Chapter 6

46.3K 5.8K 327
                                    

Sampai malam, aku masih berusaha menepiskan rasa dukaku kehilangan Panji. Aku ingin curhat kepada Leo, tapi aku tak yakin Leo mengerti perasaanku. Toh, Leo kan satu spesies dengan Freya. Dan dulu dia juga sering memuji-muji Freya di hadapanku. Dia pasti tak paham kenapa aku tak suka Freya.

Aku merasa sendirian.

Ponselku sudah standby di nomor Panji. Sejak siang tadi aku sudah berniat menghubungi Panji untuk minta maaf karena sikapku yang sangat kekanak-kanakan. Tapi aku bingung bagaimana caranya. Aku bingung apa yang harus kukatakan. Baiklah, sebenarnya aku malu. Dan aku tak yakin Panji bisa mengerti alasan betapa alay-nya sikapku tadi. Semua orang punya batas kesabaran kan? Kalau dipikir-pikir, aku sudah terlalu sering bersikap buruk padanya. Argh! Kenapa minta maaf itu sulit sekali sih?!

Sekarang aku tak punya teman yang bisa kuajak nongkrong malam-malam lagi. Sebenarnya sudah dari berbulan-bulan lalu sih. Tapi terkadang aku masih bisa nongkrong dengan Panji saat dia sedang waras. Atau Jerro, kalau dia sedang tak sibuk. Kok rasa-rasanya, temanku sedikit sekali ya?

Ah, baru aku sadar kalau aku memang tak punya teman selain Panji. Apa saja sih yang kulakukan selama ini sampai aku tak punya teman begini? Tadi, Pras, salah satu editor travel di majalah tempatku magang memang mengajakku nonton Deadpool. Katanya sesama jomblo. Aku memang tidak jomblo, tapi dengan pacarku yang terpisah benua dan samudera itu, otomatis statusku jadi setengah jomblo. Tapi aku tak suka nonton di bioskop. Aku lebih suka nonton sendiri di laptop.

Dua chat masuk secara bersamaan ke akun Line-ku.

Mahesa Kresna: Hai. Besok ada acara?

Lalu satu lagi dari ID yang sepertinya pernah kukenal.

Riza Anggara: Saras?

Riza. Riza. Sepertinya tak asing. Riza itu...kubuka profile picturenya...astaga! Ini kan Dokter Riza! Cinta pertamaku! Orang yang kuanggap cinta sejatiku!

Buru-buru kubalas.

Sarasvati Halim: Kak Riza?

Riza Anggara; Yeah. Hahaha

Riza Anggara: Apa kabar? Sudah lulus?

Ew. Kenapa dari semua pertanyaan harus tentang kuliah yang dia tanyakan sih? Memangnya dia tidak bisa menghitung? Saat dia pergi, aku masih tingkat dua. Berarti sekarang aku masih tingkat 4. Payah.

Sarasvati Halim: Belum pengin lulus. Kak Riza sekarang di mana?

Tak lupa kubalas pesan untuk Mahesa.

Sarasvati Halim: Gak. Why? Mau ngajakin gue ngedate?

Riza Anggara: Aku udah di Indo. Baru nyampe minggu lalu. Meet up?

Mahesa Kresna: Mumpung Leo masih di luar negeri. Yuk?

Mahesa Kresna: Ada teater dari anak-anak IKJ di TIM jam 18.00

Yay! Kurasa aku salah. Mungkin selama ini aku saja yang kurang bersyukur. Temanku tak hanya satu. Bila Panji bisa berbahagia dengan Freya, maka aku harus bisa mencari kebahagiaanku sendiri. Mengharapkan Leo kan jelas tidak mungkin.

Tapi lebih baik aku memberi tahu Leo kalau aku keluar dengan Mahesa hari ini. Kata orang, kunci sebuah hubungan adalah kejujuran. Aku tak mau terkesan keluar-keluar dengan cowok lain di belakang Leo. Mungkin sebaiknya aku juga cerita soal Mahesa padanya. Karena setahu Leo, temanku hanya Panji seorang. Sementara kini aku harus membiasakan diri tanpa Panji.

Agak lama sebelum Leo menjawab Whatsapp Callku. Suaranya terdengar terburu-buru.

"Aku mau ketemu Dokter Riza." Kataku pertama-tama.

BEST OF US - TERBIT CETAKOù les histoires vivent. Découvrez maintenant