Bukan Banci (lagi)

4.5K 65 19
                                    

Permisi, coba misi-misi. Nama saya susi. Banci paling seksi

Saya dari tasik. Bodi paling asik. Kalo nyanyi berisik. Pake kicik-kicik

Dangdut is the music of my contly *e contly*

My contly *e contly* my contly.

"HAHAHAHAHAHAHA"

U..  Benci aku

U.. Sebel aku

U.. Keki aku

U.. Benci !!

Kumpulan waria sedang bersenda gurau sambil menyanyikan lagu Jangan Ganggu Banci-nya Project Pop. Walaupun waktu sudah menunjukkan pukul sembilan, kumpulan waria itu tidak merasa terganggu dengan semakin larutnya malam, makin larut makin berjayalah para waria itu. Tempat mangkal, mereka menyebutnya, malam itu cukup ramai dengan nuansa bling-bling yang dikenakan oleh para laki-laki cantik itu. Mereka sedang menunggu mobil yang lewat dan berharap aksi mereka dapat mengesankan si pemilik mobil. Kebanyakan, bukannya terkesan tapi pemilik mobil itu malah merasa ketiban sial karena mengambil jalur yang salah dan dihampiri oleh (pada dasarnya) sesama laki-laki. Tapi tak jarang pula ada yang terhipnotis dengan keunikan para waria itu, ada yang diajak pergi kencan dan menggunakan jasa mereka dan ada pula yang hanya diajak untuk bersenda gurau.

Yani, adalah waria senior di komunitas itu. Pada dasarnya Yani adalah seorang laki-laki tulen, dan semua orang tahu itu. Jika ditanya mengapa demikian, Yani hanya menjawab 'ya mau gimana lagi, saya merasa seperti perempuan yang terperangkap di tubuh laki-laki' jawaban klise yang hampir setiap waria akan melontarkan kalimat itu jika ditanya mengenai alasan mengapa memilih menjadi waria.

Yani sadar, bahwa tanda-tanda itu sudah ada sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar, tidak tahu pasti kelas berapa saat itu. Yani sering memperhatikan secara mendetail ketika ibunya berias. Memikirkan mengapa bibir ibunya dipoles dengan sebuah stik pendek berwarna merah, mengapa ibunya menepuk pipinya beberapa kali kemudian memolesnya menggunakan spons, dan apa pula namanya itu. Diam-diam ketika ibunya sedang pergi Yani masuk menyelinap kekamar orang tuanya, dan betapa senangnya ia ketika dibukanya laci meja rias ibunya. Akhirnya ia dapat menyentuh benda-benda keramat yang selalu digunakan ibunya sebelum pergi keacara-acara penting itu. Awalnya ia hanya takjub sambil meneliti satu persatu benda-benda tersebut. Dia merasa janggal ketika ia menemukan sebuah pensil. Buat apa pensil ini, pikirnya. Sampai akhirnya ia merasa tertantang untuk mencoba benda-benda tersebut. Ia ingat baik-baik bagaimana ibunya menggunakan benda-benda tersebut. Ia ingat ketika ibunya sedikit memonyongkan bibirnya sebelum menggunakan benda yang kemudian ia tahu namanya adalah lipstick. Maka dimonyongkanlah bibirnya sedikit. Ada perasaan senang dan bangga ketika bibirnya kini berwarna merah, walau tak sama rapinya dengan milik ibunya. Dia tahu dia merasa senang ketika ia mengembangkan senyumnya dan melihat bibirnya tak lagi pucat, dia berniat akan dicurinya lipstick milik ibunya itu. Belum sempat Yani mencoba peralatan make-up lainnya, ibunya sudah berada di depan pintu kamar. Dikagetkan dengan pantulan anaknya dari cermin yang terpasang di meja rias. Tidak merasa lucu dengan apa yang dilihatnya, ibunya malah menarik Yani keluar dan memarahinya.

Itulah pengalaman Yani pertama kali dengan benda yang kini selalu dibawanya kemana-mana, lipstick. Dia juga masih ingat ketika ibunya semakin gusar ketika ia kembali kekamar ibunya dan bertanya 'Ibu, apa gunanya pensil yang ada di laci ibu?'. Bukannya menjawab, ibunya menyuruhnya untuk pergi dan menutup pintu kamarnya. Sejak hari itu, ibunya tidak pernah meninggalkan kamarnya terbuka dan tidak terkunci. Tapi hal tersebut sudah terlambat, Yani ingat betul apa-apa saja benda yang ada di laci ibunya, dan setelah uang jajannya terkumpul, dibelinyalah benda-benda tersebut. Sekarang, dia sudah tahu apa kegunaan pensil itu. Malah, pensil alis kini adalah benda wajib yang selalu ada di tasnya setelah lipstick. Sebenarnya, masih banyak lagi benda-benda wajib yang selalu dibawa Yani.

Bukan Banci (lagi)Where stories live. Discover now