Chapter 5: Nightmare

354 50 15
                                    

Jari-jari di kedua tangannya saling bertautan satu sama lain. Mengepalnya dengan cukup kuat namun tidak membuatnya bergetar. Bak anak kecil yang sedang dimarahi ibunya karena mendapatkan nilai nol saat ujian, Jungkook terduduk di sofa dengan rasa ketakutan yang menguasai raganya. Kepalanya menunduk, ia berusaha agar kedua netranya tidak bertemu tatap dengan milik Jihyun yang kini berada di hadapannya. Bibir bagian bawahnya ia gigit dengan begitu kuat, sungguh jika saja waktu dapat ia ulang, ia akan berpikir dua kali untuk berteriak di hadapan Jihyun.

Jungkook tidak sepenuhnya salah, pemuda itu hanya merasa ketakutan saat dirinya menemukan beberapa benda tajam yang berada di dalam kamar Jihyun. Dirinya saat ini berada di wilayah asing, tidak menutup kemungkinan jika saja Jihyun mengetahui identitas dirinya yang sebenarnya dan menggunakan benda tajam tersebut untuk memusnahkannya. Jungkook hanya berjaga-jaga.

Bukan karena teriakan Jungkook terhadap Jihyun yang tentu membuatnya sangat terkejut, melainkan Jungkook dengan seenaknya membongkar barang-barang pribadi milik Jihyun. Padahal gadis itu meminta Jungkook untuk diam menunggu dirinya menyelesaikan urusan bersama Seokjin, bukan berarti Jungkook diperbolehkan untuk membongkar seluruh isi kamarnya. Hal itu membuat emosi Jihyun naik. Tentu saja siapa yang tidak merasakan hal itu jika orang asing dengan seenaknya membongkar isi kamarnya tanpa sepengetahuannya.

Jihyun dengan lantangnya meminta Jungkook untuk keluar dari kamarnya pada saat itu. Gadis itu awalnya merasa terkejut saat Jungkook tiba-tiba saja berteriak padanya tanpa alasan yang belum ia ketahui. Namun, rasa terkejutnya berakhir saat kedua netranya berhasil menangkap laci miliknya yang terbuka begitu saja di samping Jungkook berdiri. Jelas ia selalu menutupnya dengan rapat, tidak ada alasan lain jika bukan Jungkook yang melakukannya.

Amarahnya mulai merangkak naik, sekuat apapun ia mencoba menahannya namun amarahnya berhasil meluap bahkan sebelum ia berusaha. Gadis itu tidak menggubris sama sekali teriakan Jungkook. Seakan tidak mau kalah, Jihyun membalasnya dengan teriakan miliknya kembali untuk meminta Jungkook keluar dari kamanya hingga di sinilah mereka sekarang.

Sorot matanya begitu tajam menatap Jungkook yang masih menunduk. Jihyun tak habis pikir dengan tindakan Jungkook, ia bahkan merasa kebingungan untuk menilainya. Beberapa menit yang lalu pemuda itu terlihat begitu kuat untuk mengeluarkan teriakannya namun sekarang ia terlihat begitu lemah di hadapannya.

"Kau mengira aku ini seorang pembunuh?" Jihyun mulai membuka suara setelah sedari tadi cukup berdiam diri untuk menatap Jungkook dengan atmosfer yang mulai menegang.

Tidak, perkiraan Jihyun sama sekali tidak benar. Bagaikan besar sumbu seratus delapan puluh derajat dengan apa yang dipikirkan Jungkook. Namun pertanyaan Jihyun sekiranya dapat membuat Jungkook bernapas lega. Gadis itu sama sekali belum mengetahui identitas dirinya yang sebenarnya. Tidak ada hal lain yang kini dapat mengganggu pikiran Jungkook, rasa takutnya akhirnya dapat melebur dengan seketika.

Jungkook mengangkat kepalanya, membuat netranya agar dapat bertemu tatap dengan milik Jihyun setelah sedari tadi ia hanya menunduk. Mengangguk dengan mantap, memberikan isyarat pada Jihyun sebagai jawaban atas pertanyaannya. Mengiyakan dugaan yang dilontarkan oleh gadis itu. Jungkook memberikan pernyataan yang berbanding terbalik dengan kenyataan. Pemuda itu berusaha dengan apik menggunakan sampul kebohongan untuk melindungi dirinya sendiri, hanya itu yang ia bisa. Mempercayai manusia merupakan hal yang sangat sulit untuk Jungkook lakukan.

Jihyun mengacak rambutnya disertai dengan helaan napas berat yang ia keluarkan. Dirinya sedikit merasa frustasi saat ini. Yang benar saja, bisa-bisanya pemuda itu menganggap dirinya seorang pembunuh hanya karena sebuah bukti cutter dan silet yang Jungkook temukan di kamarnya. Pemuda itu benar-benar lugu menurutnya.

"Dengarkan aku. Aku bukan seorang pembunuh keji seperti apa yang kau bayangkan. Jika itu memang benar, aku tidak akan membawamu ke rumah sakit dan lebih baik memilih untuk mencabik-cabikmu sesaat setelah aku menemukanmu di hutan."

From Another LightWhere stories live. Discover now