Chapter 3

12.4K 1.7K 133
                                    

Baby's breath 3

.

Sudah jam delapan malam; tiga jam setelah Baekhyun meninggalkan Chanyeol sendirian.

Baekhyun dengan mudahnya telah melupakan saudara tirinya yang mengurus toko sendirian, terlalu terbenam dalam kesenangan menghabiskan waktu bersama teman-temannya untuk menyadari bahwa langit mulai gelap di luar ruangan warnet yang remang. Hanya ketika Jongdae dan Sehun mendapat panggilan dari orangtua mereka, Baekhyun baru menghentikan permainannya dan mengecek waktu.

"Hei, kau baik-baik saja? Kau seperti baru melihat hantu saja." Jongdae menyeringai, "Masih gemetar setelah kukalahkan dua kali berturut-turut?"

Baekhyun mendengus, jelas berusaha bersikap tenang sementara panik mulai merambat naik ke ujung telinganya. Mengabaikan itu sebisanya, ia melangkah keluar dari warnet bersama teman-temannya dan melambai pada mereka, bersyukur bahwa mereka berjalan menuju arah yang berbeda dan bukan ke arah toko bunga miliknya. Begitu Jongdae dan Sehun menghilang dari pandangan dan pikirannya, Baekhyun berbalik dan melesat kencang seperti saat ia berlari ke gawang lawan. Kalau ia tidak berlari lebih cepat, maka ia mungkin akan kehilangan segalanya.

"Chanyeol!" ia memekik ketika tiba di toko bunga yang kosong dan gelap. Ia tidak ada di sana. Ia tidak ada di belakang menyirami bunga atau menyusun pot sesuai warnanya. Bahkan apron kerjanya pun telah menghilang, begitu juga dengan buket mawarnya.

Baekhyun mengunci toko secepat yang ia mampu dan mulai berlari ke jalanan. Dengan akal Chanyeol yang seperti itu, tidak mungkin ia pergi terlalu jauh dengan kedua kakinya, tidak mungkin juga ada kemungkinan bahwa ia diculik. Ia berlari ke setiap toko yang masih buka dan menanyai setiap penjaga toko kalau mereka melihat seorang pemuda tinggi dan bertampang dungu lewat, namun mereka semua menggeleng. Di perempatan, ia berhenti sejenak untuk mengambil nafas, bertanya-tanya apa sebaiknya ia memberi laporan orang hilang ke kantor polisi jikalau sesuatu memang terjadi pada Chanyeol dan ia hanya menyia-nyiakan waktunya mencari di tempat yang salah.

Bersandar pada telepon umum, ia baru saja akan menekan nomor darurat itu ketika matanya menangkap sesosok pemuda tinggi nan dungu di seberang jalan. Baekhyun tetap diam, berusaha tidak menarik perhatian Chanyeol dan membuat pemuda bodoh itu menyeberang jalan tanpa menunggu lampu hijau terlebih dulu. Ketika ia sampai di seberang jalan, ia baru menyadari bahwa pemuda itu tengah tidur di bangku taman, buket mawar tergenggam erat di dadanya. Seseorang yang baru saja melewatinya, menaruh selembar koran di atas sang pemuda, membuatnya tampak lebih bodoh, layaknya seseorang yang baru saja ditolak.

"Chanyeol," ia menggertak, "Park Chanyeol!"

Terkejut, sang pemuda tinggi terbangun dengan agak terhuyung, satu tangan mengucek mata. Dengan rasa kantuk yang masih samar di pelupuk matanya, ia terlihat begitu girang melihat Baekhyun lagi. "B-Baekhyun!"

Akan tetapi, senyum itu menghilang ketika Baekhyun menamparnya pipinya keras. "Baekhyun..." ia bergumam pelan, bibir bawahnya gemetar saat ia mengangkat satu tangan ke pipinya yang memerah.

"Aku sudah bilang padamu untuk tetap tinggal di toko!" teriak Baekhyun, urat nadi menonjol di lehernya seiring amarah menguasai rasa kasihan yang awalnya ia rasakan, "Kau itu bodoh atau bagaimana? Apa kau tidak mengerti saat aku bilang untuk tetap berada di tempat? Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu?!" Dan semua akan jadi kesalahanku.

Chanyeol menggigit bibir bawahnya dan dengan hati-hati menyerahkan buket mawar pada Baekhyun, yang hanya melempar buket itu ke tanah.

"Kau tidak bisa mengerti apapun yang aku katakan, kan? Yah, aku harap kau tidak pernah dilahirkan." Untuk sepersekian detik, hatinya terasa sesak di dada saat ia melihat air mata menggenang di mata Chanyeol. Ia meyakinkan dirinya bahwa tidak mungkin pemuda dungu itu mengerti kedengkian di balik kata-katanya, dan Chanyeol hanya menangis layaknya bayi karena ia tidak mau dimarahi. Baekhyun berbalik dan menekan tombol lampu penyeberangan lagi.

Baby's BreathWhere stories live. Discover now