Tak ada lagi

24 7 0
                                    

Surat ke-99 dari Dita. Ini adalah surat terakhir yang dia kirim kepadaku sebagai ungkapan penyesalannya karena telah menabrakku. Sebenarnya bukan salah Dita sepenuhnya. Aku juga ikut andil dalam kecelakaan itu. Kalau saja aku lebih konsentrasi saat mengendarai motorku, kejadian itu tidak akan terjadi. Tapi, aku malah menyalahkan Dita, si pengendara mobil.

Sebulan lamanya aku tergeletak di rumah sakit, koma menyerangku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, hanya tidur. Selama itu pula Dita selalu ada di sampingku. Ia selalu berurai air mata ketika melihatku seperti itu. Entah apa yang dipikirkannya. Padahal kita berdua tidak pernah mengenal. Kami hanyalah orang asing yang dipertemukan dalam sebuah kecelakaan. Bunda telah menceritakan semua yang dilakukan Dita padaku saat aku masih terbaring lemah tak berdaya di rumah sakit.

Setelah aku sadar dan mendapati diriku yang seperti ini, aku tampak emosi yang tidak terkendali. Aku mulai menyalahkan Dita yang menabrakku sehingga aku menjadi lumpuh. Aku kehilangan semuanya. Mimpi yang telah aku bangun hancur begitu saja. Impianku menjadi pilot tidak akan pernah tercapai. Lebih parahnya lagi aku sangat membenci yang namanya Dita, orang yang telah menghancurkan segalanya. Permintaan maafnya yang berulang kali tidak pernah aku hiraukan. Beberapa kali Dita mencoba menemuiku, tapi hasilnya nihil. Aku tidak pernah mau menemuinya. Bertemu muka saja aku tidak pernah. Jadi kesimpulannya, aku tidak tahu bagaimana raut wajah si Dita itu. Dita tidak pernah menyerah. Hanya untuk sebuah maaf dariku.

Karena tidak pernah berhasil jika bertemu denganku, Dita mencoba cara lain untuk mendapatkan maaf dariku. Melalui surat yang ia selipkan di bawah pintu kamarku. Setiap hari surat itu datang padaku. Dan sampailah surat ke-99 itu. Surat terakhir yang ia berikan padaku. Setelah itu, surat-surat dari Dita tidak pernah datang lagi.

Aku bertanya-tanya dalam diriku. Apa yang terjadi dengan Dita? Apakah ia sudah putus asa dan menyerah begitu saja? Aku ingin tahu tentang dirinya. Aku mulai membaca surat-surat Dita yang dari awal tidak pernah kubaca apalagi kusentuh. Bundalah yang menyimpan semua surat itu dalam sebuah kotak dan meletakkannya di atas meja belajarku.

Satu per satu kubuka dan kubaca kata demi kata yang terukir dalam lembaran kertas biru laut. Kata yang terucap dari hati itu membuat aku terenyuh dan merasakan apa yang ia rasakan. Sedikit demi sedikit mulai bisa memaafkan Dita. Kata-katanya yang menyentuh mampu meluluhkan kebencian yang terpendam di hatiku.

Aku sadar kebencian tidak akan membuat hati menjadi tenang. Beban hidup akan semakin menjadi berat. Ya, aku harus mencoba memaafkan Dita. Kutepis semua ego agar tidak dapat masuk lebih dalam lagi ke relung jiwaku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AditaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang