Chapter 33: Semua Orang Berubah 360° Setelah Aku Pergi

1.1K 75 2
                                    

Depan rumah clara, oh, habis hujan, kebetulan sedang musim hujan :v ⬆

Chapter yg ini lebih mirip kayak chapter bonus, semacam untuk mengisi aja dan kalian ga kelamaan nunggu update sih ga terlalu nyambung dgn ceritanya juga sih, ini lumayan panjang, dan tdk ada dialog, tapi semoga bisa bikin baper :v

Keep scrolling! O(≧∇≦)O

Keep scrolling! O(≧∇≦)O

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

"Loving you was like going to war; I never came back the same."
- Warsan Shire

***

Semua Orang Berubah 360° Setelah Aku Pergi

Manusia mengobati rasa kehilangan dengan cara masing-masing yang berbeda. Orang-orang introvert mungkin mencurahkan setiap rasa sakit itu menjadi tulisan dan kata yang mampu menyentuh hati jutaan pembaca di dunia. Ada juga yang dengan cara traveling, mengunjungi lusinan tempat baru, berada sejauh mungkin dari rumah dan menyeberangi belahan bumi yang lain, menciptakan kenangan dan memori baru untuk menutupi masa lalu yang menyayat hati.

Beberapa melakukannya dengan cara menenggelamkan diri dengan bekerja sesibuk mungkin berjam-jam tanpa henti dan memeras pikiran, hingga ketika waktunya untuk pulang ke rumah, sudah terlalu lelah hanya untuk memikirkan hal-hal kecil dan mengingat kepedihan hati. Dan untuk beberapa orang yang membutuhkan alat instan, mungkin menyelimuti diri dengan botol-botol pil obat dan melayangkan kesadaran ke tempat lain, Heroin, Ganja, Amfetamin, Effexor, Valium, sebutkan yang kau tahu, mereka mengajak hati dan pikiran untuk kabur dari realita, di mana pun kecuali tempat yang mengingatkannya akan kejamnya dunia, beberapa juga membeli amnesia dengan berbotol-botol alkohol, dan bagi seorang wanita yang sudah putus asa adalah mungkin meminjamkan hati dan cintanya pada pria paruh baya di hotel berbintang, berpikir mungkin pria itu bisa mengobatinya.

Lalu ada orang-orang di sekitarku. Aku hampir lupa bercerita kepadamu tentang yang satu ini. Aku sering memeriksa orang-orang yang kukenal yang tahu aku sudah tiada. Luna mulai membaca buku-buku tebal aneh yang biasanya cuma orang seumuran ayah yang tertarik untuk membacanya, The Once an Future King karya T. H White dan A Grief Observed milik C. S Lewis, dan menghabiskan malamnya dengan membaca karya-karya Norman Cousins, yang sudah pasti membuat otak anak-anak seumurannya langsung meledak hanya dalam 3 halaman. Tapi selain dari itu, hal gila lainnya adalah ketika dia mendaftar untuk masuk di klub sepakbola sekolah, awalnya ketika Mr. Danielle melihat hal itu, dia harus menanyai Luna berpuluh-puluh kali, "apakah kau sungguh yakin ingin bergabung?" tapi bahkan ratusan kali pun Luna akan menjawab "ya". Rata- rata, bukan, mayoritas anggota klub itu hanya senior laki-laki, mereka menyambut baik kedatangan Luna, bahkan cukup mengaguminya karena usahanya. Satu hal aneh yang membuatku harus menahan tawa, Luna cukup jenius ketika sesekali dia sedang malas atau sedang tidak ingin ikut dia akan memakai kalimat ini: "maaf, aku tidak bisa ikut hari ini, aku sedang datang bulan." hanya sebelas kata tapi cukup untuk membuat teman laki-lakinya melongo hampir satu menit. Lalu Luna akan ke toilet sekolah, dan mulai membaca buku-buku anehnya lagi. Lalu setiap malam, beberapa pasang pakaian lamaku yang tertinggal di kamarku dipindahkannya ke kamarnya lalu dipeluknya setiap malam untuk menemani tidurnya. Tapi tak bisa dihindarinya lagi, ketika setiap malam, bahkan jika dia mencoba push-up 20 kali pun atau bahkan lebih, air matanya tetap membekas keesokan paginya di bantalnya, lagi, lagi, dan lagi tanpa henti.

Aku tidak tahu apakah yang dilakukan Luna masih wajar dibandingkan dengan Zarina. Enam jam atau bahkan lebih dia latihan pedang, melakukan gerakan yang berbeda setiap harinya tanpa henti, hanya untuk menyingkirkan dua nama dari setiap inci sel otaknya hingga malamnya seluruh badannya berakhir pegal. Sebuah bingkai foto yang biasanya sangat familiar kulihat di kamarnya kini tak ada lagi, kamarnya lebih berantakan dari sebelumnya, sesekali kutemukan pecahan keramik atau kaca di lantai. Tapi sepanjang malam walaupun dengan badan pegal-pegal pun dia tetap terjaga semalaman, hanya memandangi langit malam kosong di luar balkon selama berjam-jam. Tak satupun air matanya ada yang keluar, dia tak menangis, tapi diam-diam hatinya menjerit kesakitan minta tolong dan menangis paling keras.

Selain Luna dan Zarina, kulihat Jason mulai menenggelamkan dirinya dengan game dan angkat beban, baru kusadari orang tuanya tidak terlalu memperhatikannya karena kesibukan di kantor, mereka jarang berada di rumah dan lebih sering di luar kota sehingga mereka kurang tahu apa yang terjadi pada putra mereka: patah hati dan kehampaan dalam dirinya yang semakin lama semakin membesar yang dari waktu ke waktu semakin sulit diobati, dan baginya tak ada yang bisa memperbaiki kerusakan itu sendiri kecuali aku. Orang-orang dirumahnya tahu ada yang salah dengannya tapi tidak tahu dengan jelas tapi Jason melarang mereka agar tidak memberitahukan hal itu pada orang tuanya.

Malamnya aku hanya bisa menghela napas ketika melihat ayahku bekerja lebih larut malam dari dulunya dan baru mau tidur ketika sudah hampir jam 12 malam, dia hanya duduk di depan komputernya dan memeriksa berkas-berkas dokumen dari kantornya. Sementara di Aria, Chelina dan Anne setiap pagi berhenti di kamarku di depan pintu hanya untuk sekedar berbisik dengan lirih, "selamat pagi, Yang Mulia." dan membersihkan kamarku sekali seminggu.

Sedangkan ibuku juga larut baru bisa tidur setelah berjam-jam duduk di depan mejanya dengan puluhan surat di hadapannya yang menumpuk, tempatku terakhir kali berdiri dan bertarung dengan Raven ditanaminya bunga mawar biru di sekelilingnya. Ya, aku tahu tidak ada mawar berwarna biru tapi di sini ada, mawar berwarna biru sungguhan. Lalu dari kamarku dia mengambil sebuah gaun berwarna ungu-pastel yang pernah kukenakan saat makan malam kerajaan lalu digantungnya di dinding kamarnya dan memandangnya sampai terlelap, membayangkan terakhir kali aku mengenakan gaun itu sambil tersenyum. Sedangkan Aunt Nichole yang bekerja sebagai marketing manajer di kantor penjualan sebuah majalah fashion di Manhattan mulai pulang lebih lambat dari biasanya, dan setiap malamnya ketika semua orang sudah tidur, dia akan mendatangi kamar lamaku, memandanginya selama lima atau sepuluh menit lalu membersihkannya, sekadar menyapu lantainya dan membersihkan debu dari meja dan kasurku.

Aku kurang tahu apa yang mereka pikirkan, dan mengapa, tapi intinya aku tak mau mereka berubah, bukan ini yang kuinginkan. Aku hanya ingin nereka terus melanjutkan hidup tanpa terpengaruh dariku. Memang, tak ada yang siap untuk berkata "sampai jumpa lagi", begitu juga denganku. Aku hanya bisa berharap mereka bisa terbiasa setelah sekian lama waktunya, karena bunga tidak akan pernah bisa tumbuh kecuali turun hujan, dan pasti ada alasan baik di balik semua hal buruk yang terjadi pada saat ini.

***

Kubilang kan? Panjang tanpa dialog, tapi ga terlalu monoton kah?

Ini hampir tengah malam updatenya •_•

Pucing pala berbi pala berbi oh.. Oh.. Oh.... *nyanyi/ readers geleng-geleng kepala

12 October, 2016 [11:24]

The Crystal Faery - (Book 1#: The Prophecy)Where stories live. Discover now