[22] Shit

1.8K 107 0
                                    

Karena pada akhirnya akan ada seseorang yang datang dengan niat membahagiakan tanpa pernah berfikir untuk meninggalkan.

***

"Woy Giesele." Panggil Dimas namun Giesele sama sekali tidak menengok.

Giesele berlari menyebrang di zebra cross lampu merah. Namun ketika Dimas ingin menyebrang juga, lampu merah berwarna hijau.

"Shit." Pekiknya.

Setelah lampu merah kembali menunjukkan warna merah, Dimas berlari menyebrangi jalan.

Namun, Giesele sudah hilang entah kemana.

***

Dimas sekarang berada di dalam rumahnya.

Mencari keberadaan Demas.

"Ma, Demas mana?" Tanya Dimas ke mamanya yang kebetulan ada di ruang tengah sedang membaca majalah.

"Belum pulang." Jawab mamanya.

"Dim nanti malem ikut mama ya ke rumah temen mama." Lanjutnya.

Tidak ada yang menyahut.

Ternyata Dimas sudah menghilang entah kemana.

"Astaga itu anak." Gumam mamanya.

***

Demas berada di salah satu cafee. Tentunya bersama Rachel.

Sedangkan Dimas yang berada di mobil ketar ketir mencari keberadaan Demas.

Suatu ide terlintas di dalam otak Dimas.

"Kenapa enggak gue telpon aja." Ucapnya kepada diri sendiri.

Dimas langsung meminggirkan mobilnya.

Lalu mengeluarkan handphone dan mencari nomor handphone Demas.

Ketemu.

"Halo." Ucap Dimas cepat.

Padahal belum diangkat.

Beberapa detik kemudian ada suara sahutan dari sebrang sana.

"Halo?"

"Heh iya. Lo dimana anjeng." Cetus Dimas langsung.

"Lagi jalan jalan. Napa?" Tanya Demas.

"Gue perlu ngomong sama lo. Lo dimana? Gue kesana sekarang." Sahut Dimas.

"Di cafee Wate. Gue lagi sama cewek tapi." Jawab Demas.

"Otw." Dimas langsung mematikan panggilan dan melesat menuju cafee yang dibilang Demas.

***

Dimas sekarang berada di rumahnya. Dia sudah tau semuanya. Tau kalau Giesele marah padanya.

Dia bingung harus gimana. Akhirnya dia memilih untuk ke rumah Giesele.

***

Tingnong. Tingnong.

Suara bell barusan membangunkan Giesele dari tidurnya

"Siapa itu." Gumam Giesele sambil ketakutan.

Siapa malam malam begini mengetuk pintu rumahnya.

Orangtua Giesele sedang keluar kota.

Hanya ada dia dan kakaknya di dalam rumah ini.

Giesele membuka pintu kamarnya lalu turun tangga menuju pintu utama.

Lalu membuka pintu.

"Jangan marah, gue gak tenang mikirin lo terus."

Deg!

Jantung Giesele seperti akan meloncat dari tempatnya.

"Gis, minta maaf." Cowok dihadapannya ini menaruh bunga edelwais yang dibungkus dengan kotak itu di lantai kemudian mengulurkan tangannya.

"Maafin ya." Cowok itu kembali berbicara sambil memasang wajah pupy eyes.

Giesele diam cukup lama.

"Gamau maafin ya? Yaudah, gue gak akan nampakin muka di depan lo lagi." Cowok itu tersenyum kecut.

"Jangan." Entah kenapa kata tersebut keluar dari mulut Giesele.

Cowok tersenyum senang. "Bunganya, bawa masuk ya." Dimas, iya cowok itu Dimas.

Dimas menuju pintu garasi rumah Giesele.

Sebelum dia keluar dari garasi, dia melemparkan senyum terlebih dahulu ke Giesele yang masih berdiri di depan pintu.

"Hati hati." Giesele tau perkataannya barusan tidak dapat didengar.

Dia sangat senang.

Oh ralat, keduanya merasa senang saat itu.

Bersambung...

BrokenestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang