My Autumn

3.8K 151 0
                                    

"Aku nggak berani pulang. Mama pasti langsung ngegorok leher aku begitu tahu. Ah, aku nginep di rumah kamu aja, ya. Eh, nggak-nggak bokap kamu serem. Aduh! Gimana, dong..."

Sabil hanya memutar bola mata menanggapi ocehan gadis yang duduk di sampingnya itu. Baju seragamnya sudah miring ke kanan, ia malas membetulkannya lagi. Lagipula ia yakin gadis yang masih terus saja mengoceh itu belum mau berhenti menarik-narik lengan kemeja seragamnya. Ia sudah terbiasa menghadapi tingkah kekanakan sahabat perempuan satu-satunya itu.

"Bil, aku harus gimana?"

"Hadapin aja. Paling cuma digorok, 'kan?"

Dan seketika itu Sabil mengerang keras akibat sepakan kaki Kyla tepat di betis kanannya. Sahabatnya itu hanya bersedekap tanpa rasa bersalah sedikit pun.

"Mau gimana lagi? Udah kejadian ini. Lagian siapa suruh sih nantang Kak Yuna," jawab ulang Sabil akhirnya masih mengurut betisnya yang terasa berdenyut nyeri. Diam-diam gadis itu sebenarnya mengumpati sahabatnya sekaligus bus yang tak kunjung tiba di halte sekolah, tempatnya menunggu saat ini.

Yup, pertengkaran kecil kedua sahabat itu memang bukan tanpa sebab. Beberapa jam lalu, tepatnya saat jam istirahat kedua, Kyla terlibat perkelahian dengan kakak kelas mereka. Sabil yang niatnya hanya ingin melerai, malah ikut terkena jambakan dari teman-teman satu geng kakak kelasnya itu. Alhasil ia harus pasrah mendapat surat peringatan dari kepala sekolah. Sementara Kyla dan Ayuna-kakak kelas mereka, dipaksa belajar di rumah selama tiga hari. Sebenarnya ini bukan kali pertama mereka berdua berkelahi di sekolah. Jadi bagi Sabil, sudah sepatutnya sahabatnya dan kakak kelasnya itu mendapat skorsing dari sekolah.

"Aku kan belain kamu, Cantik."

Oh ya, Sabil tidak akan melupakan hal satu itu. Memang dirinya ikut andil dalam perkelahian mereka kali ini. Sabil tahu jelas Kyla hanya ingin membantu dirinya yang menjadi bulanan kakak kelasnya. Tapi sumpah demi apapun, kalau hanya diejek anak orang miskin, Sabil sudah kebal.

"Makasih, Sayang. Tapi kamu nggak perlu belain aku. Kamu tahu sendiri aku emang miskin—"

"Tapi dia nggak berhak ngatain kamu begitu. Kamu sahabat aku, udah seharusnya aku belain kamu saat orang lain nyakitin kamu."

Walaupun kekanakan, terkadang Kyla memang bisa membuat orang lain terharu. Sabil tahu benar itu.

"Aku ngerti. Makasih udah belain aku, kamu emang sahabat terbaik. Tapi lain kali pikirin juga akibatnya. Lihat, kamu jadi diskors sama sekolah. Aku juga dapet surat peringatan. Beneran deh, kalau cuma dikatain miskin aku udah kebal," Sabil berkata sunguh-sungguh kali ini.

Beberapa saat Kyla hanya terdiam dan memalingkan muka. Kedua tangannya juga terlihat saling meremas. Kalau sudah begitu, Sabil tahu sahabatnya itu benar-benar menyesali perbuatannya. Dan benar saja, gadis yang sedikit berpenampilan maskulin itu sedetik kemudian sudah memeluk Sabil sambil beberapa kali berucap maaf.

Terkadang Sabil merasa Kyla ini lebih seperti adik lelakinya daripada teman perempuannya. Sabil memang tidak tahu persis rasanya mempunyai adik laki-laki, karena memang dia tidak memilikinya. Dia anak tunggal di keluarga angkatnya omong-omong. Dulu di panti asuhan memang ada beberapa anak laki-laki yang berusia di bawahnya, tapi Sabil tidak pernah menganggap mereka adik karena mereka selalu berbuat jail padanya. Namun, saat berteman dengan Kyla, dia justru tahu bagaimana rasanya mempunyai adik laki-laki. Aneh memang.

Sabil hampir membuka mulut untuk membalas ucapan maaf Kyla saat sebuah mobil berhenti tepat di depan halte. Kyla melepas pelukannya, raut wajahnya sama bertanyanya dengan Sabil. Terlebih saat seorang pria berjas hitam keluar dari dalam mobil dan menghampiri keduanya.

Kumpulan Cerita Pendek (Cerpen)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum