012 | Perasaan Sebenarnya

72.6K 10.3K 1.3K
                                    



Jesya mendengus kecil. Hidungnya memerah dengan mata sembab. Ia merapat ke kepala ranjang, menangis tanpa suara. Hatinya terasa sangat sesak dan ingin meledak saat ini juga. Rambutnya sudah berantakan tak karuan.

Setelah lima menitan, gadis itu mencoba menarik kembali air matanya. Ia merangkak kecil, meraih hape di atas meja samping tempat tidur.

Meminta tolong pada siapapun, bahwa saat ini ia benar-benar sudah tak tahan lagi.


Sampai tak lama, pintu kamar diketuk. Jesya mengusap pipi basahnya, lalu berteriak kecil.

"Langsung masuk aja, Chua!"

Pintu dibuka. Gadis kecil berambut pirang itu menutup lagi dan berlari kecil langsung melompat ke samping Jesya. Untung rumah mereka hanya berjarak beberapa rumah, membuat Chua segera berlari ke sini mendengar isak dari telpon.

"Kenapa?" tanya Chua panik, secara naluri melingkarkan lengan di pundak Jesya dan merangkul hangat temannya sejak kecil itu.

Entah kenapa tangis Jesya pecah kembali. Gadis itu menjatuhkan kepala di bahu Chua dengan lemas. Dengan tersendat, ia menceritakan semua. Mengulang kembali tiap kalimat pemuda itu tadi dengan penuh luka.

Chua mengusap-usap lengan Jesya dalam diam, mendengarkan dengan seksama.

"...Dia boleh sama siapapun... Gue udah biasa liat dia nempel ke cewek lain. Tapi kenapa sekarang dia serius sama satu cewek?" tanya Jesya bergetar.

Chua menarik nafas sejenak, "Kak, gue udah bilang, kan? Memutuskan jadi seorang teman untuk orang yang lo suka tuh beresiko. Selama ini lo selalu ngotot bilang it's okay selama dia ada di samping lo. Lalu sekarang... lo sadar nggak akan bisa jadi seorang teman buat orang yang lo suka."

Air mata Jesya kembali menetes. "Gue nggak tahu bakal kayak gini..." Ia menelan ludah sejenak, mencoba berusara dengan suara bergetar. "Dulu gue tahu Bobi nggak pernah benar-benar pakai hati sama cewek-ceweknya. Tapi sekarang beda. Dia bahkan berubah karena cewek itu... Bobi bilang dia serius..." Jesya terbatuk kecil dan kembali tersedu.

"Gue memilih jadi sahabatnya karena gue ingin jadi orang yang dia cari pas dia butuh. Gue nggak mau jadi cewek-cewek yang dia tinggalin sesuka hati itu. Gue udah cukup kesiksa selama ini.... tapi sekarang udah puncaknya. Kali ini gue bakal egois. Gue nggak mau Bobi suka sama cewek lain."

Chua merapatkan bibir, "gue tahu ini klasik. Tapi... banyak cowok lain. Lo bisa cari yang lain. Emang udah dari dulu elo harusnya move on. Nggak akan mungkin lo terus sembunyi jadi temen gini."

Jesya mendengus, mengusap hidung merahnya. "Anehnya cuma si biadab Bobi yang bikin gue nyaman. Gue nggak bisa buka hati sama siapapun karena dia."

Chua mendesah lagi, "kak, udah berapa kali sih lo bohong gara-gara dia? Sampai kapan kayak gini terus?" Chua mendecak, "lagian lo selalu ngata-ngatain Bobi brengsek, Bobi nggak peka, Bobi hati batu, apalah. Tapi cowok brengsek itu yang selalu bikin lo nangis kayak gini."

Jesya mendengus, kali ini tak bisa menjawab. Gadis itu merunduk, tersedu dan terlena dalam tangisannya. Membuat Chua makin mempererat rangkulannya.



**



Grup 'Hai Kak'

Cakra: kak gue mau nanya

Cakra: kenapa ya jaman sekarang para remaja itu selalu menuduh orang lain nggak peka padahal dirinya sendiri nggak pernah sadar diri

2A3: Passing By ✔ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang