17

1.9K 223 6
                                    

17

Senyum manis itu sirna dalam sekejap saat aku membawanya ke area balkon. Aku bisa menebaknya. Raut kecewa itu jelas tersirat dalam wajahnya.

"Kau pura-pura seakan semua baik-baik saja," bisikku. Mungkin hampir tak terdengar karena napasku tercekat oleh rasa takut. Takut dia terlalu kecewa dan akhirnya menjaga jarak denganku.

Lissa memalingkan wajahnya. Hembusan angin membelai rambut keemasannya. Dia membiarkan wajah lebutnya diterpa semilir itu. "Kau punya alasan."

Kedua alisku terangkat. Mulutku hendak bergerak namun menutup kembali.

"Kau tahu, ini bukan pertama kalinya aku dibohongi." Matanya semakin sendu seiring ia bicara. "Bukan pertama kalinya juga aku mudah percaya."

"Aku tidak bermaksud--"

"Tidak ada berbohong yang benar-benar direncanakan, Aiden. Bisa jadi kau hanya berniat membeli bunga sebelumnya."

Aku terdiam. Keheningan menyelimuti kami untuk sesaat. Hatiku bergejolak, ini bukan sesuatu yang kuinginkan. Aku tidak ingin membuatnya kecewa sama sekali.

"Di sana ada tiga bintang," lirihku. Aku menunjuk bintang-bintang itu, berharap gerakan tanganku membuatnya tahu bahwa aku sedang menunjuk. Memang benar bintang-bintang gemerlapan itu terlihat, aku tidak berniat mengalihkan pembicaraan.

Aku ingin menenangkannya, meyakinkannya bahwa aku memang ingin selalu ada di sisinya.

Lissa tidak mengucapkan sepatah katapun.

"Dua bintang cukup berdekatan, yang satunya, hmm.." Aku mengira-ngira. "Sekitar tiga puluh senti jaraknya dari dua bintanh itu jika dipetakan."

"Apa maksudmu?" tanya Lissa, hampir seperti nada acuh tak acuh.

"Jika bintang-bintang itu adalah aku, kau, dan Seth. Maka posisi mana yang tepat untuk memerankan bintang-bintang itu? Menurutmu bagaimana?"

Lissa diam sejenak, lalu, "Dua bintang yang berdekatan itu kau dan Seth, yang jauh itu aku."

"Tidak bisa!" kata Aiden tak setuju. "Menurutku, seharusnya yang berdekatan itu kau dan Seth, bintang yang jauh itu aku. Sampai donor mata sampai, kau membutuhkan Seth.." Aku tidak yakin mengatakan hal semacam itu tepat, namun ucapan itu meluncur begitu saja dari mulutku. Tapi memang benar bukan? Saat ini Lissa tidak bisa jauh dari Seth yang merupakan dokternya.

Senyuman tersimpul di wajah Lissa. Aku sedikit lega melihatnya. "Kau bilang jaraknya tiga puluh senti jika dipetakan. Sementara pada kenyataannya bintang-bintang itu jauh dari kita, dan jarak mereka saling berjauhan juga. Sangat jauh." Perlahan Lissa mengangkat tangannya, dengan telunjuk terangkat diantara jemari lainnya. Aku menggapai tangannya.

"Arahkan tanganku pada bintangmu, Aiden."

Aku mengernyit tidak mengerti, namun tetap melakukannya. Bintang menyendiri itu tampak lebih bersinar di ujung jari Lissa.

"Kalau kau menjadi bintang itu.. Kau terlalu jauh Aiden. Sangat jauh."

Aku menatap bintang itu lekat-lekat. Benar. Pasti sangat jauh di jarak sebenarnya dan tampak sangat sendiri. Tapi apa artinya menjadi sendiri? Aku terbiasa sendiri selama ini.

Lissa menurunkan tangannya perlahan, lalu menoleh. Tidak benar-benar tepat menghadapku, tapi aku bisa melihat ekspresinya yang berubah menjadi secerah bintang. "Aku tidak sudi jauh darimu, Aiden. Aku ingin tetap bersamamu."

***

Slow update! Maaf yah, tapi pasti diselesaiin kokk. Keep vote and comment ^^

MOMENTO | √Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin