli sangat merindukan Fani di tengah kesibukannya mengurus restoran, dia menulis puisi tentang cintanya terhadap gadis itu dan membacanya sesekali saat rindu bergerumul di dalam dadanya.

Doa tentang kita sudah terlalu sering kurapalkan.
Hingga mungkin Tuhan hampir bosan mendengar permohonan yang berulang kali kuucapkan.
Sejadah usang pemberianmu masih kusimpan, menjadi saksi bisu tentang percakapan malam.
Kuhidupi rinduku dengan rasa nyeri yang kupelihara hingga detik ini.

Cinta, akankah hadirmu memang benar ada di antara perbedaan namaNya?
Masihkah kau ingat pada pukul sepuluh pagi kau berdoa menggenggam salibmu?
Masih kuingat pada pukul dua dini hari, jemariku menggenggam tasbihku.
Masih sering kusebut nama panjangmu empat puluh satu kali, kemudian mengucap amin pada rakaat terakhir.

Hanya demi satu pengharapan iman; cinta kita dipersatukan.

Sekarang puisi itu tersimpan rapih di dalam dompetnya. Kertas yang menjadi bukti kesetiaannya untuk gadis itu terlipat pada selembar foto yang merekam senyum Fani.

***

Akhir tahun telah tiba, seperti biasa, Bandung pasti kebanjiran wisatawan pengendara plat nomer B yang liburan ke berbagai tempat, tak terkecuali Dago. Rafli enggan pulang ke Jakarta meskipun dia sangat merindukan keluarganya. Selepas kepergian Fani, Rafli memutuskan untuk kembali pulang ke rumahnya di daerah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Ibu dan ayah Rafli sangat senang sekali anaknya pulang ke rumah setelah sekian lama tidak pulang. Orang tuanya sebenarnya mengetahui peristiwa menyedihkan tersebut dari salah satu teman Rafli, tetapi mereka lebih memilih untuk tidak pernah membahasnya. Saat mengetahui Rafli sedang membangun usaha restorannya. Mereka hanya bisa mendukung dan mendoakan anak laki-lakinya itu.

Suasana siang di jalan Dago yang semakin meramai. Rafli mengendarai mobil Honda City-nya dengan kecepatan sedang seraya menikmati suasana sepanjang jalan tersebut. Udara Bandung yang segar membuatnya menurunkan kaca pintu kanan mobil. Rafli hendak menuju restorannya untuk memantau beberapa pegawai barunyanya daripada dia berdiam diri di rumahnya. Sebagai bos, tentunya dia memiliki tanggung jawab untuk mengontrol keadaan restoran. Dia tidak ingin ada kejadian memalukan yang terjadi di saat restoran sedang ramai.

Di Ujung JalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang