Chapter 30

11.7K 834 373
                                    

Seluruh pengeras suara di bandara menyuarakan pengumuman tentang seorang bocah laki-laki yang hilang dari dalam pesawat. Nampaknya saat sedang mengantri di depan pintu menuju pesawat, orang tua si bocah tidak sadar bahwa anaknya tidak lagi berada di sampingnya, dan sekarang anak itu entah berada dimana.

Dari antriannya di depan gerbang F2, Park Yoochun memutar mata saat melihat wanita berkulit hitam histeris yang dikelilingi oleh beberapa petugas bandara.

Cuman orang tua bodoh yang gampang kehilangan anak di tempat ramai seperti ini. Lihat, gara-gara kebodohannya mereka harus men-delay pesawatnya. Kalau tidak bisa jaga anak, kau bisa menyewa nanny!

Kalimat sarkastis yang seharusnya tertuju pada si wanita tersebut justru malah membuat Yoochun menghela napas. Punggungnya yang tegak sedikit membungkuk saat ia menyadari bahwa dia adalah salah satu dari orang tua bodoh seperti itu. Park Yoochun bahkan tidak ingat apa yang terakhir kali ia bicarakan dengan dengan putra dan putrinya.

"Sir, anda baik-baik saja?" Wanita berjas abu-abu dan berambut cokelat di belakangnya bertanya dengan nada khawatir.

Antrian di depan mereka bergerak, dan Yoochun melangkah maju. Dengan nada tidak peduli ia menjawab, "Tidak apa-apa."

Bukan hanya Mei Fa―si wanita berjas abu-abu―yang mengawasi setiap gerakannya. Ada seorang pria lain yang ikut bersamanya naik pesawat komersial hari itu. Orang itu adalah Eduardo, yang berada di antrian lebih belakang yang agak jauh dari Yoochun dan Mei Fa, namun mereka masih tetap mendapat pandangan yang jelas ke arah Yoochun dan sekitarnya.

Meskipun tidak banyak orang yang mengenali wajahnya, namun seluruh Asia mengenali nama Park Yoochun. Orang-orang di dunia bisnis sering menjulukinya sebagai Master of The Land and Sea. Land―karena dia merupakan penguasa bisnis properti di seluruh Asia, dan Sea―karena ia adalah pewaris dinasti perkapalan dari Inggris. Kombinasi tersebut membuat Yoochun memiliki harta yang lebih banyak daripada yang bisa dikumpulkan oleh tujuh puluh persen penduduk dunia seumur hidup mereka. Dengan kekayaan seperti itu, tentunya, bukan hal yang sulit bagi Yoochun untuk mempunyai satu atau dua jet pribadi. Namun untuk perjalanannya hari itu, ia sengaja meninggalkan tiga jet pribadinya di tiga negara berbeda dan malah membeli tiket pesawat komersial.

Perjalanan seperti hari itu sebenarnya bukan yang pertama kali ia lakukan. Ia selalu berpergian sendiri seperti itu sekali setahun sejak sembilan tahun yang lalu, sehingga ia sebenarnya tidak begitu membutuhkan pengawal pribadi. Namun, di usianya yang sudah tak lagi muda, Yoochun terkadang menjadi gampang paranoid. Oleh karena itu ia hanya membawa dua orang pengawal pribadi yang paling ia percaya.

"May I please check your boarding pass, sir?" ujar petugas bandara di depan gerbang dengan ramah. Tanpa mengangguk Yoochun menunjukkan boarding pass-nya dan masuk ke pesawat setelah mengucapkan terima kasih.

Walaupun menggunakan pesawat komersial, Yoochun tetap harus mendapatkan pelayanan terbaik yang bisa ia dapatkan. Setelah menunjukkan nomor bangkunya, seorang pramugari cantik dengan seragam berwarna hitam, merah, dan pink khas pramugari pesawat Qantas memandunya menuju kelas bisnis. Bangkunya adalah bangku yang dekat dengan jalan. Ia tidak keberatan. Toh karena itu penerbangan malam tidak banyak yang bisa dilihat.

Setelah meminta scotch dan es batu pada si pramugari, Yoochun pun berusaha membuat dirinya nyaman. Eduardo dan Mei Fa duduk persis di samping lorong yang memisahkan kelas bisnis dan kelas ekonomi, agar mereka lebih gampang mengawasi situasi yang terjadi di kabin.

"Di sini bangku anda, Miss." Seorang pramugari yang lain menunjuk ke arah bangku di sebelah Yoochun untuk seorang gadis muda. "Biar saya simpan ransel anda," kata si pramugari lagi, dan gadis itu pun menyerahkan ranselnya. Yoochun lalu berdiri untuk membiarkan gadis itu masuk dan duduk di bangkunya.

LAWLESSDonde viven las historias. Descúbrelo ahora