EMPAT

153K 7.4K 286
                                    

Abimana Aryasatya as Raditya Akbar 😍

Kenapa waktu berjalan lebih cepat saat kita justru ingin dia melambat? Rasanya baru kemarin aku mengiyakan ajakan bodoh Radit, sekarang tinggal hitungan jam sampai hal gila itu terjadi.

Sudah pukul tiga pagi, aku masih tidak bisa tidur. Entah bawaan gugup atau apa, yang jelas mataku masih terbuka lebar, memandangi langit-langit kamar. Aku tidak pernah mengira, atau mempertimbangkan, akan menikah di usia 25 tahun. Bagiku itu usia yang masih terlalu muda untuk mulai berurusan dengan tetekbengek rumah tangga.

Aku benar-benar salut saat Gina berani menikah di usia 21 tahun, hampir 22, dan Dee di usia 24. Kupikir selanjutnya giliran Artha, di usia 26-27 tahun nanti. Setelah itu baru aku, jelas saat sudah menginjak usia 30 lebih. Usia paling ideal, menurutku. Karena saat itu aku kemungkinan sudah cukup puas menikmati hidup bebasku.

Jadi, kenapa aku akhirnya menikah sekarang, dengan laki-laki yang seaneh Radit, menyerahkan sisa hidupku di tangannya, aku sendiri tidak tahu.

Sudah terlalu terlambat untuk mundur sekarang. Aku bisa saja kabur, tapi selama Radit dan ayahku mengucapkan ijab kabul, tetap saja aku sah menjadi istrinya. Setidaknya secara agama. Kecuali aku tiba-tiba muncul sebelum proses itu dan membatalkan semuanya.

Tapi aku tidak akan melakukan hal sekonyol itu. Saat ini semuanya bukan lagi hanya tentangku atau Radit, tapi juga kedua keluarga besar kami, juga para undangan yang hadir. Aku tidak peduli cibiran yang akan kuhadapi seandainya aku melakukan hal bodoh itu. Tapi aku tidak mau orangtuaku yang menghadapinya.

Jadi, sudahlah. Mari lakukan saja dan lihat bagaimana hasilnya nanti.

Aku tidak tahu berapa lama waktu yang kuhabiskan untuk melamun, tapi sepertinya aku tidur juga akhirnya. Hal berikutnya yang terjadi, pintu kamarku digedor secara brutal dari luar.

"Kebo nih, Ma, dia! Nggak jadi mau kawin, kali!"

Aku mengerjap, merenggangkan badanku. Itu suara Lita, adikku yang masih duduk di bangku kuliah, selisih 5 tahun lebih muda dariku.

"Teteeehhh! Woyyy! Udah siang woooyyy!!"

Gedoran semena-menanya terdengar lagi.

"Lo mau kawin nggak sih?! Buat gue nih Mas Radit kalau lo ogah! Teteeeehhh!!"

Bocah semprul.

Aku menyingkirkan selimut, melirik jam dinding. Pukul setengah delapan. Akad nikah masih nanti, habis dzuhur. Kenapa buru-buru sih?

"JUWITA!"

Kali ini suara lain yang terdengar di balik pintu. Mamaku. Dengan malas, aku bangkit berdiri dan membuka pintu. "Apaan sih, ribut banget..."

Mama memelototiku. "Ribut-ribut?! Ini udah jam berapa?! Kita harus ke hotelnya sekarang, mulai dandan. Kamu pikir dandanan nikah itu cuma tiga puluh menit apa?! Mandi sana!"

Setelah mengiyakan, aku kembali menutup pintu, mengambil handuk dan berjalan ke kamar mandi. Aku mandi lebih lama dari biasa, mencukur semua bulu di badanku, memakai lulur, dan segala hal yang sudah dijeritkan Mama sejak kemarin. Begitu selesai, aku memilih memakai kemeja dan hot pants. Mama kembali berteriak, memanggil seluruh penghuni rumah dengan nada yang bisa digunakan untuk membangkitkan mayat.

"Ma, yang mau nikah itu Uwi. Kenapa Mama yang panik sih? Mama mau nikah lagi emang?" tegur Papa, yang juga mulai terlihat kesal.

Aku dengar dari Lita, Mama sudah membangunkan Papa sejak pukul 4 subuh. Entah apa tujuannya. Sudahlah, yang penting sekarang kami semua sudah berada dalam mobil menuju hotel tempat acara pernikahanku dan Radit akan dilangsungkan.

Re-TiedWhere stories live. Discover now