Tiga

1.7K 206 35
                                    

"Mataharinya terik banget nih, nggak mau kalah sama kamu kayaknya." Celetuk Jeremy sambil menurunkan benda yang berguna untuk melindungi pandangannya dari sinar matahri selama mengemudi.

"Ih." Syira langsung memasang ekspresi sebal—pura-pura, tentu saja. "Emangnya aku terik gitu? Silau?"

"You're shinyyyyy." Ujar Jeremy dengan jenaka seraya mengelus rambut sebahu Syira yang nampaknya tak panjang-panjang. "Habis krimbat ya?"

Syira langsung tergelak mendengar nada bicara Jeremy yang persis iklan lama, ia pun langsung terpancing untuk menjawab persis seperti di iklan itu pula, "Ah, enggak. Cuma pake sampo kok."

Jeremy terkadang merasa lega karena hanya dengan candaan sesederhana itu, ia bisa membuat Syira tertawa hingga matanya terpejam dan berbentuk sabit, dan menurutnya tidak ada hal yang lebih sedap dipandang daripada ekspresi bahagia itu.

"Aku laper." Keluh Syira yang masih sibuk menyisir rambutnya yang kusut sehabis olahraga—Syira mulai mengambil kelas taekwondo sejak dua minggu lalu atas dasar saran Jeremy yang khawatir dengan keselamatan Syira jika ia harus pulang sendiri larut malam dari kantor; saat Jeremy tidak sempat menjemput, tentu saja.

"Mau makan apa, cantik?" Tanya Jeremy sambil ikut sibuk merapihkan poni tipis Syira, "Pony, pony, little pony."

"I am Pinky Pie." Balas Syira, menyebut nama kuda poni berwarna pink dalam serial My Little Pony, yang memang selalu jadi favoritnya. "Ah, aku pengen pai jadinya."

"Ke Union aja yuk? Aku pengen juga jadinya."

"Boleh aja." Jawab Syira yang kini sibuk merogoh tasnya karena ponselnya yang berdering. "Ih?? Eh, ya ampun."

"Kenapa?"

"Januar!" Ujar Syira dengan wajah gembira. "Januar nelepon pake nomor Indonesianya!"

Deg. Tahu-tahu dada Jeremy serasa diketuk keras oleh jantungnya sendiri. Januar? Indonesia? Bukannya dia ada di Inggris?

"Halo? Januar?"

Mendengar nada bicara Syira yang penuh rasa gembira, justru membuat Jeremy semakin merasa kecil, laju mobilnya pun jadi melambat karena kakinya tiba-tiba menjadi terlalu lemah untuk menginjak pedal gas.

"Kamu kok balik kesini nggak ngasihtau?"

Si menantu idaman setiap ibu itu ternyata benar-benar sudah kembali ke Tanah Air. Jeremy merasa seperti liliput sekarang.

"Iya, ntar malam ke rumah aja hehe."

Syira, do you even remember that I am still here beside you right now...

"Iya, nanti aku ajak Ewin ke rumah juga, dia kangen kamu banget tau. Hehe, ya udah. See you!"

Dengan senyum yang dipaksakan, Jeremy pun angkat bicara hanya demi basa-basi, "Udah pulang dia?"

"Iya, tadi pagi. Sebel deh, nggak bilang-bilang. Tau gitu kan aku bolos aja kelas hari ini buat jemput dia."

Entah kenapa hati Jeremy jadi agak perih mendengarnya, senyum yang tadi ia paksakan pun akhirnya luntur dan digantikan dengan ekspresi masam.

Syira sepertinya paham betul apa yang Jeremy rasakan sekrang, maka dari itu ia pun langsung memegang tangan Jeremy yang masih menggenggam erat roda kemudi.

"Cemburu yaa?"

Sudah ketahuan, Jeremy tidak akan mengelak, "Iya."

"Jangan dong..."

"Habisnya aku pasti kalah telak sama dia."

"Nggaaak." Syira langsung menjawil pipi Jeremy pelan, "Gak ada yang kalah, gak ada yang menang. Kalian tuh dua pribadi yang berbeda. Gak bisa dibandingkan. Nggak apple to apple. Both of you are great in your own way."

Membawa SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang