Chapter 6

2.4K 295 18
                                    

"bagaimana?"

Yoongi semakin gugup ketika Jimin tak kunjung bereaksi. Pendapatnya pribadi, ia suka cara Baekhyun menonjolkan elegansi. Lagi pula jas ini dan jas abu-abu yang akan dipakai Jimin nanti juga tampak serasi. Rencananya setelah fitting jas pernikahan, mereka juga akan menggelar sesi foto pra-wedding di sebuah studio yang tak jauh dari sini. Baekhyun menawarkan busana rancangannya untuk Yoongi kenakan sekaligus sebagai sarana promosi.

"Warnanya," gumam Jimin.

"Jas pengantin normalnya memang berwarna putih atau hitam, Jimin-ssi. Setidaknya berilah komentar tentang design-nya," Baekhyun menukas dengan cepat.

"Itu dia, putih itu sangat provokatif. Soal design-nya, kuakui kau pintar membuat calon pengantinku semakin cantik, Baekhyun. Hanya saja, ya ... warnanya itu," ucap Jimin.

"Memangnya kenapa dengan warna putih?" Yoongi juga ikut-ikutan penasaran.

"Putih itu provokatif, dalam artian seduktif. Membuatku ingin menghiasimu dengan warna lain. Merah bagus juga. Apalagi jika warna merahnya dihasilkan dari kissmark di bagian leher dan da...,"

"Jadi kau mau warna apa?!" Bertingkah sedikit galak, Baekhyun sendiri ikut-ikutan merona mendengar fantasi mesum kekasih sahabatnya. Ya ampun~ lelaki seperti ini, di mana sih Yoongi menemukannya?

"Kalau transparan saja bagaimana?"

Kali ini Yoongi lah yang nyaris pingsan mendengarnya.

~(♥♥♥)~

"Aaa~ kau tidak tahu Seokjin~ calon suami Yoongi itu benar-benar monster yang unpredictable," Baekhyun terlihat gemas sembari menyeruput teh madunya. Saat ini Baekhyun dan Seokjin memang sengaja datang ke kantor Yoongi untuk membantu pemuda itu menyelesaikan pekerjaannya. Khususnya bagi Baekhyun yang memang terkait secara langsung dengan perhelatan karibnya.

"Hahaha ... kau sih memang tidak pernah mengenal Jimin. Dia memang sedikit eksentrik, tapi sebenarnya sepupu jauhku itu sangat baik. Iya, kan, Yoongi?" Seokjin menoleh ke arah Yoongi.

"Tadinya aku juga kaget saat pertama melihat Jimin oppa. Orangnya agak aneh. Aku tidak habis pikir bisa-bisanya Yoongi oppa jatuh cinta padanya," Yoonji turut berkomentar.

Yoongi hanya bisa mengulum senyum. Biarpun mereka tidak terang-terangan mengakui, tetapi mereka menerima pilihan Yoongi sebagai sebuah diktum.


Passed hors d'oeuvres, salad course, entree course, signature breads and herb french butter, dan coffee service adalah lima urutan menu yang akan tersaji. Dari kelima urutan itu, Yoongi memilih passed hors d'oeuvres dengan beberapa variasi. Canapes, bruchetta, zensai, dan mungkin zakuski bisa menjadi kombinasi. Yang lebih menyenangkan, pemilik Events and Catering memberikan diskon khusus padanya karena kerja sama mereka selama ini.

Seokjin melirik daftar menu yang disusun Yoongi dengan mata berbinar-binar, "Bruchetta? Kau memasukkan bruchetta sebagai salah satu pilihan appetizer? Aw, Yoongi. Kau memang benar-benar sahabatku!"

Yoongi menganggukkan kepala, memaklumi fanatisme Seokjin terhadap kuliner Italia. Sedikit berbeda dengan Baekhyun yang lebih pro terhadap menu-menu dari rusia. Itu sebabnya Yoongi memasukkan bruchetta dan Zakuski dalam menunya.

~(♥♥♥)~

Jimin belum seberapa lama keluar dari ruang otopsi. Masih mengenakan jas putih yang menjadi identitas profesi. Pria itu tampak sedang membahas otopsi yang baru selesai. Binar di matanya nyata-nyata kentara begitu mengenali seorang pemuda berkaos biru laut.

"Datang dengan Seokjin?" tebaknya ketika jarak mereka tak lagi aksa.

Yoongi menganggukkan kepala," Kau masih lama? Aku akan menunggumu di cafetaria."

"Ke ruanganku saja. Jadi aku punya pemandangan yang bagus selagi menuliskan laporan."

Ucapan sederhana, tapi entah kenapa selalu sukses membuat Yoongi tersipu-sipu dengan pipi merah merona.

~(♥♥♥)~

Entah sudah berapa lama Yoongi tak mengedipkan mata. Ia selalu suka berlama-lama memandangi Jimin yang sedang bekerja. Suka melihat bagaimana keningnya berkerut menandakan tingkat konsentrasi yang prima, suka ketika sepasang bibir itu mengatup rapat seolah mengindikasikan ia tak suka banyak bicara. Sesekali bibirnya sedikit membuka, selaras dengan sorot matanya yang diliputi rasa gembira. Belum lagi gesturnya tiap kali ia membalikkan lembaran putih berisi resume dari visum yang telah dilakukannya. Tidak ada yang aneh memang, tapi Yoongi merasa Jimim terlihat memesona tanpa sikap flegmanya. Dan lagi...

"Menikmati pemandangan?" Jimin berucap tanpa mengalihkan matanya dari lembar-lembar kertas putih di tangannya.

... tapi Yoongi tak pernah suka tiap kali Jimin memergokinya. Karena ia tahu, komentar macam apa yang akan dilontarkan Jimin. Mungkin lebih tepat jika disebut menggodanya. Entah kenapa Jimin selalu tahu bagaimana memilah kata yang bisa membuatnya merona.

"Pe-pemandangan apa?" Yoongi pura-pura tak tahu. Ia melempar pandangannya ke arah tumpukan map kuning dan biru di meja kerja Jimin.

"Aku tak tahu fantasi macam apa yang bermain di kepalamu. Tapi sepertinya semuanya terlihat dari caramu memandangiku dengan tatapan mesum semenjak belasan menit yang lalu," jawab Jimin. Lagi, masih terfokus pada laporan di tangannya.

"Ta-tapan mesum a-apa?" Yoongi meremas Jari nya untuk menutupi rasa gugup. Entah sudah semerah apa wajahnya begitu mendengar tudingan kekasihnya.

"Ya. Tatapan mesum. Semacam ingin menelanjangiku," jawab Jimin.

"Me-menelanja ... lu-lupakan saja," pipi Yoongi semakin memanas.

"Nah, kan. Pipimu memerah begitu. Berarti tebakanku benar," tukas Jimin konklusif. Kali ini ia memandangi Yoongi, hendak membuktikan tebakannya yang kognitif.

"Ti-tidak kok. Aku hanya ... aku hanya ... ma-masa aku harus memandangi tembok?" kilah Yoongi.

Sial, di antara sekian banyak alasan, mengapa itu yang harus terucap?

"Tembok dingin. Kata orang aku juga dingin. Jadi apa bedanya?"

Yoongi hanya bisa menggigit bibir. Jimin begitu pintar memutar-mutar pertanyaan sementara alasan pamungkas begitu sulit dipikir. Oh tuhan ... jawaban macam apa yang harus Yoongi lontarkan agar seduksi Jimin cepat berakhir?

"Mencoba mencari alasan, Nyonya Park?" Jimin menumpukan siku di atas meja, "Mengakulah, Yoongi. Kau jahat sekali tidak mau mengakui betapa seksinya calon suamimu ini."

"Ba-baiklah...," Yoongi berujar dengan wajah merah padam, "Ka-kau seksi. Ekspresimu ketika sedang serius mengerjakan sesuatu. Caramu mengulas senyum ketika ada sesuatu yang menarik. Caramu mengernyit tiap kali membalikkan lembaran kertas, memastikan tak ada satu hal pun yang terlewat. Itu semua sangat seksi. Ba-bagaimana mungkin aku bisa mengabaikan hal-hal semenarik itu?"

Binar bahagia terpancar jelas dari sepasang manik Hitam. Sedikit tak menduga Yoongi bisa sejujur ini ketika sedang mericau. Pemuda ini begitu istimewa sampai-sampai Jimin tak sanggup untuk mengalicau.

"Kau senang sekarang?" Yoongi balik bertanya, mencoba menatap lawan bicaranya meski rona krimson belum juga sirna.

"Sangat." Ada aksentuasi dari lingual singkat Jimin, "Kau tak pernah gagal membuat jantungku berpacu lebih cepat. Kadang konyol, tapi lebih sering indah. Bertanggung jawablah, Yoongi. Nikahi aku."

Yoongi tahu, Jimin memang tak punya koleksi kata-kata manis. Tapi ia juga tak pernah gagal membuat hatinya menjetis.

-
TBC

VoteMent Please

WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang