8. Love story

2.4K 64 9
                                    

Bian masih memerhatikan buku menu dengan saksama. Sebenarnya makan siang di Retro Café tidak ada dalam rencana. Ia hanya butuh suasana baru selain restaurant di hotel Runaka. Sesekali makan di tempat lain tidak ada salahnya, pikir Bian.

"Cappucccino, Mushroom cream sup plus Chicken steak-nya ya." Bian akhirnya memilih, dan setelah pelayan pergi ia menyibukkan diri dengan ponselnya. Melanjutkan novel e-book yang belum diselesaikannya.

"Nggak. Nggak. Aku nggak bisa tahan lagi kalau begini,"

Suara itu terdengar begitu jelas di telinganya. Bian sedikit terusik dan kepalanya mulai celingukan mencari sumber suara itu berasal. Ketika kepalanya tertoleh ke belakang, ia melihat sebuah ekspresi dari wajah yang ketat dari seorang gadis.

Gadis yang memiliki rambut hitam sebahu itu menatap teman laki-laki di hadapannya dengan pandangan penuh amarah.

"Kamu udah keterlaluan!"

Entah kenapa Bian merasa tertarik untuk mencuri dengar pembicaraan mereka. Apa sih yang membuat gadis bermata bulat itu marah? Pelan-pelan ia beranjak dari tempat duduknya dan beralih ke tempat duduk di seberang, menghadap pasangan yang kemungkinan sedang mendebatkan sesuatu itu.

"Keterlaluan? Jangan coba-coba pancing emosiku di sini ya? Aku larang kamu pergi sama dia tentu ada sebabnya, aku nggak suka."

"Terus aku harus selalu nurutin kamu, gitu? Kamu tahu nggak, makin kesini kamu tuh makin posesif. Entah sadar atau enggak, kamu udah berusaha mengatur hidupku sesukamu."

"Wajar lah, aku ini kan tunangan kamu."

Bian menarik sebelah ujung bibirnya saat mendengar suara berat laki-laki itu.

"Tunangan...?" Gadis itu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. "Lihat ini!" Mengacungkan tangannya. Tak butuh waktu lama gadis itu melepaskan cincin dari jari manisnya. "Now, you are my ex!" Kemudian meletakkan cincin berkilau di atas meja.

"Maksud kamu apa?"

"Aku nggak tahan lagi sama kamu. Berlebihan. Aku muak! Asal kamu tahu aja ya, yang kemarin jalan sama aku itu sepupu aku yang baru datang dari Surabaya. Dan kalau dia bukan sepupu aku, kenapa aku nggak boleh pergi sama dia? Kamu nggak percaya sama aku?" Gadis itu berdiri. "Ini yang kamu sebut hubungan? Apa dasarnya? Cinta buta?" Dengusan penuh kekecewaan menyusul. "Aku nggak mau lagi menjalin hubungan seperti ini. Hari ini aja kamu nggak bisa percaya sama aku, gimana nanti? Bawaan kamu pasti curigaan terus. Aku tahu, setelah pernikahan aku harus mengikuti setiap keputusan kamu, selalu mementingkan kamu, tapi aku juga butuh sosialisasi. Aku juga butuh pergi keluar bersama teman-temanku, keluargaku juga orang-orang baru yang akan membuat hidupku semakin berwarna." Mata gadis itu terlihat memerah. Sedetik kemudian pipinya sudah dialiri setetes airmata.

Bian tidak bisa melihat ekspresi keterkejutan laki-laki itu, namun ia sangat yakin wajahnya pasti terlihat bodoh sekali.

"Nggak perlu merusak hubungan lama untuk membuat sebuah hubungan yang baru. Pernikahan itu bukan sangkar yang memerangkap seekor burung di dalamnya. Meski terbuat dari emas sekalipun, nggak akan membuat siapapun yang di dalamnya menjadi bahagia. Pernikahan yang seperti itu, aku nggak akan pernah mau menjalaninya. Nggak akan pernah mau!"

Bian sangat setuju dengan gadis itu. Mengapa harus menjaga jarak dengan keluarga, teman dan kerabat lainnya hanya karena status baru? Pernikahan dilakukan untuk menambah satu hubungan baru, bukan untuk memutuskan hubungan yang lama.

"Maka mulai detik ini, kamu cari aja cewek lain yang bisa kamu pasung, nggak boleh kemana-mana ataupun ketemu siapa-siapa!" Gadis itu pergi dan tak sekalipun menengok ke belakang. Rasanya Bian ingin sekali memeluk gadis yang berlari dengan wajah penuh air mata tersebut.

OUR HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang