happiness

2K 232 5
                                    

DIGO

Aku keluar dari kamar mandi sambil mengusap handuk di rambutku yang tebal, memaksanya untuk kering secepatnya. Hujan sudah berangsur reda. Dengan berbalut kaos oblong dan celana pendek, aku melangkah keluar kamar dan menuruni tangga ke ruang tengah. Aku berlalu menuju ke ruang tamu, menyingkap penutup jendela dan melempar pandangan ke halaman depan rumah.

"Digo? Kamu ngapain nak? Ayo, sini minum tehnya dulu. Biar badan kamu anget.", panggil Bunda yang muncul dari dapur dengan baki berisi teko dan cangkir-cangkir teh.

Bunda menata teko dan cangkir di meja ruang keluarga, lalu menuangkan secangkir untuk Ayah yang sangat serius menatap pertandingan catur di televisi. Aku lantas melangkah menghampiri Ayah dan Bunda, menghenyakkan diriku di sofa masih sambil mengusapkan handuk kecil di rambutku yang masih basah. Bunda lalu menuangkan teh untukku sebelum ia duduk di sampingku.

"Sisi belum pulang 'Bun?", tanyaku pada Bunda.

"Belum. Tadi dia pergi sama Cliff. Emang kenapa?", tanya Bunda.

"Ngga apa-apa 'Bun. Nanya aja, udah malem gini kok belum sampe juga.", sahutku sambil menghirup teh hangatku perlahan.

"Semoga Sisi pulang tidak hujan-hujanan seperti kamu, Digo.", seloroh Ayah dengan bahasa Indonesianya yang masih berlogat Inggris.

"Aduhh, jangan sampe deh. Bisa pusing Bunda kalo asma nya kambuh.", kata Bunda sambil menggeleng.

Aku tertawa kecil menutupi rasa khawatir yang semakin membuncah dalam diriku. Aku sudah mencoba menghubungi ponselnya, tapi tidak aktif. Mungkin Sisi kehabisan baterai. Ck, si ceroboh itu, pikirku, lantas kembali menghirup teh hangatku.

"Lagipula kamu sendiri kenapa tadi pulang hujan-hujanan Digo? Kenapa kamu tidak bawa mobil saja?", tanya Ayah lagi, tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi.

"Yah, Ayah ini kaya ngga pernah muda aja. Namanya pacaran sih, ngapain aja seru 'Yah.", jawabku asal.

Bunda tertawa mendengar jawabanku lantas menggeleng dan mengusap rambutku yang setengah basah dengan lembut.

"I don't know. I never had a girlfriend who loves to hang out under the rain.", jawab Ayah polos tapi serius.

Aku pun hanya tertawa kecil menanggapinya sambil mengangkat-angkat alisku ke arah Bunda. Tak lama berselang, terdengar suara klakson dari depan rumah. Aku lantas meletakkan cangkirku kembali ke meja dan tanpa sadar melompat bangun dari sofa, lalu menyambar pintu depan dan membukanya secepat kilat.

Aku menatap mobil Cliff yang berhenti di depan pagar rumah. Semenit, dua menit, aku menunggu tapi Sisi tak juga keluar dari mobil. Aku lantas mengenakan sandal dan melangkah menuju pagar, membukanya dan menghampiri pintu penumpang. Aku mengetuk jendela mobil tepat dimana Sisi duduk. Tak lama kemudian kaca jendela bergerak membuka. Aku menghela napas lega melihat wajah mungil kembaranku yang sejak tadi membuatku khawatir.

"Apaan?", selorohnya tiba-tiba.

"Lama banget, ngga turun-turun.", omelku padanya.

"Bentar, orang lagi ngobrol.", jawabnya asal.

"Yaudah, gue masuk duluan. Thank you Cliff udah nganterin Sisi pulang.", kataku pada Cliff yang duduk di kursi kemudi.

"Sama-sama 'Go.", terdengar jawaban Cliff diantara langkahku menuju kembali ke rumah.

Aku melangkah masuk ke rumah sambil mendengar suara pintu mobil terbuka dan kemudian tertutup dengan cepat. Tak lama kemudian terdengar suara pagar mengayun dan akhirnya langkah kaki yang berisik itu tiba di teras rumah, sebelum pintu depan terdengar menutup dengan keras.

TWINSWhere stories live. Discover now