Chapter 5: EXASPERATE

9.1K 597 50
                                    

ETHAN RAY


"Mungkin aku terdengar kurang ajar, tapi aku rasa kalau kalian sampai ketakutan, kalian yang bodoh." 

Yang kemudian disahut oleh Javier dengan berkata,"Jangan ngatain kita bodoh juga, dong!" 

Lalu aku melanjutkan dengan," Mereka sengaja membuat cerita begituan sebagai pengganti jurit malam agar kita semua takut," jelasku percaya diri. "Dan kali aja mereka kepingin mengobrak-abrik mental kita."

Setelah memberitahu Sierra dan Callen kalau aku adalah seorang pembaca pikiran, rasanya otakku mau meledak. Apa Sierra akan sadar bahwa selama ini dia aku perhatikan terus? Apa dia nantinya akan menjauh karena aku bisa membaca pikiran orang? Jujur saja, hubunganku dengan Sierra sepertinya mengalami kemajuan. Kami tidak lagi diam-diaman seperti baru pertama kali bertemu di kursus aritmatika. Dan itu suatu progres yang bagus. Kalau sampai kemajuan itu jadi mundur lagi hanya karena rahasia  terdalamku yang terkuak dalam hitungan hari, bisa-bisa aku bunuh diri di tempat dan bakal melakukan perjalanan mengarungi samudera untuk mencari dukun yang bisa menghilangkan kemampuanku ini. 

Walaupun tampak luarku terlihat dingin dan cuek (juga kadang sedikit canggung), sebenarnya kupikir aku memiliki selera humor yang cukup lucu. 

Tapi serius, bukannya aku stres karena kemampuanku membuatku jauh dari cewek, lo, tapi lebih karena orang pasti bakal takut dengan pembaca pikiran.

Karena kami bisa menembus pikiran terdalam manusia.

"Kita lihat saja besok. Anyway, besok kita harus bangun pagi untuk briefing dan pergi ke pabrik tempat pembuatan kentang tumbuk itu," kata Jay sambil menguap lebar. "Lebih baik aku pergi tidur. Badanku juga kurang enak. Jadi kepingin pulang, bikin sebal aja!" katanya, diikuti oleh Javier (yang kutangkap diam-diam menebarkan senyum kecil pada Sierra, yang juga dibalas oleh cewek itu dengan senyuman yang selalu diberinya pada semua orang), Pierre, dan Gris yang sebelum menghilang di balik pintu menebarkan kecupan centil yang membuatku bergidik ngeri.

Setelah kepergian empat bocah itu, Carlo dan Ricco memutuskan untuk menenangkan Sierra dan Callen yang nampaknya syok dan ketakutan.

"Nggak akan terjadi apa-apa," kata Carlo lalu menyuruh mereka berdua tidur. "You guys go to sleep. We'll be in charge for a moment." 

"Hmm, bro." Ricco menyela Carlo kemudian. "Mungkin ada baiknya kita berbicara dalam bahasa Indonesia saja. Kamu tahu kan, namaku ada di daftar pertama remedial bahasa Inggris tiap semester. Jadi, boleh lah menghormati bahasa ibu kita." 

Carlo hanya meringis pelan sambil menegak segelas air. 

Yah, dalam hati pun aku memaksa diriku untuk percaya bahwa memang tidak ada apa pun yang bakal terjadi. Walau begitu, ada sedikit keraguan dalam diriku yang mau tak mau membuatku jadi parno sendiri karena cerita kampret barusan. Tapi, jelas tidak mungkin aku menarik kata-kata yang sudah kukatakan dengan percaya diri tadi. Bisa-bisa aku kena karma dimana bokongku ditumbuhi bisul sebesar jempol kuda nil. Jadi, daripada takut tidak jelas, lebih baik aku masuk ke dalam selimut saja dan beristirahat. Seperti biasa, di antara kami bertiga, Ricco yang paling pertama terlelap, menyisakan aku dan Carlo yang memang adalah duo kelelawar ini berbincang-bincang kecil menunggu kantuk.

"Carl, tentang mimpimu. Aku yakin ada hubungannya dengan hal ini," kataku mendadak.

"Oh ya? Memang apa?"

"Pasangan suami istri itu. Kamu bilang kamu pernah browsing dan menemukan sesuatu tentang pasangan itu. Apa?"

"Hanya anggota komunitas. Itu saja."

TFV Tetralogy [1] : Cerveau Bang (2012)Where stories live. Discover now