Endless Wish 20

245 14 1
                                    

Jangan pernah tanyakan sabarnya hati. Karna saat rasa rindu lebih banyak di bandingkan benci, maka yang di butuh hanyalah pembuktian janji - Cinta

Harapan tak pernah pudar. Namun saat kenyataan pahit terus menerus, biarkan semuanya berjalan sesuai waktu. Dimana dua hati yang tak ingin pisah, dan pada akhirnya tuhan pun mempertemukan. Keheningan tempat yang sepi adalah tempat ternyaman. Dimana kedua hati, harus saling menerima kenyataan di antara kebahagiaan dan tangisan.

Tatapan matanya masih lurus. Enggan rasanya untuk menatap yang lain. Semuanya benar-benar seperti layaknya mimpi. Ini memang adalah sebuah harapan besar nya, tapi apakah tuhan tak pernah bisa melihat nya bahagia?

Kerinduan membuat nya enggan untuk beranjak bangun, meski rasa kecewa masih teramat dalam hatinya. Dulu mungkin adalah kesalahan nya, namun saat ia tau semua adalah sedikit skenario nya, maka jangan salahkan hati yang terluka.

"Maaf.."

Cinta menundukkan kepala nya. Tangan nya ia genggam kuat-kuat agar isakan tangis kecil nya tak terdengar, meski pada kenyataan nya mungkin akan tetap terdengar.

"Jangan nangis,"

Cinta tetap terdiam kala uluran tangan pria di samping nya yang menghapus air matanya. Hatinya begitu bingung, haruskah ia marah? Haruskah ia diam dan membiarkan?

"Ini alasan kenapa aku ngga mau kamu tau Ta. Aku terlalu takut akan hal ini, dan ini adalah sebagian alasan kenapa aku pergi."

Cinta menatap pria di depan nya. Kepala nya menggeleng tak percaya akan ucapan nya. Beginikah?

"Tapi seharusnya kamu bisa berbagi sama aku Li.."

Ali hanya diam menatap Cinta yang kini mengalihkan pandangan nya darinya. Sakit? Tentu saja, hati siapa yang tak sakit berada di atas kesakitan cinta yang begitu rumit. Lagi, Ali hanya bisa menunduk tak berani menatap gadis di depan nya. Bingung harus bagaimana.

"Asalkan kamu tau Li. Kecewa mungkin yang aku rasakan, tapi saat hati tak bisa mengelak rasa cinta, maka seharusnya kamu tau bahwa aku butuh kamu. Bukan justru kamu meninggalkan aku,"

Isakan masih bisa Ali dengar. Tatapan matanya kembali tak pernah lepas dari pandangan gadis di depan nya yang tengah menutup wajah nya dengan kedua telapak tangan nya.

"Jangankan kamu Ta. Fikiranku pun hanya ingin bisa saling memikirkan dengan pasangan nya. Tapi apa harus aku bersamamu? sedangkan di belakangmu ada sosok yang menunggumu."

Cinta mendongkak dan menatap Ali. Air matanya masih berada di pelupuk matanya, matanya merah karna air matanya.

"Bahagiaku memang bisa di masa lalu ataupun masa depan. Tapi aku berusaha agar masa depanku jauh lebih bahagia. Dan yang aku tuju itu kamu Li.. " Cinta menatap Ali yang hanya diam menatap nya. "Tapi ternyata aku salah.. Yang aku perjuangkan justru merelakan.." Lagi, ia memalingkan wajah nya dari pria di depan nya. Air mata tak pernah bisa ia tahan. Harapan, pupus..

"Aku pernah berjuang. Tapi apa kamu lupa, kamu yang menyuruhku pergi. Dan apakah aku salah jika aku pergi di atas kesakitan?" Cinta tak menjawab, ia justru semakin terisak dalam tangis nya. "Kesakitan yang membawaku belajar merelakan. Meski kenyataan nya, itu tak pernah bisa aku lakukan. Bahkan sampai sekarang."

Keduanya terdiam dengan fikiran nya masing-masing. Masih dengan isakan tangis, dan masih dengan fikiran berkecamuk tak pernah menyangka akan pertemuan ini. Di mana ia tengah memikirkan gadis nya, dan kenyataan nya ia justru bertemu dengan gadisnya. Dan sekarang, di sinilah mereka. Tempat yang mungkin cukup menenangkan.

"Dalam hal jatuh cinta, antara egois dan merelakan memang hampir tak ada beda nya dengan kebodohan. Tapi, ada satu yang tak pernah di ketahui. Yaitu, ada setitik goresan luka yang tak pernah terlihat karna keangkuhan. Aku mungkin jahat karna ninggalin kamu, tapi aku lebih jahat karna membohongi perasaan aku sendiri terhadap kamu." Ali mengadahkan kepala nya, bahkan rasa sakit nya luntur menatap gadis nya di sini. Rasa bersalah menyelimuti hatinya kini.

Endless Wish [Belum Revisi]Where stories live. Discover now