Chapter 4: Sayap Yang Rapuh

27 3 0
                                    


Tap tap tap

Hanya derap langkah yang terdengar di siang terik itu, Toki menghela nafas. Gadis yang mengikutinya di belakang sedari tadi hanya menunduk.

"Hana? Kau masih disana kan?"

Tak ada jawaban, Toki menoleh. Gadis itu tak ada di tempat semula. Pandangannya terus mencari sekeliling, tapi nihil. Yang terlihat di matanya hanya hamparan pohon-pohon besar yang mencipta gelap dan sunyi.

"Sial."

Jantung Toki berdegup kencang, ia sangat khawatir. Tak terlihat jejak gadis itu sama sekali. Berkali-kali Toki berusaha menghilangkan pikiran negatifnya.

"Hana? Kau dimana? Tolong jawab aku."

Wajahnya bercucuran keringat, ia tak peduli dengan bajunya yang mulai lusuh. Yang ia inginkan hanya menemukan Hana. Tadi pria itu memaksa untuk mengantarkan pulang, tapi gadis itu kini hilang. Terakhir kali Toki melihatnya, Hana terlihat tidak baik.

Sebuah ide terlintas di pikirannya, iya. Dia harus kesana. Ke tempat tinggal Hana untuk memastikan ia sudah sampai dengan selamat.

Di sisi lain, seorang wanita paruh baya mengelus rambut anak terakhirnya dengan sayang. "Makan yang banyak ya Hana, masak Ibu tinggal sebentar saja udah kurus gini."

Hana tersenyum tipis, tetapi wajahnya tetap menunduk. Hatinya menghangat, tapi ia juga merasa takut, sedih. Entahlah. Perasaannya terlalu berkabut untuk ditebak.

Di hadapan mereka, Rena memegang sendok kuat-kuat. Ia berusaha menahan amarah juga kesedihan melihat Ibunya lebih menyayangi adiknya itu.

Tok tok tok

Terdengar ketukan pintu dari arah ruang tamu. "Siapa ya?" Wanita paruh baya tersebut hendak membukakan pintu, tetapi Rena mencegah.

"Biar Rena aja deh." Dengan tatapan matanya, Rena menyuruh Hana masuk ke kamarnya.

Hana mengerti, ia berpamitan kepada Ibunya. Dan di jawab dengan anggukan.

Ternyata benar dugaan Rena, itu adalah Toki. Senyuman pria itu membuat Rena melupakan kejadian tadi. "Hai Toki."

"Kau membuatku khawatir, jangan hilang tiba-tiba." Ucap Toki lirih.

"Emm... maaf. Aku ada urusan penting tadi." Hati Rena hancur. Ia berpikir bahwa Toki mencintai adiknya. Tapi tak apa bila ia terus berpura-pura menjadi Hana di depan Toki, yang penting dia tetap bisa berdekatan.

Toki tersenyum lega, "Jangan ulangi lagi." Pria itu mengacak rambut gadis di hadapannya dengan sayang.

"Rena? Ada siapa?"

Terdengar teriakan dari dalam. Rena gelagapan, "Teman kamu? Kok seragamnya sama kayak adik kamu sih? Atau temannya Hana ya?" Ucap Ibu Rena saat berada di dekat mereka.

Toki mengangguk sopan. "Halo tante. Perkenalkan nama saya Toki. Saya teman H-Hana." Terlihat sedikit gugup menyebut nama Hana.

Jujur saja. Toki kebingungan. Jadi yang sekarang berdiri di depannya itu bukan Hana? Lalu siapa tadi? Rena?

"Hana? Ada teman kamu di depan." Panggil Ibu mereka.

Hana pun keluar, ia terkejut melihat Toki, begitupun dengan Toki. Sedangkan Rena hanya tertunduk kesal. Hancur sudah semua rencananya.

"Ya sudah. Ibu pamit dulu ya, baik-baik di rumah." Pamitnya sambil mengecup pelan kepala Hana.

Setelah itu mereka hanya terdiam. Dengan Hana yang menunduk, Rena yang terdiam mematung, dan Toki yang bergantian memandangi mereka.

"Ekhem. Jadi..." Sejenak terdiam, "sebenarnya ada apa?" Nada suara Toki benar-benar berbeda saat ini.

"Orang yang kau anggap Hana di rumah, adalah aku. Aku sengaja berpura-pura menjadi Hana, karena aku benci semua orang yang hanya mencari Hana. Bukan aku!!"

Toki terperangah, "Tapi kenapa?"

Rena memandang Hana bengis, "Gara-gara dia! Semuanya hancur. Orang-orang hanya memandang Hana, Hana, dan selalu Hana. Apa sih bagusnya dia? Cantik? Engga tuh. Dia cuma cewek aneh yang merebut kebahagiaanku."

Kali ini Rena benar-benar kalap, ia menampar Hana hingga terjatuh.

Toki berlari ke arah Hana, mendekapnya erat. Seakan jika ia melepaskan Hana, gadis itu akan hancur sehancur-hancurnya.

Hana terdiam merasakan sakit pada fisik juga hatinya. Ia lelah, ingin berakhir pada dekapan orang yang disukainya untuk pertama kali. Ia dapat melihat wajah Toki dengan jelas, rahang tegas itu, mata hazelnya, tangan kokohnya yang selalu melindungi Hana. Perlahan, pandangannya mengabur. Lalu semuanya gelap.

"Cepat beritahu aku dimana kamarnya!!" Teriak Toki tetap mendekap Hana yang tak sadarkan diri. Rena mematung, jiwanya seakan hilang bersama mata Hana yang terpejam.

Kekesalan Toki memuncak saat Rena tak menjawabnya. Ia berdecih, dan membaringkan Hana ke kamar bernuansa pink terdekat.

Setelah itu Toki kembali ke tempat Rena, gadis itu masih mematung. "Tak kusangka kau sehajat ini."

Rena memberanikan menatap Toki, air matanya seakan ingin tumpah saat itu juga. Ia berlari keluar rumah dan terduduk di ayunan belakang rumah. Disana, ia selalu menumpahkan kesedihannya.

Rena benci Hana. Rena benci hidupnya. Rena benci atas semua pujian orang terhadap Hana. Rena benar-benar benci.

Beberapa saat kemudian, Toki duduk di sebelah Rena. Gadis itu terlihat hancur. Sangat berbeda saat pertama mereka bertemu, binar ceria pada wajah cantik itu kini telah sirna.

"Kenapa semua orang hanya memandang Hana? Kenapa mereka selalu membandingkanku dengan Hana? Aku bukan Hana." Lirihnya dengan pandangan kosong.

"Jangan berpikir seperti itu. Kau masih punya Ibu yang takkan membandingkan anak-anaknya."

Rena tersenyum sinis, "kau salah. Tak dapatkah kau lihat? Ibu selalu pilih kasih, Ibu selalu mengatakan menyesal mempunyai anak sepertiku. Aku yang tak sepandai Hana. Aku yang tak sebaik Hana."

Lagi lagi air mata itu tumpah ruah. Toki terenyuh, perlahan menghapus air mata Rena.

"Kalau begitu kau punya aku, yang tak akan membandingkanmu dengan Hana."

Sedangkan Rena terkesiap. Degupan di jantungnya semakin menjadi-jadi.

Namun tak berlangsung lama setelah itu, Rena menghempaskan tangan Toki yang masih berada di wajahnya. Ia mendengus kemudian pergi.

Sayonara, I Love You (Ft. Karamori)Where stories live. Discover now