Kolong Ketiga Belas: Kenyataan

7.8K 1.2K 280
                                    

            Vian bungkam.

Dia hanya terdiam dan fokus dengan sesenggukannya. Dia hanya sedang kalut, hanya sedang galau karena nggak tahu apa yang ingin dia lakukan setelah ini. Dia terlalu terburu-buru dan nggak pikir panjang tadi ketika memutuskan untuk pergi ke tempat ini.

"Aku harus nyerah?" Vian sesenggukan.

"Jangan nyerah..." Zetta sudah memutuskan soal ini. Dia melangkah cepat ke arah Vian. Vian terpaku. Kepalanya menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Zetta berdiri di sebelahnya.

"Kenapa kamu di sini?!" Vian melongo.

"Aku udah ngikutin kamu dari awal."

"Kamu gila?!" Vian sadar kalau selama perjalanan ada seseorang yang mengawasinya. Bahkan sepertinya orang itu juga memiliki tujuan yang sama. Orang yang selalu pura-pura menoleh ke belakang tiap kali Vian berbalik.

Jadi dia adalah Zetta?

"Kenapa?" Vian bertanya dengan wajah malas, sedikit terkejut juga. Zetta melepaskan ranselnya, lalu melangkah ke arah Vian. Tangannya menyentuh bahu Vian, memaksa cowok bule itu untuk menatapnya.

"Ngapain kamu ke sini?!" Vian terusik. Zetta menyentuh kedua bahu Vian, lalu kedua tangannya menangkup pipi cowok bule tersebut.

"Aku asli orang sini. Mau aku ceritain sesuatu?" Zetta berbisik sambil tersenyum. Vian melongo. Matanya melotot. Bibirnya terbuka, tergagap hendak mengatakan sesuatu. Vian sepertinya pernah mendengar kalimat itu sebelumnya.

"Ka.. Kamu..."

"Bintang. Panggil aja gitu! Sesuka kamu aja. Mau denger nggak, nih?"

Vian tergagap.

"Aku nyerah. Ternyata bertahan buat bohongin kamu lebih lama bikin hatiku makin kacau, Vian...."

Vian melongo. Air mata sudah mengalir dari kedua matanya. Dia nggak percaya ini. Jadi selama ini, cowok yang berdiri di depannya yang sering dia hujat, yang selalu dia benci, yang membuatnya bete setengah mati adalah...

"Kamu sepupu Bintang!"

Zetta menggeleng.

"Maafin aku. Aku bohongin kamu..."

"Kenapa?! Kenapa, hah?!! Kamu belum puas bikin aku kacau, bikin aku sakit, sekarang kamu malah main-main sama hatiku?!!" Vian menjerit. Tangannya menarik kaos Zetta, lalu memukul rahang cowok itu lagi.

"Aku terpaksa!"

"Haha... kamu bisa ngomong kayak gitu setelah kamu tipu aku?!"

"Maaf..."

"Kamu penipu! Kamu pembohong! Kamu bukan Bintang!"

"Kamu pikir aku nggak sakit, Vian? Aku juga sakit!" Zetta, yang mungkin sekarang sudah jadi Bintang itu menjerit kencang. Dia memaksa Vian menatapnya dengan raut kacau.

"Kamu nipu aku!!"

"Kamu pikir aku baik-baik aja, Vian?!"

"Aku tertipu! Aku bodoh!"

"Aku juga sakit, Vian! Pertama kalinya aku lihat kamu, kamu tahu apa yang terlintas di otakku?"

Vian bungkam. Air mata masih berhamburan di pipinya.

"Aku pengen meluk kamu saat itu. Aku pengen teriak di depan wajah kamu kalau aku kangen. Aku pengen bilang ke kamu, ini aku Bintang sahabat kecil kamu. Kamu inget, Vian? Aku pengen bilang itu!"

"Lalu kenapa kamu nggak bilang gitu?! Apa mau kamu sebenarnya?"

"Aku nggak bisa, Vian! Aku nggak bisa! Aku mencoba bertahan waktu itu, meskipun jantungku udah mau meledak rasanya! Aku pengen meluk kamu!"

Bintang di Kolong JembatanDonde viven las historias. Descúbrelo ahora