delapan

1.4K 81 0
                                    

"Waalaikumussalam... kenapa, Bi? gak masalah, sih... okay..." Aku menutup telepon dari Abiku.

"Abimu, Fir?" Tanya Tiwi. Aku mengangguk. Agak heran karena tiba-tiba Abi akan menjemputku. Biasanya Abi pulang ba'da maghrib sehingga aku tidak pernah meminta di jemput oleh Abi.

"Tumben Abi mau jemput. Belum jam pulang padahal.." gumamku.

"Mungkin mau dinner bareng, Fir?" Celetuk Lili.

"Yaelah makanan doang yang di pikirin.." Fia meledek Lili. Aku terkekeh. Namun walaupun begitu, entah kenapa aku merasa aneh dan seperti ada sesuatu yang terjadi.

"Tapi sist.." ucapku pelan, "entah kenapa aku malah ngerasa aneh Abi mau jemput aku. Kayak bakal ada sesuatu yang terjadi, atau malah udah terjadi.." Tiwi pun menepuk pundakku.

"Udah, positive thinking aja. Allah selalu mengikuti prasangka hamba-Nya, lho.." ujarnya. Aku pun merasa tenang mendengarnya. Tiwi memang selalu orang yang paling positive diantara kita bertiga. Dia selalu mengingatkan kita untuk berbaik sangka.

"Yah, semoga aja.." gumamku.

"Eh, aku sama Lili udah di jemput. Itu ayahmu, kan, Li?" kata Fia tiba-tiba. Kita pun melihat ke arah parkir motor dan memang sudah ada jemputan mereka.

"Oh, iya. Pamit duluan ya, Fir, Tiw" pamit Lili.

"Hati-hati kalian..." ucapku sambil menyalimi mereka. Setelah itu, aku dan Tiwi memandangi mereka sampai keluar sekolah.

"Btw, kamu sama Hafidh gimana, Fir?" tanya Tiwi tiba-tiba.

"Hah? Gimana apanya?" tanyaku balik. Agak kaget karena tiba-tiba Tiwi membahas Hafidh.

"Kemaren, udah agak lama sih, dia nanyain kamu.." jawab Tiwi. Aku hanya diam.

"Katanya kemaren dia liat kamu nangis di jalan. Waktu kamu sama Mas Idad itu, ya?" Aku hanya bergumam dan mengangguk.

"Sebenernya aku males nanggepin dia, Wi." Ucapku pelan, "Aku, sih, udah cukup asal dia juga punya perasaan yang sama kayak aku. Walaupun kita gak saling memiliki dengan status, tapi hati kita saling memiliki.."

"Hmm baper, deh. Kamu aja males, apalagi aku yang di cecar pertanyaan terus sama dia, Fir." Ujar Tiwi terdengar kesal. Aku pun terkekeh.

"Haha, sabar ya, Wi. Tapi kalau males, ya gak usah di bales aja, lah." Saranku. Tiwi pun hanya bergumam.

"Ya, ntar aku suruh dia insyaf aja." Ucapnya. Aku pun tertawa.

"Eh, itu mobil Abiku, Tiw. Duluan yaa.." pamitku sambil menyalimi Tiwi.

"Okay." Jawabnya singkat.

Aku pun segera mengambil tasku dan masuk ke mobil Abi.

"Assalamu'alaikum, Bi" sapaku sambil mencium tangan Abi.

"Wa'alaikumussalam, gimana sekolahnya?" tanya Abi.

"Hmm, gitu aja, sih.." jawabku. Abi tersenyum mendengarnya.

"Kita ke rumah sakit dulu, ya." Ucap Abi. Aku pun hanya mengangguk. Bukannya aku tidak ingin tahu kenapa kita ke rumah sakit, tapi aku dan Abi tidak cukup dekat. Selain itu, Abi jarang menjawab pertanyaanku sehingga aku malas kalau bertanya pada Abi.

Dear, brotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang