Nyonya Yo hendak berlutut menghaturkan terima kasih, akan tetapi Tan Hong segera mencegahnya. Kemudian ia lalu ikut nyonya Yo mengambil ketiga orang anaknya yang kecilkecil dan kurus kering itu, lalu diantarkannya nyonya itu ke Seng-koan.
Di kota ini Tan Hong menyerahkan nyonya Yo bersama ketiga orang anaknya kepada Panitia yang dipimpin oleh Seng-koan Sam-eng, dan setelah menuturkan keadaan nyonya janda itu serta menyatakan bahwa kepandaian silat nyonya ini cukup tinggi, akhirnya nyonya Yo diperbantukan kepada Panitia itu dan mendapat jaminan hidup yang lumayan.
Seselesainya pemuda yang menolong jiwanya dan ketiga orang anaknya menyerahkan kepada panitia korban banjir itu di Seng-koan ia segera berlalu meninggalkan kota itu untuk melanjutkan perjalanannya.
***
Tan Hong teringat akan janjinya kepada To Tek Hosiang, tokoh persilatan Houw-sanpai yang pernah dikalahkannya dulu dan yang menantangnya agar ia suka datang berpibu di kelentengnya, yakni kuil Kim-ci-tang di kota Wi-ciu. Kebetulan sekali hari itu adalah tepat pada hari perjanjiannya, maka ia lalu cepat-cepat menuju ke kota Wi-ciu.
Di dalam hati Tan Hong tidak suka sekali-kali mencari permusuhan dengan orangorang dari dunia kang-ouw, akan tetapi sebagai seorang ksatria, ia harus memegang teguh jamjinya. Ia maklum bahwa To Tek Hosiang masih belum mau mengalah, maka sebagai seorang pemuda yang menghargai orang tua, apalagi orang tua itu adalah seorang hwesio dan tokoh ternama di dunia persilatan, ia harus datang memenuhi janjinya. Ia dapat menduga pula bahwa kali ini hwesio itu tentu berusaha hendak menebus kekalahannya yang dulu, akan tetapi Tan Hong tidak perduli. Pemuda yatim piatu yang hidup seorang diri di dunia ini memang tidak khawatir akan dirinya terhadap segala macam bahaya yang bakal menimpa dirinya.
Kelenteng Kim-ci-tang adalah sebuah kelenteng yang besar dan mempunyai ruangan yang amat luas. Kebetulan sekali ketika Tan Hong tiba di kuil tersebut, hari itu banyak sekali tamu-tamu memenuhi ruang depan kelenteng dan para hwesio penyambut para tamu sibuk menyediakan segala macam keperluan sembahyang. Kepenuhan kelenteng ini ada hubungannya dengan bencana banjir yang mengamuk di mana-mana hingga orang-orang pada datang minta berkah dan bersembahyang di kelenteng itu.
Orang-orang hartawan bersembahyang untuk minta perlindungan bagi keselamatan sekeluarganya. Ada pula yang minta supaya sanak keluarganya yang tinggal di daerah banjir mendapat perlindungan, dan banyak pula yang lainnya hanya datang umtuk minta jodoh, minta peruntungan baik dan sebagainya. Memang, di manapun juga, selalu dunia ini penuh dengan kebutuhan dan permintaan manusia yang tak ada batasnya dan tak pula puas-puasnya!
Melihat banyaknya para tamu yang datang, Tan Hong menjadi ragu-ragu. Ia merasa kurang baik kalau mengganggu ketenteraman mereka itu dengan maksudnya mengadu kepandaian, karena hal ini akan mendatangkan sangkaan, bahwa ia sengaja datang hendak mangacaukan suasana yang aman tenteram itu. Apakah To Tek Hosiang sudah lupa akan janjinya? Diam-diam ia merasa girang juga, karena iapun tidak ada nafsu untuk bertempur memperbesar rasa permusuhan.
Tan Hong lalu mengikuti orang-orang yang bersembahyang dan agar jangan menimbulkan curiga pada para hwesio penyambut tamu, iapun membeli hiosoa (dupa) dan bersembahyang pula, sungguhpun ia menyalakan hiosoa dan mengangkat-angkatnya itu hanya sekedar memberi hormat belaka.
Akan tetapi, setelah ia selesai bersembahyang dan keluar dari ruang sembahyang, tiba-tiba saja To Tek Hosiang telah berdiri di depannya dan berkata, "Ha, Gin-kiam Gi-to, ternyata kau benar-benar menepati janji!"
Tan Hong segera mengangkat tangannya sambil tersenyum, "Losuhu, apakah selama ini kau baik-baik saja? Kukira kau telah lupa akan janji kita."
Berubah air muka To Tek Hosiang mendengar hal ini. "Tan-sicu (tuan she Tan yang gagah), seorang laki-laki, sekali mengeluarkan janji, selamanya takkan lupa. Sayang sekali hari ini tak kusangka-sangka tamu datang begini banyak, maka terpaksa pinceng tak dapat melayanimu. Kalau kau tidak berkeberatan, harap kau datang nanti malam dan pinceng tentu telah bersedia untuk menyambut dan melayanimu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Maling Budiman Berpedang Perak (Gin Kiam Gi To) - ASKPH
General FictionSiok Lan teringat dan wajahnya berseri. Ia tidak merasa malu lagi setelah mendengar Tan Hong bicara kepadanya. Ia lalu mengangkat muka memandang kepada ayahnya dan Ong Kai dan berkata, "Ayah, sebelum aku menyatakan pesan keluarga Lai, terlebih dulu...