[12] keputusan Meca

22 1 1
                                    

Enjoy readers :)

Playing Music di atas ya, biar feelnya makin kerasa. Heheheh

Davichi this love
-
-

Meca pov

Bus berjalan dengan kecepatan sedang, tidak seperti biasanya. Mungkin saja karena hujan?

Memang sedari tadi hujan turun sangat deras. Untung saja aku tidak lupa membawa payung, kalau lupa dapat di pastikan aku basah kuyup.

Aku memandang hujan dari kaca mobil. Aku memikirkan Jash. Apa dia tidak kehujanan?.

Apa dia bawa mobilnya?

Biasanya sih Jash bawa motor, tapi mudah-mudahan saja dia bawa mobil biar gak kehujanan.

Entah kenapa aku masih belum bisa untuk melupakanya.

It so hard!, because he very important to me.

So, it's hard to forget.

Aku berharap dia tahu perasaanku, tapi selalu saja dia tidak mau tau.

Dia juga selalu menutup dirinya untuku, tapi dia membuka dirinya untuk orang lain.

oh , he's very confusing!

Tapi yang jelas ini semua sudah biasa. Aku sudah kebal dengan segala perlakuanya yang membuatku sakit hati.

Walaupun di dalam hati kecilku masih ada rasa optimis, kalau aku pasti akan dianggap olehnya suatu hari nanti.

Tapi itu hanya suatu perandaian.

Aku mendesah lirih, setelah itu terdengar bunyi tone line dari ponselku. Aku mengambil ponselku dari saku baju, setelah itu melihat notif yang masuk

Zoo : udah sampai?

Aku mengetik pesan balasan, setelah itu mengirimnya.

Meca : belum, aku masih di bus.

Tidak lama kemudian pesan balasan dari Venzo datang.

Zoo : ooh gitu, ya sudah nanti kalau udah sampai kamu kabarin aku ok?

Meca : ok Zoo, bye

Aku memencet tanda Send, setelah itu pesan terkirim. Busway berhenti di depan halte, aku mengantungi ponselku di saku bajuku. Setelah itu beranjak bangun dari kursi, keluar dari dalam busway.

sampai di halte, aku melirik ke pintu besar. Hujan masih turun dengan deras, anginya juga agak kencang. Aku berjalan keluar dari halte. Menaiki tangga untuk keluar dari halte.

Aku melewati jembatan penyebrangan halte. Kadang aku takut melewati jembatan penyebrangan, kadang sepi dan mengundang pelaku tindak kriminal. Aku mempercepat langkahku, agar samapai di rumah.

Aku berjalan cepat, menuruni tangga halte. Setelah sampai di bawah aku membuka payung, lalu berjalan sedikit ke arah kanan. Setelah itu masuk ke gerbang masuk kompleku.

Tidak sampai lima menit, aku sampai di rumah. Kak Akmal sudah menungguku di depan pintu masuk. Dia berdecak pinggang, sambil menatapku tajam. Aku tahu, kalau kak Akamal sudah menatap tajam pasti dia mau marah terus ngoceh.

"Meca kenapa kamu gak bilang abang kalau mau pulang sih. Hujan gede juga!" Omel kak Akamal. Aku memberhetikan langkahku, lalu menatap kak Akmal, malas.

"Bang, Caca udah gede. Lagian ujanya gak gede-gede amat. Aku bukan anak kecil lagi bang" jawabku, setelah itu masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan kak Akaml yang ada di depan.

Aku berjalan menaiki tangga. Membuka pintu kamarku, lalu menghempaskan tubuhku ke kasur.

aku memandang dinding-dinding kamarku yang sengaja di lukis angsa-angsa yang sedang terbang. Entah kenapa melihat angsa-angsa di atas aku jadi merasa tenang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Box Of Macaroon [DJ Twins]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang