2/2

3.3K 385 38
                                    

"NATA?"

"Eh, iya? Kenapa Zaf?"

"Belum pulang, Nat?" seorang lelaki berkemeja navy polos menyerahkan satu cup kecil kopi pada perempuan berkacamata kotak yang sedang sibuk dengan berkas-berkas di atas meja kerjanya.

Perempuan itu mengangkat kepalanya dan tersenyum kecil, "Makasih, Zafran." Tangannya terulur untuk mengambil kopi yang ternyata masih hangat itu sebelum melanjutkan, "Dan, ya, aku belum pulang. There's still so much thing to do dan kamu tau sendiri aku bukan tipe orang yang suka bawa kerjaan ke rumah."

Lelaki yang dipanggil Zafran itu mengangguk sekali sebelum menarik kursi kosong di belakangnya yang langsung dia tempatkan di samping kursi milik lawan bicaranya, "Well, then. Aku mau ngomong."

April, yang kini dipanggil Nata di tempat kerjanya itu mulai mengalihkan fokusnya dari berkas pada lelaki keturunan Arab yang kini sedang menatapnya serius, "Kenapa, Zaf?"

Dehaman kecil keluar dari mulut Zafran, "I know it's sound so cheessy, but, I like you, Nat. No, I love you. So, mmm –"

Sudut bibir April terangkat, "Zaf, thank you for loving me. Tapi, aku yakin kamu pasti tahu apa jawaban aku." Ya, April yakin akan hal itu karena ini bukan pertama kalinya April menerima pernyataan cinta di tempat kerjanya dan jawabannya selalu sama.

"Kamu nunggu seseorang?"

April mengangguk pelan, "Maafin aku, Zafran."

Zafran tersenyum dan mengusap kepala April pelan, "Don't have to say that. Tapi, ketika nanti kamu ngerasa capek dan apa yang kamu tunggu nggak juga datang, look behind you because I'll be right there."



***



April tak bisa menahan senyuman di wajahnya ketika matanya menatap selembar kertas palaroid bergambar wajahnya dengan wajah lelaki itu, Arjuna. Mereka dengan seragam putih abu-abu mereka, berfoto sambil tertawa menatap kamera. Sebelah tangan Arjuna merangkul April di foto itu. Itu adalah foto pertama dan terakhir mereka. Foto itu diambil tepat sebelum mereka memutuskan untuk berpisah.

"Widih, siapa tuh?"

April dengan gerakan cepat langsung memasukkan kembali foto itu ke dalam laci, "Kepo, ah."

Lana, perempuan berwajah oriental yang sudah dua tahun menjadi sahabat April itu duduk di kursi kerjanya yang berada tepat di samping kursi milik April, "Cinta pertama lo, ya?"

"Mm – hmm."

Lana membulatkan kedua mata sipitnya, "Jangan-jangan dia yang selama ini lo tunggu, ya?" katanya menyelidik.

April tertawa, "Ngurusin banget, sih, Bu. Udah ah kerja yang bener sana."

Lana terdiam, seolah berpikir, "Tapi, gue liat dong fotonya."

"Idih, kepo lo, ah."

Lana memutar kursinya menghadap April, "Mukanya kayak nggak asing, serius. Kayaknya gue pernah liat di mana gitu."

April yang mulai antusias juga ikut memutar kursinya menghadap Lana, "Seriusan, lo?"

"Makanya liat dulu, elah."

April Mop, April.Where stories live. Discover now