Chapter 7

3.8K 364 27
                                    

"Makan!" Seokjin menatap galak sambil menyodorkan beberapa iris cinnamon roll pada Yoongi.

"Aduh, aduh, lipgloss-nya terhapus, dong! Lagi pula Yoongi oppa kan sudah makan tadi pagi," balas Yoonji sengit. Di acara pernikahan kakaknya ini, mau tak mau ialah yang harus menggantikan posisi Yoongi melakoni tugas supervisi.

"Pagi itu jam berapa? Pagi-pagi buta dan kau cuma makan salad, kan? Lagi pula kalau lipgloss-nya terhapus, tinggal touch up lagi apa susahnya sih?" balas Seokjin.

"Tenang saja Yoonji, Seokjin. Jangankan untuk makan, lipgloss-nya kissproof kok," Heechul-perias Yoongi-mengedipkan mata dengan genit sembari menyimpan kembali lipgloss Pink dan blush on peach ke tempatnya.

Baekhyun hanya bisa memijat pelipisnya. Designer yang kali ini memilih Jas berwarna biru sebagai pilihan berbusana hanya bisa mengusap punggung tangan sahabatnya. Mata Hitamnya seolah hendak mengatakan abaikan-saja-mereka.

---

"Akhirnya bunganya datang juga. Kalau tidak, aku akan benar-benar mencari seikat bayam atau kembang kol untuk kau bawa," Baekhyun terlihat begitu lega sembari menyerahkan buket freesia putih seperti yang diminta Yoongi.

"Terima kasih, Baekhyun," Yoongi menghirup wangi segar buket freesia di tangannya.

"Oke! Berarti semuanya beres. Ayo kita berangkat. Pangeranmu sudah menunggu, lho," Seokjin terlihat bersemangat.

Yoongi menganggukkan kepala, segera berdiri dan melangkahkan kaki. Dadanya bergemuruh, membayangkan Jimin telah menanti di depan altar untuk mengucap janji suci.

~(♥♥♥)~

Ia sudah berada di sana. Tepat di hadapan pendeta yang akan memimpin upacara pernikahan mereka. Berjas slate gray yang terlihat kontras dengan helaian rambut merah. Yoongi ingat alasan Jimin tidak memilih warna hitam untuk jas pernikahannya.

"Katanya putih itu suci dan hitam itu pertanda sedang berduka. Pikirkan lagi, jangan-jangan alasan kenapa mempelai pria kebanyakan memilih jas hitam adalah karena mereka sedih karena harus mengakhiri masa lajang. Sedih karena harus terikat sebuah kontrak sehidup semati. Sedih karena yah ... mungkin mereka tidak bisa lagi menggoda wanita atau pria lain."

Mati-matian Yoongi menahan tawa jika mengingat ekspresi Jimin ketika mengatakan kalimat-kalimat itu dengan santai. Untung yoongi punya kontrol bagus pada wajah nya, hingga ia berhasil menutupi ekspresi akibat reminisensi. Entah apa komentar para undangan jika melihat sang mempelai tersenyum-senyum sendiri.

"Ayah senang melihatmu begitu bahagia hari ini." Ucapan lirih ayahnya membuat Yoongi menoleh ke arah pria paruh baya yang hendak menyerahkan putranya pada laki-laki yang mencintai sang putra.

Yoongi mengeratkan pegangannya pada lengan berbalut jas hitam sang ayah. Yoongi mengerti, saat-saat membahagiakan, mengharukan sekaligus menyedihkan bagi seorang ayah adalah ketika menyaksikan putra kecilnya berubah.

"Aku bersedia."

Jawaban Yoongi-tentu Jimin sudah menjawab pertanyaan yang sama lebih dulu-menjadi penanda bahwa kini mereka telah terikat sebuah janji suci. Seperti sebuah tali yang akan selalu mengikat erat kedua hati. Terkunci melalui sepasang cincin yang melingkari jari dan tersegel oleh sebuah kecupan lembut nan hati-hati.

"Jangan menangis," Jimin berbisik sembari mengecup bibir Yoongi sekali lagi, "kasihan periasnya. Aku juga tidak suka kau diculik terlalu lama hanya untuk membenahi riasanmu."

"Aku bahagia, Jimin. Sangat bahagia," ujar Yoongi.

"Kau jahat, Yoongi. Lelaki yang kau nikahi mungkin memang seburuk monster, tapi kau kan tidak perlu sampai menangis begitu," Yoongi tak memedulikan ucapan Jimin. Oh, bahkan di upacara sesakral ini saja Jimin masih sempat menggoda nya.

WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang