2. Garis 'cinta' yang berbeda

112K 7.1K 845
                                    

A/N: Dicerita ini saya banyak belajar semua genre, termasuk teen fiction. Terakhir saya bikin tulisan anak SMA itu, waktu masih SMA dan itu sudah bertahun tahun yang lalu:D jadi ... kalau tulisan anak SMA saya nggak sehebat penulis remaja lainnya, maafkan ya:D

****

Selama dua puluh lima menit perjalanan, sejak tadi Nimas hanya sibuk mendengarkan suara Rachel Platten yang muncul dari earphone dan merasuk menuju gendang telinganya dengan volume nyaris full. Sedangkan wajahnya terus menunduk menatapi ponsel, jemarinya asyik mengetikkan beberapa pesan untuk Arsen.

Nimas: Ayah cepat pulang, ya. Nimas bakal kangen Ayah!

Arsen: Sip Tuan Putri, tapi Ayah titip Bunda ya. Ingat pesan Ayah, selalu nurut kata Bunda.

Nimas: Hm ... safe flight, ya, Ayah. I love you daddy! Mwah:*

Sedangkan Ayla, yang sejak tadi duduk di kursi kemudi-menatap Nimas dengan kesal. Semua yang dia ucapkan sepanjang perjalanan, ternyata tidak didengarkan oleh Nimas.

"Nimas, kamu dengerin Bunda nggak sih?" Karena jengah, Ayla langsung menarik earphone dari telinga Nimas.

Nimas menyentuh telinga kirinya-yang terasa pedih. "Iya Bunda, Nimas denger kok," ucap Nimas dengan wajah tanpa dosa.

Mobil yang dikendarai Ayla sudah berhenti tepat di depan gerbang sekolahan Nimas. Ayla menyilangkan tangan di dada sambil merubah posisi duduk, agar bisa melihat Nimas saksama. "Kalau gitu, coba ulangi apa yang Bunda bilang tadi?"

Bola mata Nimas melirik ke atas, tampak berpikir. Dan akhirnya Nimas hanya terdiam lama. Dia tidak tahu apa yang Ayla bicarakan sejak tadi, akibat mendengarkan musik dengan volume tinggi.

Nimas tahu kebiasaan buruk Ayla setiap pagi, setiap kali mengantar Nimas ke sekolah. Ayla selalu menggumel sana-sini, tiada henti. Dan kuping Nimas pasti akan terasa panas.

Menarik napas dalam-dalam hinggga dadanya mengempis, Ayla berusaha setenang mungkin dalam bersikap. Dia tidak ingin emosinya tidak terkontrol-setiap menghadapi tingkah laku Nimas. "Bunda bilang, kamu jangan pernah bolos sekolah lagi. Bunda nggak mau ada dengar kabar buruk tentang perkembangan kamu di sekolah. Mengerti? "

Nimas memutar bola mata jengkel; lalu melepas seat belt dari tubuh. "Iya, iya. Oh iya, nanti Bunda nggak perlu jemput Nimas sekolah. Karena Nimas mau kerja kelompok bareng Khanza."

Ayla mengernyit, menatap curiga. "Biar Bunda yang antar kamu ke rumahnya Khanza."

"Enggak, Bunda. Nimas bisa pergi bareng Khanza."

Ayla enggan menggubris perkataan Nimas, dia justru menatap lurus ke depan. "Bunda akan jemput kamu seperti biasa."

Nimas mendengus kesal, mulutnya mengeluarkan suara erangan. Menyerah, akhirnya Nimas ke luar dari dalam mobil dan membanting pintu kencang.

Nimas kembali mengetikkan sebuah pesan untuk Arsen.

Nimas: Bunda nyebelin!

Tak lama, pesan itu dibalas oleh Arsen.

Arsen: Kenapa lagi sayang?

Nimas: pokoknya Nimas benci sama Bunda, Bunda egois. Nggak pernah ngerti apa yang Nimas inginkan.

Arsen: ikuti aja kata Bunda, jangan ngebantah.

Nimas: Kalau Nimas kembali dilahirkan di dunia ini lagi. Nimas nggak akan mau dilahirin sama Bunda.

Sedangkan di tempat lain, Arsen memandang ponselnya dengan mata membeliak. Jantungnya terpompa cepat. Dia lebih memilih untuk tidak membalas pesan Nimas dan kembali menjejalkan ponselnya ke dalam saku celana.

PERFECT LOVE (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now