The Pain

40.6K 717 23
                                    

Hai.. ini tulisan pertama saya di sini. Masih percobaan. Semoga kalian suka.

Happy Reading.

***

Suasana ruangan itu cukup menegangkan. Dua wanita, seorang berjubah putih dan yang lain berseragam biru langit, tampak masuk ruangan dengan tergesa. Wanita berseragam biru langit terlihat mendorong meja beroda yang di atasnya terdapat obat-obatan dan beberapa alat kedokteran. Di belakangnya menyusul masuk seorang gadis yang baru saja berlari-lari memanggil kedua wanita tersebut. Wajahnya terlihat pucat dan panik, tapi dicobanya untuk tenang. Nafasnya sedikit terengah. Pandangannya tak lepas dari sosok gadis lain yang tengah meringkuk di atas ranjang rumah sakit. Gadis yang selama ini sudah dianggapnya sebagai adik.

Keringat dingin jelas nampak di sekitar dahi dan leher gadis itu. Wajahnya memucat, meringis menahan rasa sakit luar biasa di perutnya. Dia ingin berteriak tapi tidak.. dia tidak ingin terlihat semenyakitkan itu. Kedua tangannya terlipat di atas perutnya yang dimiringkan. Berharap dengan begitu rasa sakitnya akan hilang atau setidaknya mereda. Wanita berjubah putih yang diketahui sebagai dokter tadi menyuntikkan semacam cairan ke dalam infus yang terhubung ke lengan kiri gadis yang masih meringkuk itu. Sementara si perawat membenahi selimutnya. Nyeri di perutnya perlahan mereda, walaupun tidak hilang sama sekali. Kini nafasnya terdengar lebih normal.

Jenn mendekat, membelai lembut rambut temannya yang kini mulai tertidur. Ditariknya selimut yang menyelimuti temannya itu lebih ke atas.

"Kami memberikan obat anti nyeri, walaupun sebenarnya ini tidak menghilangkan seluruh rasa sakitnya." Dokter muda berwajah cantik itu memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong jubahnya. Tertera nama Sarah Lee di name tag-nya. Dokter Sarah mengangguk sebentar pada perawat yang permisi keluar ruangan lebih dulu.

"Hanna pasti kelelahan setelah menahan rasa nyerinya. Biarkan dia beristirahat." Kembali suara Dokter Sarah.

Jenn mengangguk patuh. Wajah paniknya sudah tak nampak, namun berganti dengan raut khawatir. Dokter Sarah mengecek kembali infus yang tergantung di depannya, lalu tersenyum lembut pada Jenn.

"Kau juga harus beristirahat Jenn."

"Terima kasih, Dokter." Ucap Jenn tulus seraya setengah membungkuk. Matanya mengantar dokter cantik itu sampai keluar ruangan. Kemudian pandangannya beralih pada benda persegi panjang milik Hanna yang dari tadi terus bergetar tak sabar.

Dia melirik Hanna yang sudah terlelap, lalu menghembuskan nafas beratnya. Dalam hati Jenn meminta maaf pada temannya itu. Diraihnya ponsel berwarna perak yang tergeletak di atas meja di samping ranjang rumah sakit. Menggeser gambar ponsel berwarna hijau, dan berjalan perlahan keluar ruangan.

"Kevin..."

***

Bunyi debuman khas pintu tertutup terdengar menggema di salah satu ruang apartemen bergaya minimalis. Sesosok laki-laki perempat abad memasuki ruang tengahnya, melempar sembarang tas kerjanya ke atas sofa coklat di ruangan itu, dan langsung melenggang memasuki dapur. Dibukanya pintu lemari es kemudian mengambil sebotol jus jeruk. Diteguknya jus itu, sebelah tangannya yang bebas memainkan ponsel miliknya. Menghubungi seseorang di seberang sana, seraya kakinya melangkah kembali ke ruang tengah apartemen. Entah ini sudah yang keberapa kali. Masih tidak ada respon. Hampir kesal, dibantingnya benda persegi panjang itu ke atas sofa, disusul oleh tubuhnya yang kini telah rebahan di sofa panjang itu.

Pandangannya menerawang ke atas langit-langit ruang tengahnya. Tidak biasanya gadis itu tidak mengangkat telpon darinya. Sudah hampir dua minggu mereka tidak saling menghubungi. Memang hal ini sudah biasa dalam hubungan mereka. Laki-laki itu selalu berpikir mereka sedang sama-sama sibuk. Dia tengah sibuk dengan pekerjaannya dan gadis itu sedang sibuk dengan pendidikan akhirnya. Dia ingin hubungan yang bisa saling mengerti. Karena itu ia tidak terlalu mempermasalahkan komunikasi dalam hubungannya dengan gadis itu. Walaupun tak sedikit temannya yang berkomentar bahwa hubungan mereka tak sehat. Namun ia tidak peduli. Selama hubungan mereka baik-baik saja, tidak ada yang perlu dicemaskan. Begitu menurutnya.

Kumpulan Cerita Pendek (Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang