satu

32 1 0
                                    

Aku kehilangan sosoknya. Sosok yang suka membelai rambutku sebelum tidur. Sosok yang slalu berdiri dengan tegap di belakangku dan berkata 'ayolah nak, kau bisa.' aku berharap tiap kali aku bangun dari tidurku, aku bisa melihat senyumnya di hadapanku.

Mulai saat itu aku membenci pagi hari. Aku lelah selalu menanti sosoknya membuka pintu kamarku dan membangunkanku dari tidur. Harapanku tidak berbalas, aku benci itu.

Maka aku selalu mengaharapkan malam datang. Dan bahkan aku slalu mengaharapkan malam datang lebih cepat. Berharap aku bisa tidur lebih cepat dan melupakan harapanku ini. Memang ampuh caraku. Tuhan slalu memliki cara untuk menghiburku lewat mimpi-mimpi indah yang diselipkan di waktu aku terlelap.

Tapi terkadang buruk nasibku, saat aku sedang ingin tidur untuk melupakan harapan itu, bayangan ayah suka menyelinap masuk dalam mimpiku. Kalau sudah begitu, aku buru-buru menepis sedihku dan meraih es krim coklat di kulkas. Terkadang itu menghiburku.

Tapi aku harus terus hidup. Aku tak bisa terus mengantungkan hidupku kepadanya. Toh aku masih memiliki sosok ibu, Meskipun ia lebih sering berdiam diri di kamar. Sekarang ia harus menjadi tulang punggung keluarga. Rambutnya pun telah berubah menjadi kelabu. Tubuhnya pun sudah tak kuat lagi. Sepertinya ia tak bisa terus berjuang sendirian.

Aku sebagai anak pertama dari 2 bersaudara, sudah sepantasnya aku turut membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kuputuskan untuk mencari pekerjaan sampingan untuk membantu ibu.

Hari ini hari senin, seperti biasa aku bersiap-siap untuk pergi kesekolah. Aku duduk di kelas 3 SMA di sekolahku. Di umur 17 tahun ini aku harus serius. Sekarang bukan waktunya bermain-main, aku telah beranjak dewasa. Sebentar lagi aku akan menghadapi ujian nasional dan tes ujian masuk universitas yang aku inginkan.

Ini tak mudah untuku. Di umur 17 ini aku harus mempertahankan nilaiku sedangkan di samping itu aku harus bekerja untuk membantu kebutuhan sehari hari keluargaku. Belum lagi sejak kepergian ayah, ibu lebih sering terserang penyakit. Seperti sekarang, ibu sedang demam dan nafsu makannya pun menurun. Aku sangat khawatir terhadapnya. Mungkin dalam waktu dekat aku harus menggantikan posisinya sebagai tulang punggung keluarga. Amat sulit bila aku membayangkannya. Tapi aku tak ingin berputus asa.

Oh iya, sekarang aku mendapat pekerjaan sampingan di toko bunga dekat rumah. Meskipun aku merasa lelah sepulang sekolah aku harus langsung bekerja, rasa lelah itu dapat terbayarkan dengan mencium aroma berbagai bunga di toko yang bisa membuatku sedikit tenang. Aku menyukai pekerjaan ini.

Dan mulai saat itu hidupku tak lagi sama. Tak ada lagi main bersama teman-teman, atau hanya sekedar bercengkrama dengan tetangga di rumah. Rutinitasku berubah menjadi orang super sibuk. Bahkan semua orang sudah lihai menebak dimana aku berada. Kalau tidak di sekolah, ya di toko bunga itu. Tapi aku menjalani semuanya dengan sepenuh hati demi keluargaku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 06, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

HALUSINASIWhere stories live. Discover now