(1/1)

26.9K 2.4K 275
                                    

And i give up forever to touch you, 
cause iknow that you feel me somehow.

(Goo Goo Dolls - Iris)

***

Aku menghela napas berat ketika mata kami bertemu, sekilas ia menatap kearahku sebelum mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Lagi-lagi, dadaku berdesir ngilu menyaksikannya.

"Kay, ayo!" Aku menoleh, menemukan Dira yang sudah berdiri di sampingku.

"Ayo deh, Dir." Dira menatapku, lalu mengikuti arah pandangku, sejurus kemudian ia menggeleng-geleng tidak percaya.

"Lo masih nggak mau kenalan juga?"

"Nggak berani Dir, bukan nggak mau." Aku menggigit bibir bawahku, membuat Dira mendengus keras. Bosan mendengar keluhanku.

Akhirnya, kami hanya melangkah meninggalkan lobby fakultas, menuju kelas yang berada di lantai dua.

Aku meletakan tasku di kursi yang berada tepat di samping jendela, baris ke tiga dari kursi paling depan.

"Pasti telat deh tuh si Tedi." Aku tidak menghiraukan keluhan Dira di sampingku, karena memang setiap mata kuliah Statistik Sosial, dosenku selalu terlambat masuk kelas, dan setiap itu pula Dira akan mengeluhkan hal yang sama.

Tatapanku kini terpaku pada sosok yang duduk di bawah kanopi depan gedung fakultas.

Pada cowok dengan kaus oblong berwarna hitam, lengkap dengan jeans robek dan kets berwarna cokelat.

Cowok itu sedang asik mengobrol dengan teman-temannya, sesekali asap rokok dihembuskannya keras-keras, membuat aku mencibir. Cowok yang sama, dengan cowok yang tadi tatapannya bertemu denganku di lobby.

Namanya Rama.

Senior tingkat akhir yang masih belum bisa mengurus skripsi, berkat absennya yang bolong sana-sini.

Sampai saat ini, aku hitung, dia masih harus mengikuti tiga mata kuliah yang sama dengan angkatanku.

Bukan bodoh, dia cuma terlalu sibuk jadi aktivis, sampai lupa bahwa normalnya orang mencapai gelar sarjana dalam kurun waktu empat tahun.

Pertama kali kami bertemu, ketika masa pengenalan kehidupan kampus. Aku menjadi salah satu maba bimbingannya yang harus rela diseret-seret ke gedung sana sini. Aku adalah satu dari seratus dua puluh mahasiswa baru bimbingan Rama. Selamat, karena artinya aku hanya sebuah jarum diantara tumpukan jerami emas. Kenapa jerami emas? Karena 'mereka' mahasiswa baru lainnya, lebih berpotensi untuk dapat teraba oleh alat indra Rama.

Aku mengingat jelas, bagaimana kesan tentangnya pertama kali  terbentuk saat itu. Manly.

Itulah yang pertama kali menghampiri benakku, namun ketika ia mulai berbicara, sederet kesan baik lainnya ikut tertera jelas dalam ingatanku. Baik, humoris, tegas, supel, humblefriendly.

Dua hari pertama yang seharusnya terasa seperti neraka, justu selalu membuatku bersemangat mengikuti kegiatan ospek tersebut. Terlebih lagi, ia jauh berbeda dengan yang lain. Tidak membentak, tapi tetap tegas. Membuat aku semakin yakiniwant this one.

Untouchable [One Shoot]Onde histórias criam vida. Descubra agora